Tumbuh
di tengah kamp pengungsi, remaja berusia 14 tahun Ali Messalam (Neil Belakhdar)
sudah belajar membenci Yahudi sejak masa kecilnya. Setelah berhasil keluar dari
Lebanon, akhirnya keluarganya mendapat tempat tinggal di daerah Kreuzberg, di
Berlin, Jerman. Ali segera mencoba berteman dan masuk lingkungan permainan
anak-anak muda di lingkungannya.
Tapi
ternyata tidak mudah. Ia harus membuktikan dulu keberaniannya. Ia diminta oleh
teman-temannya mendobrak flat tempat tinggal seorang Yahudi-Rusia pensiunan
tentara, Alexander (Ryszard Ronczewski). Bersama-sama mereka merengsek masuk
dan mengobrak-abrik segala perabotan dalam flat itu.
Sialnya,
Alexander pulang lebih awal dari yang mereka perkirakan dan berhasil mengenali
Ali sebagai salah satu penjahat cilik yang masuk ke rumahnya. Alexander
melaporkan Ali ke polisi. Untuk dapat melepaskan diri dari tuntutan termasuk
ancaman deportasi yang mengikutinya, hanya ada satu cara, Ali harus mendekati
dan meminta dukungan dari orang tua yang dibencinya itu.
Leo Khasin nampak sangat berhati-hati menyusun
skenario dan cerita film ini. Film ini
menjadi sebuah pernyataan untuk melawan kebencian antarmanusia, baik
dalam konteks lokal maupun global. Namun film ini terasa sangat hidup saat
ditonton.
Film
Jerman ini menjadi salah satu film terbaik
yang diputar di Palu pada Selasa (26/8) malam di Gedung Serbaguna
Madamba Pura RRI Palu, dalam acara German Cinema Film Festival, yang diadakan Goethe-Institute Indonesia. Soraya Pinta Rama, aktivis
Bioskop Jumat Palu yang menjadi mitra Goethe-Institute Indonesia di Palu ini
menjelaskan, German Cinema Film Festival ini merupakan yang kedua kalinya,
setelah sukses di tahun 2013 lalu.
“Kegiatan
ini menjadi acara penting budaya Jerman dalam kalender budaya Indonesia di Kota
Palu,” kata Soraya Pinta Rama, Rabu (27/8) malam di Palu.
Wakil Walikota
Palu, Andi Mulhanan Tombolotutu yang membuka secara resmi German Cinema Film
Festival itu mengatakan, Pemerintah Kota Palu membutuhkan banyak komunitas
berbasis minat, yang berperan dalam memberi gagasan-gagasan kreatif bagi
perkembangan Kota Palu.
“Sebagai unsur
yang unik dalam masyarakat, komunitas itu pemangku kepentingan juga. Kalian
adalah stakeholders penting di Kota
Palu,” kata Wakil Walikota Palu.
Mulhanan juga mengatakan,
dalam waktu dekat, publik Kota Palu
segera medapat menikmati banyak film, karena
bioskop akan segera dibangun di
Mall Tatura Palu.
Tahun ini, akan diputar sebanyak sembilan
judul film selama tiga hari berturut-turut, setiap pukul 14.00, 16.00, dan
19.30.
Film-film yang diputar selama pelaksanaan adalah film-film terbaik Jerman
dari beragam genre dan tema. Hari pertama jumlah total penonton di tiga sesi
pemutaran film sebanyak 170 orang. Yang terbanyak ada di sesi ketiga film
berjudul Love Steaks.
Seperti dikutip dari http://www.goethe.de Clemens (Franz Rogowski)
dan Lara (Lana Cooper) bekerja di hotel yang sama di kawasan pariwisata
Ostseeküste. Namun, kecuali tempat kerja itu, mereka tidak memiliki kesamaan
sedikit pun. Hotel mewah tempat mereka bekerja adalah lingkungan yang kaku,
ditata dengan berbagai peraturan, dan di sana setiap individu dan benda sudah
ditentukan fungsinya.
Di dapur misalnya,
masakan-masakan bagi konsumen kelas atas dipersiapkan, sementara di bagian
Kesehatan tersedia layanan-layanan yang memungkinkan para pengunjung membuang
beberapa kilogram kelebihan lemak tubuh mereka. Namun, setelah pertemuan tak
sengaja di dalam lift, Clemens dan Lara tak terpisahkan lagi.
Orang bilang, yang berlawanan
justru saling tarik-menarik. Lara selalu memberi kesan perempuan tangguh dan
jagoan menenggak alkohol. Clemens sebaliknya, selalu ragu dan malu serta
percaya sepenuhnya pada Ayurveda. Peluh, darah dan air mata mengalir. Cinta
serupa medan perang. Mereka saling mencoba, saling menjelajahi, memukul,
mencium, membelai. Perasaan sayang malambung lalu terempas. Apakah mereka
akhirnya bisa saling menemukan?
Love Steaks adalah kisah cinta yang dibungkus dalam kerangka sebuah dunia kerja di Jerman. Kisahnya mengetengahkan keseharian di sebuah hotel besar yang memiliki hirarki yang tak terpatahkan, manusia-manusia saling berseliweran dalam kehampaan yang dingin, setiap karyawan tak lebih dari secuil permukaan roda bisnis yang berputar. Komedi tragis Jakob Lass mendapat empat penghargaan sekaligus. Untuk pertama kalinya di Festival Film Munich 2013 sebuah film menyapu bersih semua kategori dari mulai penyutradaran, produksi, skenario sampai aktris dan aktornya. ***
No comments:
Post a Comment