Ribuan hektar areal perkebunan kakao milik warga di Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali, rusak terendam banjir akibat luapan Sungai La’a.
Sekretaris Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) Kabupaten Morowali, Darmansyah mengatakan, selain areal perkebunan kakao, air juga menggenangi sekitar 526 hektar areal persawahan, 161 hektar tambak dan 163 hektar kebun palawija. “Banjir sudah meluas ke 13 desa di kecamatan itu,” katanya.
Dia menyebutkan, banjir yang terjadi kurun sepekan terakhir ini juga menggenangi satu gedung SD dan gedung sekolah Taman Kanak-kanak (TK), sembilan unit tempat ibadah, puskesmas, gedung balai desa dan 21 buah jembatan. “Kami baru menerima laporan dari Petasia, sudah 13 desa terendam air dan sebanyak 1.313 kepala keluarga atau 4.682 jiwa penduduk sudah diungsikan,” ujarnya.
Dia menyebutkan, dengan bertambahnya desa yang tergenang luapan sungai La’a tersebut kerugian akibat bencana banjir diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Namun sampai saat ini tim Pemkab Morowali yang berada di lokasi bencana terus melakukan pendataan terhadap jumlah kerusakan yang terjadi akibat banjir itu.
“Sampai saat ini kami belum bisa menghitung secara pasti jumlah kerugian yang diakibatkan banjir kali ini,” ujarnya.
Sebelumnya dilaporkan, banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Morowali telah mengakibatkan kegiatan belajar-mengajar di sejumlah sekolah di daerah itu hingga kini terhenti.
"Ada ratusan siswa SD di Kecamatan Petasia tidak bisa mengikuti proses belajar, karena bangunan sekolah mereka terendam banjir," kata Sutrisno Sembiring, kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sulteng.
Ia menjelaskan ada tiga sekolah yaitu SD Togo Mulya, kelas jauh Korongkana, dan kelas jauh Ulula di Kecamatan Petasia terendam banjir dan tidak bisa digunakan untuk proses belajar-mengajar.
Pemprov Sulteng dan Pemkab Morowali telah menyalurkan bantuan berupa bahan makanan dan obat-obatan bagi para korban banjir di 13 desa di Kecamatan Petasia.
Desa-desa yang terendam banjir berada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS), sehingga ketika terjadi banjir, airnya meluap hingga ke tempat pemukiman warga.
Setiap kali banjir dan airnya meluap, kebanyakan rumah penduduk di 10 desa itu dipastikan terendam karena memang berada di sepanjang DAS Sungai La`a. ***
Monday, March 23, 2009
Kampanye Golkar Makan Korban
AMPANA - Kampanye terbuka Partai Golongan Karya (Golkar) Tojo Una-Una—sekitar 8 jam perjalanan dari Kota Palu--- Minggu (22/3) siang, menelan korban. Seorang siswa kelas satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ampana bernama Acin (15) terjatuh dari truk saat baru mau ke lokasi kampanye di Desa Padang Uloyo, Ampana Tete. Kondisinya kritis.
Informasi yang dikumpulkan menyebutkan, lokasi jatuhnya Acin di Desa Balanggala, Ampana Tete. Dia pergi kampanye pada pukul 12 siang. Acin bersama puluhan kawannya hendak pergi berkampanye memakai mobil truk. Dalam keriuhan meneriakan yel-yel Partai Golkar, Acin tak melihat kalau di depannya ada ranting pohon yang menjulur ke badan jalan. Dan sekejap saja saat mobil-mobil melaju, kepalanya tersambar ranting pohon di atas jalan. Dia lalu jatuh. Darah pun berceceran.
“Dia jatuh dari atas truk yang mereka naiki, karena tersangkut ranting pohon jambu mente yang menjulur ke jalan. Kepalanya pecah dan matanya memar-memar membiru disapu ranting kayu,” kata Muhammad Irsan, Sekretaris Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kabupaten TojoUna Una.
Menurut Muhammad Irsan, kampanye Partai Golkar yang dijadwalkan pukul 14.00 Wita tersebut akan dipusatkan di Desa Padang Uloyo, yang letaknya tak jauh dari Kota Ampana, ibu Kota Kabupaten Tojo Una-Una. Kampanye terbuka Partai Golkar ini dihadiri ribuan massa dari pelbagai penjuru kota di Ampana. Meski hanya dihibur artis lokal, tapi Partai Golkar mampu menguningkan Kota Ampana.
Korban Acin yang merupakan anak pertama dari enam bersaudara kini mendapat perawatan intensif di bagian gawat darurat (ICU) Rumah Sakit Ampana. Hingga kini Acin masih tak sadarkan diri. “Puluhan orang membesuk Acin. Kondisinya gawat, mudah-mudahan dia selamat,” kata Muhammad Irsan.
Irsan menilai Partai Golkar bertanggungjawab atas tragedi ini. Selain, karena Acin masih di bawah umur tak boleh ikut kampanye, juga termasuk perawatan korban. Dia menyebutkan, baru caleg Said Badjeber dari Partai Golkar yang datang membesuk.
Panwas serta KPU setempat, kata Irsan, juga tak bisa lepas tangan. Pasalnya, dalam kampanye terbuka anak-anak di bawah umur tidak diperbolehkan ikut dalam kampanye. “Itu artinya, KPU gagal dalam melakukan sosialisasinya,” ujar Irsan.
Orang tua korban kecewa terhadap Panwas yang tak mampu menertibkan parpol yang melibatkan anak-anak dalam kampanye. Ia juga mengaku pasrah atas kejadian ini. Dia menyebutnya ini mungkin sudah merupakan suratan takdir bagi anaknya. “Saya serahkan semua kepada Tuhan. Saya sudah pasrah,” kata Iswati, ibu Acin. ***
Monday, March 16, 2009
Maestro Dadendate, Terpuruk di Gubuk Kanker
YASAMOMI (52), sang maestro seni Dadendate asal Kabupaten Donggala yang selama bertahun-tahun mengharumkan nama daerah, saat ini menderita sakit kanker payudara.
Hari-harinya dijalani dengan penderitaan di sebuah gubuk reot yang telah ditempatinya selama bertahun-tahun di desa kelahirannya, Taripa, Kecamatan Sindue, sekitar 40 km arah utara Kota Palu. Saban hari sejak beberapa bulan terakhir sang maestro Dadendate yang selalu memerankan permainan kecapi merangkap vokalis itu, lebih banyak berbaring di lantai semen tanpa kasur, melainkan hanya beralaskan tikar tua nan kusam.
Ironisnya, baru setahun lalu, Yasamomi mewakili Kabupaten Donggala tampil pada Pekan Budaya Sulteng di Kabupaten Tolitoli. “Beginilah kondisi kami tanpa daya, tidak memiliki uang untuk berobat sehingga tidak ada masuk ke rumah sakit,” ucap Yasamomi terbata-bata.
Menurut ibu 6 anak dan 11 cucu ini, derita kanker ini sudah beberapa tahun menderanya. Awalnya, ia masih bisa menahannya, namun belakangan ini, istri La Tarompo (53) yang juga pemain Dadendate ini, sudah tak kuasa menyembunyikan penyakit yang dideritanya.
Ketua Dewan Kesenian Sulawesi Tengah (DKST) Hj. Ince Mawar Lasasi yang membesuk Yasamomi akhir pekan lalu,menyatakan rasa keprihatinannya sekaligus sedikit memberi bantuan ala kadarnya.
“Mestinya pada saat seperti inilah seniman yang pernah berjasa pada daerah harus tetap diperhatikan pemerintah. Jangan hanya pada saat diperlukan untuk tampil membawa nama daerah, seniman dicari-cari demi menyelamatkan nama daerah, tapi giliran dia sakit seakan dicampakkan tak ada yang peduli,” ucap Ince Mawar.
Keprihatinan juga disampaikan Muslimah, Kasubdin Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Sulteng. Bersama Ketua DKST, dia menyerukan untuk segera dilakukan penggalangan dana untuk pengobatan Yasamomi.
Kesenian tradisi Dadendate merupakan nyanyian rakyat berbahasa Kaili komunitas Kori dan Rai di Desa Taripa, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala. Dinyanyikan senimannya secara spontanitas dan improvisasi secara puitis diiringi kecapi dan mbasi-mbasi oleh penyairnya.
Dadendate berasal dari kata dade yang berarti lagu dan ndate berarti panjang. Jadi secara harfiah, dadendate adalah lagu (nyanyian) panjang atau dikatakan lagu yang bercerita suatu tema dari awal sampai akhir dalam bentuk berita yang utuh. Sebagai nyanyian pembawa berita, selalu aktual sesuai kontes peristiwa. ***
Hari-harinya dijalani dengan penderitaan di sebuah gubuk reot yang telah ditempatinya selama bertahun-tahun di desa kelahirannya, Taripa, Kecamatan Sindue, sekitar 40 km arah utara Kota Palu. Saban hari sejak beberapa bulan terakhir sang maestro Dadendate yang selalu memerankan permainan kecapi merangkap vokalis itu, lebih banyak berbaring di lantai semen tanpa kasur, melainkan hanya beralaskan tikar tua nan kusam.
Ironisnya, baru setahun lalu, Yasamomi mewakili Kabupaten Donggala tampil pada Pekan Budaya Sulteng di Kabupaten Tolitoli. “Beginilah kondisi kami tanpa daya, tidak memiliki uang untuk berobat sehingga tidak ada masuk ke rumah sakit,” ucap Yasamomi terbata-bata.
Menurut ibu 6 anak dan 11 cucu ini, derita kanker ini sudah beberapa tahun menderanya. Awalnya, ia masih bisa menahannya, namun belakangan ini, istri La Tarompo (53) yang juga pemain Dadendate ini, sudah tak kuasa menyembunyikan penyakit yang dideritanya.
Ketua Dewan Kesenian Sulawesi Tengah (DKST) Hj. Ince Mawar Lasasi yang membesuk Yasamomi akhir pekan lalu,menyatakan rasa keprihatinannya sekaligus sedikit memberi bantuan ala kadarnya.
“Mestinya pada saat seperti inilah seniman yang pernah berjasa pada daerah harus tetap diperhatikan pemerintah. Jangan hanya pada saat diperlukan untuk tampil membawa nama daerah, seniman dicari-cari demi menyelamatkan nama daerah, tapi giliran dia sakit seakan dicampakkan tak ada yang peduli,” ucap Ince Mawar.
Keprihatinan juga disampaikan Muslimah, Kasubdin Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Sulteng. Bersama Ketua DKST, dia menyerukan untuk segera dilakukan penggalangan dana untuk pengobatan Yasamomi.
Kesenian tradisi Dadendate merupakan nyanyian rakyat berbahasa Kaili komunitas Kori dan Rai di Desa Taripa, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala. Dinyanyikan senimannya secara spontanitas dan improvisasi secara puitis diiringi kecapi dan mbasi-mbasi oleh penyairnya.
Dadendate berasal dari kata dade yang berarti lagu dan ndate berarti panjang. Jadi secara harfiah, dadendate adalah lagu (nyanyian) panjang atau dikatakan lagu yang bercerita suatu tema dari awal sampai akhir dalam bentuk berita yang utuh. Sebagai nyanyian pembawa berita, selalu aktual sesuai kontes peristiwa. ***
Mengganti Formalin dengan Asap
PENGGUNAAN formalin sebagai bahan pengawet makanan akhir-akhir ini, membuat banyak kalangan cemas, dan kemudian harus berhati-hati mengonsumsi makanan.
Fenomena ini membuat, Mappiratu, seorang guru besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Tadulako (Untad) mencari solusi untuk meminimalisir penggunaan formalin sebagai pengawet makanan.
Akhir tahun 2008 lalu, pria kelahiran Bira, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan ini, telah merampungkan satu penelitiannya yang diberi judul “Penggunaan Sabut Kepala untuk pembuatan Asap Cair dan Briket”.
Maksudnya, jika saat ini kita mengenal sabut kelapa hanya digunakan untuk kayu bakar dan bahan baku kerajinan, maka melalui tangan terampil Mappiratu, sabut kelapa dapat digunakan menjadi briket yang dapat menggantikan minyak tanah. Sementara asap dari hasil pembakarannya dapat dijadikan bahan pengawet, yang menggantikan formalin.
Dalam penelitiannya itu, profesor yang tinggal di Jalan Tekukur, Perumahan Dosen Untad ini, mendesain sebuah alat dinamakan: Destilator Spironisis.
“Waktu penelitian banyak tersita untuk pembuatan alat. Alhamdulillah ada satu yang bisa menghasilkan kualitas baik,” kata Mappiratu.
Destilator Spironisis ini berbeda dengan yang dibuat oleh para peneliti sebelumnya. Dalam pengerjaannya, digunakan sabut yang dibakar langsung dalam reaktor, dan ditambahkan secara berangsur-angsur, tanpa menggunakan bahan bakar seperti minyak tanah.
“Kalau prosesnya, kita bakar langsung sabut di dalam reaktor, kemudian kita tutup, dan asapnya itu yang dialirkan melalui sebuah selang ke tempat penampungan yakni destilator, dan perlahan-lahan akan menjadi seperti embun, dan menghasilkan cairan. Itulah namanya asap cair,” jelasnya singkat
Arang hasil pembakaran sabut kelapa tersebut digunakan lagi menjadi briket, yang dapat menggantikan penggunaan bahan bakar minyak tanah.
Mappiratu menyebutkan, untuk satu kilo arang briket dapat mendidihkan dua liter air dalam waktu enam menit. Untuk 11 kilogram sabut kelapa, dapat menghasilkan 1 liter asap cair dan 2,2 kilo gram arang briket.
Selama ini kata Mappiratu, harga jual asap cair dapat mencapai Rp20 ribu per liternya. “Kalau di Jawa, rata-rata mereka menggunakan asap cair ini untuk bahan untuk membekukan karet,” ungkap bapak tujuh anak ini.
Komposisi kimia yang terkandung dalam asap cair tersebut kata Mappiratu adalah Venol, Karbonin, Asam dan PH. Ini sama dengan komposisi asap cair untuk penggumpalan karet.
Hasil penelitian ini, kata dia, amat berguna bagi petani kopra. Karena, para petani kopralah yang banyak memiliki bahan bakunya.
Dia berharap, hasil penelitian ini berguna bagi masyarakat luas. Khususnya bagi para kalangan pelaku usaha industri kecil, yang masih menggunakan formalin untuk mengawetkan bahan makanan hasil produksi mereka.
“Saya prihatin dengan penggunaan formalin dalam beberapa bahan makanan. Masyarakat mesti tau bahaya penggunaannya jika dikonsumsi manusia,” tandas Mappiratu.
Fenomena ini membuat, Mappiratu, seorang guru besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Tadulako (Untad) mencari solusi untuk meminimalisir penggunaan formalin sebagai pengawet makanan.
Akhir tahun 2008 lalu, pria kelahiran Bira, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan ini, telah merampungkan satu penelitiannya yang diberi judul “Penggunaan Sabut Kepala untuk pembuatan Asap Cair dan Briket”.
Maksudnya, jika saat ini kita mengenal sabut kelapa hanya digunakan untuk kayu bakar dan bahan baku kerajinan, maka melalui tangan terampil Mappiratu, sabut kelapa dapat digunakan menjadi briket yang dapat menggantikan minyak tanah. Sementara asap dari hasil pembakarannya dapat dijadikan bahan pengawet, yang menggantikan formalin.
Dalam penelitiannya itu, profesor yang tinggal di Jalan Tekukur, Perumahan Dosen Untad ini, mendesain sebuah alat dinamakan: Destilator Spironisis.
“Waktu penelitian banyak tersita untuk pembuatan alat. Alhamdulillah ada satu yang bisa menghasilkan kualitas baik,” kata Mappiratu.
Destilator Spironisis ini berbeda dengan yang dibuat oleh para peneliti sebelumnya. Dalam pengerjaannya, digunakan sabut yang dibakar langsung dalam reaktor, dan ditambahkan secara berangsur-angsur, tanpa menggunakan bahan bakar seperti minyak tanah.
“Kalau prosesnya, kita bakar langsung sabut di dalam reaktor, kemudian kita tutup, dan asapnya itu yang dialirkan melalui sebuah selang ke tempat penampungan yakni destilator, dan perlahan-lahan akan menjadi seperti embun, dan menghasilkan cairan. Itulah namanya asap cair,” jelasnya singkat
Arang hasil pembakaran sabut kelapa tersebut digunakan lagi menjadi briket, yang dapat menggantikan penggunaan bahan bakar minyak tanah.
Mappiratu menyebutkan, untuk satu kilo arang briket dapat mendidihkan dua liter air dalam waktu enam menit. Untuk 11 kilogram sabut kelapa, dapat menghasilkan 1 liter asap cair dan 2,2 kilo gram arang briket.
Selama ini kata Mappiratu, harga jual asap cair dapat mencapai Rp20 ribu per liternya. “Kalau di Jawa, rata-rata mereka menggunakan asap cair ini untuk bahan untuk membekukan karet,” ungkap bapak tujuh anak ini.
Komposisi kimia yang terkandung dalam asap cair tersebut kata Mappiratu adalah Venol, Karbonin, Asam dan PH. Ini sama dengan komposisi asap cair untuk penggumpalan karet.
Hasil penelitian ini, kata dia, amat berguna bagi petani kopra. Karena, para petani kopralah yang banyak memiliki bahan bakunya.
Dia berharap, hasil penelitian ini berguna bagi masyarakat luas. Khususnya bagi para kalangan pelaku usaha industri kecil, yang masih menggunakan formalin untuk mengawetkan bahan makanan hasil produksi mereka.
“Saya prihatin dengan penggunaan formalin dalam beberapa bahan makanan. Masyarakat mesti tau bahaya penggunaannya jika dikonsumsi manusia,” tandas Mappiratu.
Subscribe to:
Posts (Atom)