Thursday, November 29, 2007

Massa Pendukung Calon Bupati Morowali Demo

Sedikitnya 100 orang massa yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat untuk Demokrasi Kabupaten Morowali, menggelar aksi unjukrasa di kantor Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah, mendesak agar pihak pengadilan membatalkan hasil Pilkada Morowali yang berlangsung 5 November 2007 lalu.

Aksi unjukrasa itu sendiri dilaksanakan, bertepatan dengan berlangsungnya sidang gugatan pasangan calon Bupati Morowali, Caheruddin Zen dan Aminullah BK terhaap KPU Morowali.

Desakan pembatalan itu, karena mereka menilai bahwa hasil Pilkada tersebut tidak demokratis dan penuh kecurangan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Morowali dinilai berpihak pada pasangan Anwar Hafid - SU Marunduh dan memenangkan mereka.

Selain berorasi di depan kantor Pengadilan Tinggi Sulteng di Jalan Mohammad Yamin Palu itu, unjukrasa yang dipimpin M. Zulfikar itu juga mendesak Gubernur Sulawesi Tengah agar menolak hasil perhitungan dan penetapan suara yang diselenggarakan KPUD Morowal tanggal 13 November 2007.

Mendesak Gubernur Sulteng agar menolak pelantikan kandidat yang terpilih pada perhitungan suara versi KPU Morowali sebelum adanya kejelasan mengenai proses hukum.

Para pengunjukrasa juga mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Sulteng untuk melakukan proses hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada di Morowali.

"Kami juga meminta agar pihak Kejati Sulteng segera memanggil Ketua KPU Morowali terkait dengan keputusannya yang dinilai telah melanggar undang-undang," tegas Zulfikar.

Para pengunjukrasa itu kemudian membeberkan beberapa fakta kecurangan itu. Antara lain di TPS 2 Desa Kolo Atas, Kecamatan Mamosalato, telah terjadi penjoblosan surat suara tanggal 4 November 2007, padahal Pilkada baru akan dilaksanakan tanggal 5 November 2007.

Di tempat itu juga sebanyak 107 lembar kertas suara dibawa ke TPS dengan menggunakan kantong plastik warna putih sebagai kotak suaranya. Itu dilakukan oleh petugas KPPS dan Sekretaris Desa Kolo Atas.

"Ini jelas sangat bertentangan dengan pasal 104 ayat 2 huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Pemerintahan Daerah," kata Zulfikar.

Sementara itu, pihak KPU yang diwakili para kuasa hukumnya menyatakan bahwa KPU Morowali telah menjalankan tugas sesuai kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 junto PP Nomor 6 tahun 2005.

"Itu artinya bahwa KPU telah bekerja sesuai aturan hukum yang berlaku, yang dimulai dari menyusun jadwal pilkada hingga penghitungan. Dan tidak ada kesalahan pada proses itu," tegas Andi Makassau, kuasa hukum KPUD Morowali.

Pada Pilkada Morowali itu, pasangan Anwar Hafid - SU Marunduh yang diusung Koalisi Pembaharuan (Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) dan Partai Bulan Bintang (PBB) ditetapkan sebagai pemenang dengan meraih suara sebanyak 26.271 suara atau 25,76 persen.

Sedangkan pada urutan kedua adalah pasangan Caheruddin Zen - Aminullah yang hanya terpaut 306 suara dari pasangan Anwar Hafid - SU Marunduh.

Calon yang diusung Koalisi Reformasi Bangkit Bersatu (Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Bintan Reformasi) ini mengumpulkan 25.965 suara atau 25,46 persen.

Sementara itu, kandidat PDIP, Datlin Tamalagi-Djaidin Rompone, meraup 22.116 suara (21,69 persen), serta pasangan Zainal Abidin Ishak - RO Marunduh yang diusung Partai Golkar hanya meraih 18.424 suara (18,07 persen).

Pasangan Muhammad Ilyas Mekka-Atha Mahmud dari Koalisi Rakyat Morowali (Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, Partai Keadilan Persatuan Indonesia dan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan) hanya mendapat 9.195 suara (9,02 persen).

Total suara sah sebanyak 101.971 dan sebanyak 1.571 kartu pemilih yang sudah dicoblos dinyatakan tidak sah. Sementara pemilih terdaftar yang tidak menyalurkan haknya mencapai 14.843 orang atau 12,54 persen dari 118.385 total pemilih terdaftar.***

Thursday, November 22, 2007

Pelo, Pria Tuna Grahita Parigi Peraih Medali Emas di Sanghai


"Parigi… Mariama… Parigi… Mariama," begitulah teriakan Pelo ketika memasuki arena pertandingan softball di Sanghai China tahun 2006 silam. Bagi Pelo, dua kata itu memiliki arti yang sangat penting dalam hidupnya.

Parigi adalah daerah kelahirannya, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Sedangkan Mariama, adalah nama ibunya yang telah membesarkannya setelah ditinggal meninggal oleh ayahnya.

Bicaranya tak jelas. Air liur selalu membasahi mulutnya. Itu adalah Muhammad Rizal alias Pelo. Terlahir dari pasangan Mariama dan Hasanuddin Ndue ini, adalah putera kelahiran Parigi 11 Maret 1984.

Pelo, adalah salah seorang penyandang cacat mental atau tuna grahita. Tapi, di balik itu semua, ia memiliki prestasi luar biasa.

Pelo berhasil menyumbangan medali emas dan perunggu bagi Indonesia pada Olimpiade Tuna Grahita Dunia atau special Olympics World Summer Games XII di Sanghai, 2006 silam. Ia bertanding pada cabang olahraga softball. Ia berhasil menyisihkan atlet dari Mauritania, Jerman dan Kosta Rika.

Kepada The Jakarta Post, Rabu (21/11) di rumahnya Kelurahan Maesa, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Pelo menceritakan, ia tak peduli dengan cuaca dingin dan angin kencang saat bertanding pada saat itu.

Ia tetap percaya diri, sembari membusungkan dada, ia melambaikan tangannya ke arah penonton dan berteriak “Parigi.....Mariama....Parigi....Mariama....”

“Saya jadi semangat setelah bilang nama Parigi dan mama. Saya tidak takut lagi dan saya menang. Saya dapat medali emas dan perunggu,” kata Pelo yang diterjemahkan oleh ibunya, Mariama.

BUAH KESABARAN SANG BUNDA

Saat Pelo masih berusia 10 tahun, ayahnya Hasanuddin Ndue meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan lalulintas di kapungnya. Saat itulah dengan penuh kesabaran, ibunya membesarkan dan mendidiknya.

Meski mengalami seorang penyandang tuna grahita, tapi Ny. Mariama (41) terus mendidiknya. Dengan penih kesabaran, ibunya mengajari membaca dan menulis. Usahanya itu membuahkan hasil. Dalam waktu yang tak terlalu lama, Pelo pun bisa membaca dan menulis.

“Kadang saya menangis kalau sudah mengajarkannya membaca dan menulis. Tapi saya selalu sabar dan terus berdoa, agar Pelo diberikan kemampuan yang mungkin tidak dimiliki oleh anak lain,” kata Mariama.

Mariama tak kehabisan akal. Ia berpikir bahwa kalau diajarkannya sendiri di rumah, mungkin Pelo tidak bisa sukses. Agar putranya itu berprestasi, ia pun mengirim Pelo ke Panti Sosial Bina Grahita di Palu. Dan hampir seminggu sekali, ibunya berangkat ke Palu untuk memantau perkembangan anak pertamanya dari empat bersaudara itu.

Di situlah kemampuan Pelo diasah. Ia meraih juara pertama pada Pekan Olahraga Penyandang Cacat tingkat Provinsi Sulteng. Kemudian mewakili daerah ini pada Pekan Olahraga Nasional Penyandang Cacat (Pornas) V tahun 2006.

Karena meraih medali emas pada Pornas V itu, akhirnya dipercaya mewakili Indonesia pada Olimpiade Tuna Grahita Dunia atau special Olympics World Summer Games XII di Sanghai, China 2006.

BUPATI BANGGA

Bupati Parigi Moutong, Longky Djanggola bangga dengan prestasi Pelo. Ia pun diberikan penghargaan dan bonus. Bahkan disambut dengan menggelar open house di kediaman bupati.

“Ini menjadi bukti, bahwa janganlah kita menilai seseorang itu cacat. Tapi di balik cacatnya itu, tersimpan rahasia Tuhan yang kita tidak tahu. Buktinya, meski pun cacatr mental, tapi Pelo berhasil membawa nama baik Parigi Moutong dan Indonesia,” kata Bupati Parigi Moutong, Longky Djanggola.

“Ini sebuah prestasi yang sangat membanggakan bagi Parigi Moutong dan Pelo pantas mendapat penghargaan atas semuanya itu,” tambah Longky Djanggola.***

Wednesday, November 21, 2007

Pertumbuhan Ekonomi Sulteng Membaik


Perekonomian Sulawesi Tengah saat ini cenderung mengalami perubahan dibanding sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah melaporkan, pertumbuhan ekonomi Sulteng tahun 2006 mencapai 7,9 persen, meningkat dibanding tahun 2005 yang tercatat sebesar 7,57 persen.

Kepala BPS Sulawesi Tengah, Bambang Suprijanto di Palu, Rabu (21/11), menjelaskan, kondisi tersebut dengan didukung kemampuan ekspor dan penawaran ekonomi dari semua sektor ekonomi, menunjukkan bahwa Sulawesi Tengah telah berada pada fase development.

Menurut Suprijanto, kemampuan ekonomi Sulteng ditinjau dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2006 atas dasar harga berlaku mencapai 19.331.706 juta rupiah, meningkat dibanding tahun 2005 yang hanya 17.089.580 juta rupiah, tahun 2004 hanya 14.659.017 juta rupiah dan tahun 2003 hanya sebesar 13.013.148 juta rupiah.
Tercatat, ada empat sektor yang mendominasi kehidupan perokonomian Sulawesi Tengah, yakni sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa dan sektor industri pengolahan.

Sektor pertanian masih merupakan tumpuan kehidupan perekonomian daerah ini. Tapi, menurut Bambang Suprijanto, peranannya mengalami penurunan dari 45,65 persen tahun 2005 menjadi 45,32 persen pada tahun 2006. "Walau mengalami penurunan, tapi sektor ini masih tetap memberikan andilnya terhadap PDRB Sulteng," katanya.

Kemudian sektor jasa berada pada posisi kedua yang memberikan peranan sebesar 14,74 persen. Angka ini juga mengalami penurunan dibanding tahun 2006 yang berada pada angka 14,84 persen.

Bambang Suprijanto jga menjelaskan, jika dilihat dari PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku, sebagian besar PDRB digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga.
Pada tahun 2006 besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga ditambah lembaga non profit mencapai 12.125.259 juta rupiah atau menyerap sekitar 62,72 persen dari total PDRB Sulawesi Tengah, yakni 19.331.706 juta rupiah.

PDRB KABUPATEN DONGGALA TERBESAR

Kepala BPS Sulteng mengatakan, dari 10 kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah, Kabupaten Donggala merupakan wilayah yang memiliki PDRB terbesar. Nilai PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2006 ini sebesar 3.729.071 juta rupiah atau 19,52 persen.

Di posisi kedua terbesar adalah Kabupaten Parigi Moutong 3.462.071 juta rupiah atau 18,12 persen, dan Kota Palu dengan nilai PDRB sebesar 3.324565 juta rupiah atau 17,40 persen. Sedangkan Kabupaten Tojo Una-Una merupakan wilayah dengan PDRB terkecil, yang hanya 362.679 juta rupiah atau sekitar 2,95 persen.

"Tapi, dari sisi pertumbuhan tahun 2006, seluruh kabupaten dan kota di Sulteng mengalami pertumbuhan positif," kata Bambang Suprijanto.***

Poso Mulai Bangkit


Pagi itu jam masih menunjukkan pukul 08.00 Wita. Tapi panasnya matahari
itu tak ketulungan. Berjalan kaki dari sebuah penginapan di Poso Kota
menuju Pasar Sentral, cukup membuat aku berkeringat.

Lulintas di pagi yang cerah itu sangat ramai. Aktivitas warga di depan
Pasar Sentral Poso Kota pun begitu ramainya. Warung-warung makan yang
berderet rapi di seberang jalan depan pasar yang pernah diledakan bom
itu juga tampak ramai.

Satu dua mobil mikrolet warna kuning terlihat menurunkan penumpang dan
barang dagangan mereka. Pemandangan lain, terlihat begitu jelas satu
dua anak berseragam putih abu-abu (yang mungkin baru berangkat sekolah)
berjalan kaki di sela-sela mobil mikrolet yang sedang parkir menunggu
penumpang.

Dari sudut yang berbeda, anggota Polri di markasnya yang hanya berjarak
sekitar 10 meter dari pasar Sentral Poso, keluar masuk melalui pintu
gerbang. Terlihat pula ada sekitar enam polisi berpangkat brigadir dan
seorang perwira berpangkat Ajun Komisaris, setia di pos penjagaan pintu
masuk Polres.

Sekitar 20 meter dari Polres ke arah Selatan, ada sekitar 15 orang
dewasa sedang duduk di sebuah bangku panjang di depan sebuah hotel, yang
juga menjadi agen sebuah mobil bus jurusan Poso-Palu. Ya...mereka sedang
menunggu keberangkatan mobil bus itu menuju Palu. Sangat ramai situasi
di pagi yang cerah itu.

"Kita mau ke Palu. Mungkin mobilnya berangkat jam 10. Sekarang lagi
jemput penumpang lain," kata M. Sunusi (34), salah seorang calon penumpang
bus itu.

Suasana itu sangat kontras dengan tahun 2006 lalu. Dimana pada saat
itu, suasana memang ramai, tapi ketakutan masih tetap menyelimuti warga
Poso. Ketakutan, karena masih ada sekelompok warga sipil, yang menebar
teror dan kekerasan di wilayah itu. Wajah-wajah penuh curiga pun masih
terpancar jelas dari raut mereka.

"Itu suasana dulu. Sekarang sudah mulai membaik. Warga sudah berbaur.
Kesenian tradisional yang sempat tak lagi punya tempat di Poso Kota,
sudah bisa mendapatkan ruang lagi," kata Amir Kiat, juru bicara Pemerintah
Kabupaten Poso, kepada The Jakarta Post, Minggu (18/11) lalu.


PERKEMBANGAN EKONOMI, BUKTI GELIAT POSO

Denyut ekonomi di Kabupaten Poso mulai menggeliat lagi. Ekonomi masyarakat terus brkembang. Itu dapat dilihat dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Poso yang setiap tahun mengalami peningkatan.

Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah melaporkan, PDRB per kapita Kabupaten Poso, tahun 2006 meningkat tajam, yakni sebesar Rp7.017.531. Dibanding tahun 2005 yang hanya Rp6.858.674 dan tahun 2004 tercatat sebesar Rp6.018.140.

BPS Sulteng juga melaporkan, PDRB Poso berdasarkan harga konstan (pertumbuhan ekonomi) juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan sejak tahun 2002 silam.

PDRB Poso berdasarkan harga konstan tahun 2006 sebesar 7,86 persen. Dibanding tahun 2005 hanya 7,59 persen, 5,64 persen pada tahun 2004 dan 4,47 persen tahun 2003. Padahal, di tahun 2002, PDRB Poso berdasarkan harga konstan itu hanya 1,73 persen.

"Ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi Poso pasca konflik mulai menggeliat. Dan itu berarti pula bahwa situasi ekonomi sudah mulai membaik," kata Syaiful Rahman, Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Sulteng.

Berdasarkan pengertiannya, pendapaan regional merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur keberhasilan pembangunan di suatu daerah, struktur perekonomian, pendapatan per kapita maupun pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

FDP, GELIAT WISATA YANG HILANG

Poso, dulunya dikenal sebagai Surga bagi Sulawesi Tengah. Pasalnya, selain karena sebagai daerah wisata terbaik di Sulteng, juga karena kehidupan malamnya dan pola pergaulan masyarakatnya. Jika orang Jakarta memilih libur akhir pekan ke puncak Bogor dan Bandung, maka orang Sulawesi Tengah memilih Poso untuk mengisi liburan akhir pekannya. Tapi, semua itu sirna karena daerah itu dilanda konflik berdarah sejak tahun 1998 silam.

Kini, konflik telah berakhir. Masyarakat sudah bisa berbaur kembali. Geliat wisata pun kembali terlihat. Bangkitnya pariwisata Poso itu, diawali dengan digelarnya Festival Budaya Poso (FBP) yang sudah dilaksanakan sejak tanggal 13 hingga 16 November 2007 lalu.

Bupati Poso, Piet Inkiriwang, mengatakan FBP itu sebagai pra-kondisi dilaksanakannya Festival Danau Poso (FDP) yang sudah menjadi agenda nasional sepanjang tahun.

FDP itu sendiri terakhir dilaksanakan tahun 2007. Setelah konflik melanda Poso tahun 1998, FDP pun tidak lagi dilaksanakan. Bahkan, cottage yang dulunya begitu indah di tepian Danau Poso di Tentena, Kecamatan Pamona Utara, berubah menjadi tempat penampungan pengungsi.

"Tapi, sekarang kita sudah perbaiki, kita sudah tata lagi untuk persiapan pelaksanaan Festival Danau Poso tanggal 6 Desember 2007 mendatang," kata Bupati Piet Inkiriwang.

Bupati Piet Inkiriwang mengatakan, festival itu merupakan langkah awal mengantar daerah bekas konflik itu menuju kemajuan yang positif. Diharapkan, beragamnya adat dan budaya di Kabupaten Poso, akan menjadi cerminan kokohnya rasa persatuan dan kesatuan masyarakat Poso.

Selain sebagai ajang festival, acara ini juga sebagai wujud nyata rekonsiliasi di tanah Sintuwu Maroso dan promosi kepada dunia luar bahwa Poso tidak lagi menakutkan. Itu dibuktikan dengan digelar Festival Budaya Poso lalu, dimana ribuan warga Poso (muslim dam Kristen) tumplek di Lapangan Sintuwu Maroso, Poso Kota untuk menghadiri acara itu.

Tidak hanya warga Poso dari 15 kecamatan yang hadir menampilkan dan memamerkan kesenian tradisionalnya dan pakaian adat mereka, tapi warga pendatang seperti Bali, Jawa, Lombok, Bugis, Makassar dan Gorontalo pun ikut hadir dengan pakaian tradisional asal daerahnya. "Itu membuktikan bahwa telah tercipta rekonsiliasi di Poso. Orang tidak lagi membeda-bedakan suku dan ras masing-masing," jelas Piet Inkiriwang.

Tidak hanya itu, ada kesenian tradisional seperti Tari Dero (tari pergaulan), yang pernah dilarang di Poso Kota, karena bertentangan dengan ajaran Islam, pada Festival Budaya Poso, sempat pula digelar dan mendapat respon positif warga setempat dan tidak ada lagi yang mengganggu.

"Sekali lagi, itu menjadi bukti kalau kita sudah mulai bangkit," terang Bupati Piet Inkiriwang.

Padahal, dulu ketika Poso masih membara, setiap kali ada acara Tari Dero, pasti ada teror. Teror itu tidak hanya dengan lemparan batu, tapi juga diledakan bom di tempat acara itu samai merenggut nyawa peserta tari. Sekarang, justru masyarakat sendiri yang menjaga situasi itu.

LANTODAGO, OPERASI KEAMANAN YANG BELUM BERAKHIR

Terlepas dari itu semua, operasi keamanan di Poso belum juga berakhir. Operasi keamanan itu bernama sandi Operasi Lantodago II yang dimulai sejak Oktober dan akan berakhir pada Desember 2007 nanti. Pasukan Brimob yang di BKO dari Mabes Polri, masih ikut terlibat dalam operasi itu.

Menurut Juru Bicara Polda Sulawesi Tengah, Ajun Komisaris Besar Polisi Heddy, tercatat masih ada sekitar dua satuan setingkat kompi atau lebih dari 200 personel.

Apakah masih akan diperpanjang operasi itu? Kapolda Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Badrodin Haiti, di Palu, Rabu (21/11) siang, mengatakan tidak ada rencana untuk diperpanjangnya Operasi Lantodago itu hingga tahap ketiga.

"Situasi sudah membaik. Dengan begitu, besar kemungkinan Operasi Lantodago tidak akan diperpanjang lagi," tegas Kapolda Sulteng.

Meski operasi Lantodago sudah akan berakhir dan kemungkinan tidak diperpanjang lagi, tapi menurut Kapolda Sulteng, operasi kewilayahan dibaah kendali Polda Sulteng akan terus dilaksanakan. Tapi, operasi kewilayahan itu tidak lagi dengan menambah pasukan dari luar, tapi cukup dengan pasukan organik yang bertugas di Poso dan juga anggota Brimob Polda Sulteng.

Kapolda menjelaskan, di penghujung operasi Lantodago itu, pihaknya berhasil mengamankan sedikitnya 67 cashing bom rakitan dan supucuk senjata api rakitan. Benda berbahaya itu ditemukan di Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Poso Pesisir Utara pada Sabtu (17/11) lalu. Tapi, tidak diketahui pemiliknya dan polisi masih terus memburu pemilik tersebut.

Puluhan cashing bahan peledak dan senjata api rakitan ini ditemukan secara kebetulan oleh salah seorang warga Kelurahan Tegalrejo yang melintas di perkebunan kakao, dan menemukannya di bawah tumpukan genteng bekas. Menurut Kapolda, kemungkinan sengaja diletakkan di tempat agar mudah dilihat untuk segera diamankan.

Melihat benda berbahaya ini, warga tadi langsung menghubungi aparat kepolisian Resort Poso. Usai menerima laporan, tim Gegana pun langsung menuju lokasi dan mengamankan benda berbahaya ini. Setelah diidentifikasi ternyata ada enam puluh tujuh cashing bom dan satu pucuk senjata api rakitan. Selanjutnya dimasukkan ke karung dan dibawa masuk ke mobil patroli.

Tim gegana sempat melakukan penyisiran di sekitar lokasi untuk mencari kemungkinan masih adanya sisa bahan peledak dan barang berbahaya lainnya. Namun setelah disisir selama setengah jam ternyata tidak ditemukan.

Kapolda mengakui, ditemukannya cashing dan senjata rakitan itu, tidak menjadi indikasi tidak amannya situasi di Poso saat ini. Situasi sudah begitu membaik, masyarakat sudah bisa hidup berbaur dan tidak ada lagi ketakutan seta saling curiga. Meski begitu, Kapolda berharap agar warga Poso tetap memantau setiap pergerakan orang-orang luar yang mencurigakan saat masuk ke Poso. "Jadilah polisi bagi diri sendiri," begitu pesan Kapolda kepada warga Poso. ***

Thursday, November 15, 2007

Kita Hidup Butuh Lobang

Sungguh, kita hidup membutuhkan lobang. Mungkin ini kalimat yang tepat, untuk membicarakan soal kebutuhan akan lobang itu. Mau bukti....???


Saat kita lahir, keluarnya dari lobang (kecuali yang operasi cesar). Kita makan, juga masuknya melalui lobang (mulut). Kita pipis, juga keluarnya dari lobang (meskipun kecil). Kita pup, juga keluarnya dari lobang. Jika kita adalah laki-laki, maka kita akan memasukan sesuatu ke lobang ketika sudah menikah (ada juga yang belum menikah, tapi sudah memasukan tongkatnya ke lobang).

Semua itu, pasti terasa nikmat. Kecuali melahirkan dari lobang yang menurut kaum perempuan, sakit rasanya. Tapi yang lainnya, mulai dari pipis, pup, makan, minum, dan saat menikah, semuanya nikmat---ajiiiib.

Saya tak bisa membayangkan, jika kita hidup tanpa lobang. Dari mana kita pipis, dari mana kita pup, lewat mana kita lahir, lewat mana kita makan dan minum. Oleh karena itu, selalulah mencari lobang dan jangan salah memilih lobang. Hati-hati pula jangan sampai kita terperosok ke dalam lobang. Hidup lobang.....***

Ditemukan Granat Aktif di Depan BRI Palu


Dengan langkah gontai, seorang ibu paroh baya bernama Ny. Elia (55 tahun), meninggalkan bank BRI Cabang Palu di Jalan KH. Ahmad Dahlan. Di depan bank, ia melihat sebuah benda yang terbungkus lakban warna coklat. Ibu rumah tangga yang sedang menggendong cucunya ini, kemudian memungut benda tersebut.

"Saya pikir itu benda berharga orang yang tercecer. Jadi saya pun ambil untuk melihatnya," kata Ny Elia kepada wartawan, Kamis (15/11) di lokasi kejadian. Sambil menggendong cucunya yang bernama Revan (2 tahun), pensiunan PNS itu tampak tenang.

Pada saat ia sedang melihat benda-benda tersebut, saudaranya yang bernama Ny. Rohani (50) menegurnya dengan mengatakan, agar menaruh kembali benda tersebut, karena jangan sampai itu adalah bom. Kaget mendengar anjuran saudaranya, Ny. Elia pun menaruh kembali benda tersebut dengan perlahan.

Seorang pengendara sepeda motor melintas di depan Ny. Elia dan bertanya soal benda tersbut. Ibu yang berasal dari Desa Kotapulu, Kecamatan Dolo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah itu pun mengatakan bahwa mungkin bom.

Pada saat bersamaan, melintas pula seorang anggota polisi dengan menggunakan sepeda motor. Ny. Elia pun melaporkan kepada anggota polisi tersebut. "Pak, tolong dilihat ini, mungkin ada bom, karena ada kabel dan sumbunya pak," kata Ny. Elia.

Seorang anggota polisi itu kemudian melaporkannya ke Markas Polresta Palu yang berjarak hanya sekitar 50 meter dari Bank BRI Palu. Pihak polisi kemudian datang dan memasang police line. Setelah ditemukan pada pukul 10.10 Wita, sekitar 35 menit kemudian, tim Penjinak Bom Gegana Polda Sulteng datang ke lokasi dan menjinakkan benda yang diduga bom tersebut.

Begitu diteliti, disimpulkan bahwa benda yang diduga bom rakitan itu, ternyata adalah granat asli dan aktif. Hanya saja, pen granatnya sudah dilepas, lalu dipasangi sumbu, kabel dan baterai dan dililit lakban warna coklat, untuk memudahkan dihubungkan dengan remot kontrol.

Granat buatan Korea yang mirip dengan miliknya salah satu angkatan di TNI itu, kemudian dibawa ke sebuah lapangan yang berjarak sekitar 50 meter dari lokasi temuan, untuk selanjutnya diledakkan.

Kapolresta Palu, Ajun Komisaris Besar Polisi Sunarto, yang dikonfirmasi wartawan membenarkan kalau benda tersebut adalah granat asli dan masih aktif. "Iya betul, itu granat asli dan masih aktif," kata Kapolresta Sunarto.

Kapolresta mengatakan, kemungkinan granat tersebut diletakkan pada waktu subuh, di saat lampu listrik sedang padam, sehingga tidak ada yang mengetahuinya. Pihaknya juga menduga, pihak peneror itu merencanakan akan meledakkannya saat situasi di bank tersebut sudah ramiai oleh nasabah.

"Tapi itu masih dugaan sementara saja. Semuanya baru bisa jelas, kalau kita sudah berhasil menangkap pelakunya," jelas Kapolresta.

Menurut AKBP Sunarto, pihaknya akan menyelidiki dan mengejar pelaku teror tersebut. Polisi juga sudah memeriksa Ny. Elia, orang yang pertama kali menemukan granat tersebut, termasuk Ny. Rohani. Polisi juga sedang mencari pengendara sepeda motor yang menegur Ny Elia pertama kali itu, pun halnya anggota polisi yang melintas dengan sepeda motor tersebut.

KEADAAN LOKASI TEMUAN GRANAT

Lokasi ditemukannya granat itu, terletak di atas troatar depan kantor pusat BRI Cabang Palu di Jalan KH AHmad Dahlan. Bank tersebut, berhadapan langsung dengan kantor DPRD Kota Palu, kantor Telkom, yang hanya dibatasi oleh Jalan Mohommad Hatta.

Di bagian kanan bank tersebut adalah koperasi Telkom dan rumah warga. Sedangkan di samping kantor DPRD Kota Palu sendiri, adalah tempat penitipan anak dan kantor Perlindungan Masyarakat. Depan DPRD Kota Palu, juga terdapat kantor Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan lapangan tenes. Sekitar 50 meter dari BRI adalah Markas Kepolisian Resort Kota Palu.

Sekitar 30 meter arah selatan BRI Cabang Palu, adalah kantor Bank Mandiri dan Bank Danamon. Kemudian, sekitar 100 meter adalah markas Polisi Militer Palu. 30 meter utara BRI, adalah Puskesmas Singgani dan asrama Korem 132 Tadulako. 50 meter bagian utara, adalah markas Korem 132/Tadulako Sulawesi Tengah.***


Wednesday, November 14, 2007

Tenun Donggala, Asset Donggala yang Dipelihara


Mungkin, selama ini orang hanya mengenal kain tenmun songket dari Sumatera. Padahal, di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pun ada sarung tenun yang sangat terkenal. Namanya Buya Sabe atau Sarung Tenun Donggala. Buya Sabe ini, tidak hanya sekadar ditenun secara tradisional, tapi juga sudah ada yang modern melalui pabrik yang dipesan secara khusus. Sayangnya, kalau untuk pabrik hanya bisa dipesan di Jawa.

Kain tenun Donggala dikenal bukan saja sebagai kerajinan tangan tradisional kaum perempuan di Donggala, tetapi tenun donggala memiliki ciri khas Donggala yang mengandung nilai seni dan budaya. Di Desa Towale, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, pembuatan tenun Donggala, sudah menjadi kegiatan rutinitas kaum ibu.

Telah menjadi pekerjaan utama bagi perempuan remaja hingga ibu-ibu paroh baya. Tidak heran, setiap rumah memiliki minimal satu alat tenun sarung Donggala tradisional. Bahkan, satu rumah ada yang memiliki hingga tiga unit peralatan itu. Bagi pengrajin tenun Donggala di Towale, mereka mengaku mahir membuat tenun dari orang tua mereka secara turun temurun.

Pembuatan tenun Donggala, hampir sama dengan pembuatan tenun-tenun yang ada di daerah lain. Baik dari proses pewarnaan benang hingga penenunan. Menariknya, di Desa Towale, para penenun sarung Donggala, jumlahnya mencapai 300 orang.

Proses pembuatan tenun Donggala, tergantung corak tenun. Di Kabupaten Donggala tehnik pembuatan dan corak kainnya ada enam jenis kain Donggala. Antara lain, kain palekat garusu, buya bomba, buya sabe, kombinasi bomba dan sube. Dari sekian corak tersebut, buya bomba yang paling sulit, hingga membutuhkan waktu pengerjaan satu hingga dua bulan. Berbeda dengan corak lainnya yang hanya membutuhkan waktu satu hingga dua minggu saja.

“Untuk Buya Bomba, kami mengerjakannya dengan sangat hati-hati. Karena corak yang akan dihasilkan sangat banyak. Biasanya pembuatannya sampai dua minggu,” kata Dayama, salah seorang penenun.

Keunikan serta memiliki ciri khas menarik, menjadi salah satu daya tarik bagi pembeli tenun. Tidak heran, tenun Donggala banyak diminati orang hingga ke pelosok nusantara.

Pemerintah Kabupaten Donggala, dalam melestarikan tenun Donggala, melakukan pengumpulan seluruh pengrajin tenun donggala tradisional yang ada di Kabupaten Donggala. Bahkan, untuk mengatur dan melestarikan tenun Donggala, pemerintah Kabupaten Donggala menerbitkan peraturan daerah tentang tenun Donggala.

“Perda itu untuk menjaga agar tenun Donggala itu bisa lestari dan tidak diduplikasi oleh pihak lain. Istilahnya itu sebagai hak paten Donggala,’’ jelas Habir Ponulele, Bupati Donggala.

Di Kabupaten Donggala, pengrajin tradisional tenun Donggala, terdapat di tiga kecamatan. Yakni Kecamatan Banawa, Kecamatan Tavaili dan di wilayah pantai barat.

Pemakaian tenun Donggala, saat ini banyak digunakan pada cara-cara tertentu. Seperti pakain pesta untuk orang tua, untuk menjamu tamu dari luar, serta pakain untuk acara kedukaan. Bahkan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, telah mengeluarkan aturan bagi PNS untuk berseragam tenun Donggala pada setiap akhir pekan di kantor.

Untuk harga, tenun Donggala tergantung coraknya. Harga termurah mencapai Rp. 300 ribu dan paling mahal seharga Rp.650 ribu.

Poso Menggeliat Lagi

Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, kini menggeliat lagi. Itu dibuktikan dengan digelarnya Festival Budaya Poso, yang berlangsung mulai Selasa 13 hingga 15 November 2007. Festival itu diikuti oleh 15 kecamatan di Kabupaten Poso. Inisiatif digelarnya festival budaya ini, untuk menunjukkan kepada dunia internasional, bahwa Poso kini sudah sangat aman untuk dikunjungi oleh wisatawan.

Alasan lainnya, masuknya budaya dari luar membuat warga Poso mulai melupakan tradisi daerah. Sejak konflik yang memporak-porandakan tata kehidupan masyarakat setempat, sudah sangat jarang terdengar musik tradisional Poso, yang menggunakan alat musik tradisional. Setiap kegiatan seni tari sudah diiringi dengan musik moderen yang mudah dimainkan iramanya.

"Kegiatan ini bertujuan mempererat persatuan, memupuk kebersamaan dalam satu kesatuan, serta menumbuhkankembangkan rasa kecintaan nilai-nilai budaya yang dimiliki," kata panitia penyelenggara.

Tidak hanya itu, tujuan festival itu juga untuk mewujudkan ketahanan budaya dan citra pariwisata, guna menunjang ekonomi kerakyatan di Kabupaten Poso.

Festival Budaya Daerah Poso ini mengategorikan kegiatan lomba Musik Bambu, Moende, penyajian makanan khas daerah, pemilihan putra-putri kebudayaan pariwisata, gasing, moloko dan pameran produk/souvenir khas daerah.

Selain kegiatan lomba juga ada kegiatan yang tidak dilombakan. Ada kegiatan tari daerah, musik tradisi dan busana daerah, yang hanya ditontonkan kepada publik melalui pawai.

Ada yang menarik dari kegiatan ini, dimana panitia akan mengadakan dialog budaya dan pariwisata. Dari 15 kecamatan diharapkan menyiapkan dialog kebudayaan sesuai keadaan daerah masing-masing, serta dapat memberikan saran dan pendapat tentang keadaan seni budaya dan pariwisata Kabupaten Poso secara umum. Tema dialog ini adalah Konsep dasar kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Poso dalam motto Sintuwu Maroso.

Suatu ide yang cemerlang yang disiapkan oleh panitia, supaya kegiatan dialog ini dapat menumbuhkan rasa memiliki budaya daerah terutama kaum muda di Poso.

Untuk kegiatan pemilihan putra-putri kebudayaan pariwisata dan tari daerah yang memenangkan perlombaan itu, akan mewakili Kabupaten Poso di acara Festival Danau Poso 2008.

Semoga saja dengan dengan kegiatan budaya daerah ini, kita tetap menjaga pelestarian budaya daearah poso.

Tragedi Bom Poso Diperingati


Mengenang tragedi ledakan bom di Pasar Sentral Poso Kabupaten Poso 13 November 2004 silam, sekitar seratus warga kelurahan sepe memperingatinya secara khusus. Peringatan insiden yang menewaskan enam warga ini dihadiri beberapa korban yang selamat

Peringatan tiga tahun terjadinya ledakan bom di Pasar Sentral Poso ini digelar secara khusus di balai Kantor Kelurahan Sepe, Kecamatan Lage. Selain keluarga korban, hadir pula tokoh masyarakat, tokoh agama serta beberapa korban bom yang selamat.

Yahya Aling, salah seorang korban yang selamat, menuturkan hingga kini ia masih trauma dengan peristiwa yang nyaris merenggut nyawanya itu. Namun ia juga tabah menerima cobaan dimana kedua kakinya terpaksa diamputasi akibat terkena ledakan bom.

Usai peringatan yang berlangsung selama dua jam ini, acara dirangkaikan dengan tabur bunga di makam para korban tewas akibat ledakan bom di pekuburan Sepe. Isak tangis mengiringi warga yang berjalan kaki sejauh dua ratus meter menuju pekuburan.

Teluk Tomini di Ambang Kehancuran


Teluk Tomini salah satu teluk yang terbesar di Indonesia. Teluk ini menjadi bagian wilayah dari 13 kabupaten yang meliputi Provinsi Sulawesi Tengah dan Gorontalo.

Di tengah-tengah Teluk Tomini ini, terdapat 56 rangkaian pulau-pulau yang dikenal dengan Kepulauan Togean yang panjangnya membentang hingga 90 kilometer. Enam pulau di antaranya termasuk yang kategori besar, yaitu Pulau Una-Una, Batulada, Togean dan Talatakoh, Waleakodi dan Waleabahi.

Selebihnya adalah pulau-pulau kecil yang indah. Di pulau-pulau kecil itu, menjadi kawasan wisata yang setiap saat ramai dikunjungi wisatawan asing dari Eropa. Pulau-pulau ini yang mengelilingi enam pulau besar tersebut.

Dalam pembagian kawasan keanekaragaman hayati, kawasan ini berada di zona Wallacea, yang dalam sejarahnya merupakan kawasan terpisah dari Benua Asia maupun Australia. Nama Wallacea sendiri, diambil dari nama peneliti dan naturalis Ingris yang menjelajahi kawasan timur Indonesia (1854-1862), Alfred Russel Wallace.

Di teluk ini, terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya, dan seakan menjadi surga bagi para penyelam. Selain karena terumbu karangnya yang indah, berbagai jenis ikan juga hidup di sini.

Melihat besarnya potensi itu, tahun 2003 silam, ketika Megawati Soekarnoputri masih menjabat Presiden RI, telah dicanangkan teluk tersebut sebagu Pintu Gerbang Mina Bahari.

Bupati Parigi Moutong, Longky Djanggola kepada Berita Palu, Kamis (8/11) siang, mengatakan, harapan dicanangkannya Gerbang Mina Bahari itu, bahwa dengan potensi perikanan dan kelautan di dalamnya dapat menambah devisa negara, sekaligus dapat membukalapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

Sayangnya, laporan dari Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS), menunjukkan fakta miris bagi teluk itu. BKPRS menilai, beberapa teluk di wilayah Sulawesi, termasuk Teluk Tomini, mengalami kerusakan akibat kurang serasinya pembangunan kawasan darat dan laut.

Kerusakan ekosistem yang parah misalnya, meliputi kehancuran terumbu karang, hutan bakau, serta diperparah dengan kerusakan sejumlah daerah aliran sungai yang bermuara ke Teluk Tomini.

Kerusakan itu dapat disaksikan di Taman Nasional Kepulauan Togean yang terletak di Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah.

Data Badan Perencaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat, menunjukkan bahwa kurun tahun 2001-2007, kerusakan terumbu karang mencapai 8,7 persen, padang lamun 4,6 persen dan mangrove berkurang hingga 5,11 persen.

Sedangkan luas keseluruhan Kepulauan Togean mencapai sekitar 411.373 ha, dan luas Kabupaten Tojo Una-Una yang berhadapan langsung dengan Togean, sekitar sekitar 5.721,15 km bujur sangkar. Di kawasan inilah yang paling banyak mengalami kerusakan.

Bupati Tojo Una-Una Damsik Ladjalani mengatakan, kerusakan itu diakibatkan adanya illegal fishing yang dilakukan warga sekitar. "Termasuk juga adanya pembuangan sampah ke laut," kata Damsik Ladjalani.

Padahal,UNESCO telah menetapkan Teluk Tomini sebagai salah satu kekayaan dunia yang patut dilindungi. Pasalnya, di teluk ini menyimpan potensi laut yang sangat menjanjikan.

Pemerintah provinsi Sulawesi Tengah melaporkan, potensi sumberdaya ikan di perairan tersebut, mencapai sekitar 330.000 ton per tahun. Yang dapat dikelola secara lestari sekitar 214.000 ton per tahun.

Sedangkan jenis ikan yang banyak dicari adalah jenis ikan pelagis besar dan ikan tuna sekitar 10.000 ton per tahun, ikan cakalang 14.000 ton per tahun. Juga terdapat jenis ikan seperti tongkol, sunu, baronang, kakap laut. Dan hasil laut lainnya seperti biji mutiara, teripang, udang dan rumput laut.

Dikhawatirkan, kerusakan di Teluk Tomini dan pulau-pulau yang mengitarinya kelak makin parah. Sehingga kebanggan menjadikan kawasan ini sebagai sokoguru kehidupan masyarakat setempat, tidak dapat tercapai.***


Tuesday, November 13, 2007

Palu Sebagai Pusat Industri Rotan

Pemerintah Kota Palu bertekad menjadikan kota ini sebagai pusat industri dan sentra rotan nasional, karena pasokan rotan Kota Palu mencapai 50-60 persen atau sekitar 50.000 sampai 60.000 ton untuk stok rotan nasional.

Sedangkan 80 persen kebutuhan bahan baku rotan dunia, berasal dari Indonesia. Negara-negara yang membutuhkan bahan baku rotan pun mencapai berbagai belahan dunia baik Eropa, Amerika, ASEAN hingga Timur Tengah.

"Ini potensi pasar yang cukup menjanjikan," kata Walikota Palu, Rusdy Mastura, kepada ochansangadji, (12/11).

Lantaran itulah, kata Walikota Palu, pihaknya menangkap peluang itu dengan menjadikan kota ini sebagai pusat industri dan sentra rotan nasional, karena 50-60 persen bahan baku rotan nasional ada di Sulawesi Tengah.

Data Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Perindagkop) Kota Palu, menyebutkan Sulawesi Tengah memiliki jenis rotan yang khas (endemik) seperti jenis lambang, barang, tohiti noko dan berbagai jenis lainnya yang diperkirakan berjumlah 12 jenis.

Itu semua, menurut Walikota Palu, karena kondisi alam Sulawesi Tengah yang umumnya merupakan tanah berkapur sehingga banyak mengandung silika. Kandungan ini diperkirakan memiliki pengaruh bagi kelenturan dan daya tahan rotan.

"Maka jangan heran kalau hanya di Sulteng yang memiliki jenis rotan endemik yang harganya sangat mahal," katanya.

Untuk mewujudkannya, Pemerintah Kota Palu telah membuka Sekolah Kriya Rotan yang saat ini masih menjadi salah satu jurusan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 5 Palu, dan memberangkan lima tenaga pengajarnya untuk magang di Cirebon, Jawa Barat.

BANGUN UPT BERDAYAKAN HOME INDUSTRI

Pemerintah Kota Palu juga telah melakukan sinergitas dengan seluruh stakeholder, untuk mendirikan sebuah Unit Pelaksana Teknis (UPT) rotan Kota Palu.

Fokus pengembangan UPT rotan tersebut, kata Rusdy Mastura, adalah memberikan fasilitas peralatan mesin pengelola rotan, pemasaran, pendidikan dan pelatihan.
Untuk peralatan dan mesin Pemerintah Kota Palu telah mengalokasikan pembangunan dua pabrik dan gudang sebagai fasilitas penunjang untuk menuju perbaikan umum dan pengolahan rotan Sulawesi Tengah.

Kepala Bidang Perencanaan Dinas Perindagkop Kota Palu, M. Fatih, mengatakan, kehadiran UPT Rotan ini, akan mengarahkan usaha pada industri barang jadi berbasis home industri (industri rumah tangga).

Menurut M. Fatih, kemajuan Cirebon, Jawa Barat sebagai basis industri rotan karena tetap berdasarkan pemberdayaan rumah tangga. "Makanya, UPT Rotan ini kita arahkan pada pengembangan home industri itu," ujarnya.

Sedangkan untuk pengembangan dan perbaikan mutu barang jadi, UPT Rotan Kota Palu sedang memfokuskan pada perbaikan sumber daya manusia yang akan menjadi pelaku dunia usaha rotan.

Perbaikan sumber daya manusia itu, sesuai arah kebijakan pemerintah Kota Palu 2006-2007, dilaksanakan pelatihan berdasarkan kensentrasi berbagai bidang, baik pengawetan rotan, anyaman rotan, rangka desain hingga Finishing.

“Untuk melaksanakan itu, kami telah menjalin kerjasama dengan pihak Cirebon untuk mendatangkan tenaga pelatih. Semua itu kita maksudkan agar mutu barang jadi lebih berkualitas," tegas Rusdy Mastura.

Harapan besar bagi Pemerintah Kota Palu, kelak UPT rotan akan memaksimalkan perannya untuk menjadi unit pelayanan bagi masyarakat pengolah rotan.

"UPT menjadi milik masyarakat Industri rotan, selain mereka mencari produk dan sekaligus arah pengembangan rotan, UPT rotan juga bisa dijadikan tempat berbagi pengetahuan bagi kemajuan bersama ekonomi rakyat Kota Palu, bahkan Sulawesi Tengah," tandas Rusdy Mastura yang dikenal dengan sebutan Walikota nyentrik itu.

Thursday, November 01, 2007

pesta Blogger 2007: Diskusi Belum Juga Usai


Pembicaraan soal Pesta Blogger 2007, ternyata belum juga usai. Ucapan selamat dari mana-mana berdatangan, baik lewat milling list maupun yang diposting di buku tamu blog ini. Ucapan selamat itu karena aku dan Miswar menerima hadiah dari XL berupa tiket pulang Palu.

Sejujurnya, memang hadiah itu di luar dari rencana dan keinginan aku dan Miswar. Bagi kami, hadiah itu ibarat durian runtuh. ucapan selamat itu pertama kali datang dari Ketua DPRD Kota Palu, Mulhanan Tombolotutu yang juga seorang blogger (Palu Blogger Community).

Tapi, berikut ini aku kutip pernyataan seorang anggota milling list, Azmi Sirajuddin namanya, tentang keberadaan Palu Blogger Community. Pernyataan ini, ku anggap bisa menjadi masukan bagi kita, semua blogger Indonesia.

Dia mengatakan: "Yang penting dari itu semua adalah , bagaimana teman-teman "yang mengaku blogger" tersebut, dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan media komunikasi alternatif terhadap masyarakat.

Soal menang dalam kontes-kontesan "blogger" dan semacamnya, itu urusan kedua. Bagaimana "para blogger" kota Palu bisa menciptakan pesan-pesan perdamaian kepada seluruh masyarakat Palu, melalui media blog yang mereka geluti dan kembangkan.

Jadi, "para blogger" Kota Palu, terus berkarya untuk bangsa dan negara.

Salam takzim,

Azmi

Yah, ini masukan penting untuk kita berkarya ke depan. Memang, kita diharapkan menjadi salah satu media alternatif, di tengah-tengah "ketidakpercayaan" publik terhadap media mainstream. Soal kemudian adalah, mampukah kita menjadi pihak terpenting dalam menyampaikan informasi bagi publik itu...??? Mungkinkah postingan-postingan kita, dapat mempengaruhi kebijakan negara ini....??? ***