Ruslan Sangadji
Akhir Mei lalu, kapal penumpang milik PT Pelni itu berlayar dengan tenang dari Pelabuhan Pantoloan Palu menuju Tolitoli. Dari microphone, terdengar suara nahkoda, bahwa satu jam lagi, kapal akan tiba di Pelabuhan Dede, Tolitoli. Mulailah terlihat kesibukan para penumpang, karena sebentar lagi mereka akan tiba di tujuan.
Tapi, di sudut yang lain seorang perempuan paruh baya tengah sibuk mengutak-atik angka di hand phonenya. Berkali-kali ia mencoba menelepon seseorang, tapi signal belum begitu kuat. Perempuan itu pun berkali-kali menekan angka-angka di telepon genggamnya.
Tak begitu jauh lagi dari Pelabuhan Dede, Tolitoli, wajah perempuan berinsial Ds itu tampak sumringah. Sesungging senyum terlihat begitu nyata di wajahnya. Tapi, perempuan paruh baya itu tampak sangat hati-hati ketika mulai membuka pembicaraan dengan seorang lelaki di seberang. Entah apa yang mereka bicarakan.
Sauh telah dilempar ke laut. KM Dobonsolo pun merapat di Pelabuhan di Dede Tolitoli. Wanita paruh baya berinsial Ds tadi pun dengan tenang turun dari kapal itu. Ds tampak begitu terburu-buru menuju suatu rumah yang tak jauh dari pelabuhan.
Tak dinyana sama sekali, ternyata sejumlah anggota polisi berpakaian preman mencurigai gerak-gerik Ds. Kecurigaan itu bermula dari telepon-telepon ketika masih di atas kapal. Maka mereka pun mengikuti perjalanan Ds tanpa diketahui sama sekali.
Ternyata, pengintaian terhadap Ds itu tidak sia-sia. Mereka menyaksikan Ds menyerahkan sebungkus plastik kepada pasangan suami istri, yang rumahnya tidak jauh dari pelabuhan itu. Serentak, dua tiga orang anggota polisi langsung menyergap ketika orang itu, yakni Ds, Tr dan Ur. Awalnya mereka sempat membantah, tapi setelah diperiksa, plastik yang diserahkan Ds itu ternyata berisi sabu-sabu seberat 1,90 kilogram.
Tak menunggu lama, polisi pun menggelandang ketiga orang itu ke Mapolres Tolitoli untuk diperiksa. Dari keterang yang diperoleh dari pemeriksaan itu, terungkap bahwa Ds mengaku membeli sabu-sabu itu dari seseorang di Nunukan, Kalimantan Timur. “Saya membelinya seharga tujuh ratus ribu rupiah. Saya sengaja membelinya, karena dipesan oleh Tr dan Ur,” kata Ds di hadapan tim penyidik Polres Tolitoli.
Tr dan Ur pun tak dapat mengelak. Keduanya pun akhirnya mengakui kalau memang mereka yang memesan barang haram itu. Tapi, menurut keduanya bahwa pertama kali mereka memesan barang tersebut dari Ds. “Kami baru kali ini memesannya,” kata Tr kepada polisi.
Kini, ketiganya masih ditahan di Mapolres Tolitoli untuk penyidikan lebih lanjut. Artinya, jika penyidikan telah selesai, maka kasus itu segera dilimpahkan ke kejaksaan untuk disidangkan. Bagaimana hukuman yang akan diterima ketiga orang itu. Semuanya tergantung palu sidang hakim.
Pedagang Beras Jual Shabu
Jika di Toli-toli polisi menagkap pasutri karena menjual sabu-sabu, lain halnya dengan di Parigi Moutong. Di kabupaten yang baru berusia lima tahun ini, polisi berhasil membekuk seorang pedagang beras, karena menjual barang haram itu.
Sangat klise jawaban dari pedagang beras itu ketika diinterogasi oleh polisi. Pria berinsial RR (29 tahun) itu mengaku terbelit hutang sehingga terpaksa menjual sabu-sabu agar dapat membayar hutanya.
“Pembeli beras sangat sepi, terpaksa saya menjual ini (sabu-sabu). Saya butuh uang untuk bayar hutang,” kata RR di hadapan penyidik Polres Parigi Moutong.
Tersangka RR itu, hanyalah orang desa. Ia berasal dari Desa Pombalowo, Kecamatan Parigi. Akhir pekan lalu atau tepatnya 29 Mei 2007, ia tertangkap basah menjual barang haram itu di depan Rumah Sakit Anuta Loko, Kota Parigi. Saat itulah, Petugas Satuan Anti Narkoba Polres Parigi Moutong pun membekuknya.
Menurut Kapolres Parigi Moutong, Ajun Komisaris Besar Polisi Muhammad Kilat, setelah menerima laporan masyarakat, anggotanya mengikuti dan memantau gerak-gerik RR. Maka, saat bertansaksi itulah RR pun ditangkap. Polisi pun menyita tiga paket sabu-sabu seberar 2,5 gram lengkap dengan bong alias alat penghisap sabu-sabu. Polisi juga menyita satu unit mobil kijang yang biasa digunakan tersangka untuk menjual beras.
Kanit Narkoba Polres Parigi Moutong, Inspektur polisi Dua Burhanuddin, mengatakan, polisi tidak hanya menangkap RR, tapi juga seseorang berinsial EN, yang diduga sebagai kaki tangan tersangka RR. Kini, baik pasutri di Tolitoli maupun pedagang beras di Parigi Moutong yang menjual sabu-sabu itu dijerat Undang-Undang Psikotropika dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Sejumlah kalangan menilai, bahwa sabu-sabu dan obat terlarang lainnya yang beredar di Palu, berasal dari beberapa daerah di Indonesia seperti Surabaya dan Jakarta. Tidak hanya itu, patut diduga berasal dari Malaysia yang masuknya melalui pintu Nunukan dan Tarakan. Selanjutnya melalui jalur laut ke Palu.
“Saya hanya berharap agar pintu masuk seperti pelabuhan laut dan udara dipantau lebih ketat lagi untuk mencegah masuknya barang haram itu ke Sulawesi Tengah,” tandas Hardy Yambas, ketua Gerakan Rakyat Anti Narkoba (Granat) Sulteng.
Hardy Yambas, menduga Sulawesi Tengah menjadi salah satu daerah sasaran yang sangat empuk bagi pengedaran narkoba. Sedangkan Palu sendiri, menjadi daerah transit yang baik. “Nah, dari Palu itulah baru kemudian beredar ke mana-mana di Sulawesi Tengah ini,” kata Hardy Yambas yang juga Ketua KNPI Sulteng ini.
Sosiolog asal Universitas Tadulako, Christian Tindjabate mengatakan, sudah banyak kasus kepemilikan ekstasi dan sabu-sabu yang disidangkan di sejumlah pengadilan negeri di Sulawesi Tengah. Tapi, persidangan itu selalu diakhiri dengan hukuman yang ringan, sehingga tidak menjadikan para pelaku menjadi jera.
“Jika saja para pelaku pengedar obat terlarang di Sulawesi Tengah ini dihukum dengan berat, maka setidak-tidaknya mereka akan jera dan tidak lagi kembali melakukan hal yang sama setelah bebas dari hukuman,” kata staf pengajar pasca sarjana Universitas Tadulako Palu ini.
Berdasarkan hasil survei LSM pemantau masalah narkoba di Sulawesi Tengah, Nilava Lingkar Studi (NLS), menyebutkan sedikitnya 15 persen pelajar sekolah menengah umum (SMU) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Palu diduga kuat mengkonsumsi narkoba jenis pil koplo, ganja, dan sabu.
Manajer Program NLS, MHR Tampubolon mengatakan angka temuan 15 persen itu didasarkan hasil survei mereka baru-baru ini terhadap 600 siswa di 30 SMU dan SMK. Dari jumlah responden, kata Tampubolon, 57 persen di antaranya mengaku perokok aktif, 17,5 persen perokok pasif dan pernah mengonsumsi minuman keras. "Hanya 12 persen pelajar terbebas dari semua itu," katanya dan mengatakan bahwa angka itu berdasarkan hasil survei tahun 2005 lalu.
Menurut Tampubolon, tingginya angka perokok aktif menjadi indikator rentannya potensi penggunaan narkoba di kalangan pelajar, sebab umumnya mereka yang pernah mengonsumsi narkoba berawal dari merokok.***
No comments:
Post a Comment