PALU - KPU Sulawesi Tengah, Selasa malam, mengesahkan Daftar Caleg Semenetara (DCS) menjadi Daftar Caleg Tetap (DCT). KPUD menggugurkan 163 dari 1060 nama dalam DCS karena bermasalah.
Ketua Kelompok Kerja Seleksi dan Penetapan Caleg KPUD Sulteng, Samsuddin Baco, menjelaskan sebanyak 160 caleg gugur lebih awal karena tidak melengkapi berkas yang disyaratkan.
“Menyusul tiga nama lagi karena dilaporkan masyarakat, terkait kasus korupsi dan masih berstatus PNS. Sekalipun berkas persyaratan ketiganya lengkap,” katanya.
Dua nama yang gugur dari bursa caleg untuk DPRD Provinsi Sulteng itu berasal dari Partai Golkar untuk Daerah Pemilihan (Dapil) V/Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan, yakni Iskandar Kajawa dan Abdul A. Gani.
Hasil verifikasi KPUD, Iskandar telah divonis dalam kasus korupsi dan Abdul Gani masih berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Seorang caleg bermasalah lainnya berasal dari Partai Pemuda Indonesia (PPI) untuk Dapil V atas nama Mudar Saratun Puyu yang juga masih berstatus PNS.
Ketua Kelompok Kerja Seleksi dan Penetapan Caleg KPUD Sulteng, Samsuddin Baco, mengatakan partai pengusung tidak memberikan jawaban atas permintaan klarifikasi KPUD sampai waktu yang ditetapkan berakhir, 27 Oktober 2008.
“Atas dasar itu kami berkesimpulan partai pengusung telah merelakan calonnya untuk tidak ikut dalam pemilu mendatang,” tegasnya.
Ketua Biro Pemenangan Partai Golkar Sulteng, Iqbal Andi Maga ditemui terpisah membenarkan kedua caleg dari partainya itu tak lolos mengikuti pemilu mendatang. Ia menjelaskan Golkar telah menarik nama Iskandar dari caleg, setelah mendapatkan putusan pengadilan. “Demikian halnya Abdul Gani yang masih berstatus PNS,” katanya.***
Wednesday, October 29, 2008
Penetapan Pilkada Donggala Ricuh
DONGGALA- Dua perwakilan pengunjukrasa Aliansi Masyarakat Banawa dan Pantai Barat (AMBARA), Abdul Rasyid dan Helmy Sahibe dibonyok massa di ruang rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Donggala, Selasa (28/10) sore, saat penetapan pasangan Habir Ponulele-Aly Lasamaulu (HALAL) sebagai pemenang calon bupati dan wakil bupati Donggala.
Pemukulan itu berawal saat Abdul Rasyid dan Helmy tampil di ruang rapat pleno KPUD membacakan aspirasi AMBARA. Dalam petisinya, Rasyid dan Helmy menyatakan pilkada Donggala cacat hukum karena keikutsertaan masyarakat Sigi.
Di hadapan banyak orang di ruang rapat pleno KPU mereka minta penetapan Pilkada harus ditunda karena merupakan pembohongan publik. “Termasuk bapak-bapak yang hadir di dalam ruangan ini juga pembohong,” lantang Rasyid.
Mendengar ucapan tersebut, spontan saja sejumlah hadirin berteriak “kurang ajar kamu,”. Mereka tidak menerima disebut sebagai pembohong. Beberapa orang dalam ruang rapat tersebut langsung beraksi.
Seorang anggota PPK yang hadir berinisial KONE langsung berdiri melangkah ke depan, tanpa aba-aba melayangkan tinjunya ke wajah Abdul Rasyid. Sejumput kemudian, anggota PPK lain juga mengejar dan memukul Rasyid. Melihat itu sejumlah undangan juga ikut-ikutan mengeroyok kedua pengunjuk rasa tersebut.
Ironisnya, sebelum insiden terjadi tak ada aparat kepolisian berjaga. Aparat keamanan, yang jumlahnya ratusan hanya berjaga-jaga di pintu gerbang dan di halaman kantor KPU. Aparat baru beramai-ramai masuk melerai setelah kedua korban pengeroyokan itu wajahnya babak belur.
Itu pun aparat sempat kewalahan menyelamatkan kedua korban karena situasi dalam rapat pleno mulai kacau, sejumlah kursi berhamburan dan beberapa gelas di atas meja pecah berhamburan jatuh dilantai.
Suasana rapat sempat tegang dan nyaris bubar, akibat banyaknya massa yang berteriak-teriak, baik mendukung maupu yang meminta penetapan ditunda. Namun sekertaris KPUD Semuel Tawua pada Media Alkhairaat, mengatakan hal ini tidak bisa ditunda karena sudah merupakan tahapan pilkada yang harus dilanjutkan.
Ketua KPUD Donggala Rifai Amrullah menyatakan kalau ada pihak yang tidak puas atau merasa dirugikan dengan hasil pilkada ini dapat menempuh jalur hukum. “Kami sudah tetapkan pasangan Halal sebagai pemenang Pilkada Donggala. Yang jelas kami telah menjalankan tugas dengan baik sesuai prosedur perundang-undangan yang berlaku,” ucap Rifai.
Sementara itu, Helmy Sahibe segera dilarikan ke RSUD Kabelota Donggala untuk mendapat pertolongan. wajahnya mengalami luka parah hingga mengeluarkan darah segar.
“Luka saya ada tujuh jahitan besok saya laporkan ke Polres Donggala agar pelaku pemukul diproses secara hukum.” Kata helmy. ***
Pemukulan itu berawal saat Abdul Rasyid dan Helmy tampil di ruang rapat pleno KPUD membacakan aspirasi AMBARA. Dalam petisinya, Rasyid dan Helmy menyatakan pilkada Donggala cacat hukum karena keikutsertaan masyarakat Sigi.
Di hadapan banyak orang di ruang rapat pleno KPU mereka minta penetapan Pilkada harus ditunda karena merupakan pembohongan publik. “Termasuk bapak-bapak yang hadir di dalam ruangan ini juga pembohong,” lantang Rasyid.
Mendengar ucapan tersebut, spontan saja sejumlah hadirin berteriak “kurang ajar kamu,”. Mereka tidak menerima disebut sebagai pembohong. Beberapa orang dalam ruang rapat tersebut langsung beraksi.
Seorang anggota PPK yang hadir berinisial KONE langsung berdiri melangkah ke depan, tanpa aba-aba melayangkan tinjunya ke wajah Abdul Rasyid. Sejumput kemudian, anggota PPK lain juga mengejar dan memukul Rasyid. Melihat itu sejumlah undangan juga ikut-ikutan mengeroyok kedua pengunjuk rasa tersebut.
Ironisnya, sebelum insiden terjadi tak ada aparat kepolisian berjaga. Aparat keamanan, yang jumlahnya ratusan hanya berjaga-jaga di pintu gerbang dan di halaman kantor KPU. Aparat baru beramai-ramai masuk melerai setelah kedua korban pengeroyokan itu wajahnya babak belur.
Itu pun aparat sempat kewalahan menyelamatkan kedua korban karena situasi dalam rapat pleno mulai kacau, sejumlah kursi berhamburan dan beberapa gelas di atas meja pecah berhamburan jatuh dilantai.
Suasana rapat sempat tegang dan nyaris bubar, akibat banyaknya massa yang berteriak-teriak, baik mendukung maupu yang meminta penetapan ditunda. Namun sekertaris KPUD Semuel Tawua pada Media Alkhairaat, mengatakan hal ini tidak bisa ditunda karena sudah merupakan tahapan pilkada yang harus dilanjutkan.
Ketua KPUD Donggala Rifai Amrullah menyatakan kalau ada pihak yang tidak puas atau merasa dirugikan dengan hasil pilkada ini dapat menempuh jalur hukum. “Kami sudah tetapkan pasangan Halal sebagai pemenang Pilkada Donggala. Yang jelas kami telah menjalankan tugas dengan baik sesuai prosedur perundang-undangan yang berlaku,” ucap Rifai.
Sementara itu, Helmy Sahibe segera dilarikan ke RSUD Kabelota Donggala untuk mendapat pertolongan. wajahnya mengalami luka parah hingga mengeluarkan darah segar.
“Luka saya ada tujuh jahitan besok saya laporkan ke Polres Donggala agar pelaku pemukul diproses secara hukum.” Kata helmy. ***
Ironi Sumpah Pemuda
PALU – 80 tahun Sumpah Pemuda, kini meninggalkan ironi. Fakta yang ditelusuri menemukan enam dari delapan mahasiswa dan pelajar di Kota Palu, tak tahu Selasa hari ini adalah peringatan Sumpah Pemuda ke-80. Mereka juga tak mengetahui isi Sumpah Pemuda.
Lubis (20), mahasiswa Universitas Tadulako (Untad), mengaku tak hafal isi Sumpah Pemuda. Ia, bahkan tak tahu kapan Sumpah Pemuda dideklarasikan. “Ya, mana saya ingat! Itu kan pelajaran anak SD,” kata mahasiswa semester V ini.
Pendapat senada diungkapkan, Arham (18), alumni sebuah SMA di Palu. Katanya, “Sumpah Pemuda itu hari biasalah. Ya, tidak begitu penting,” kata dia.
Yang mengiriskan, apa yang dialami Hari Paramuda, mahasiswa sebuah lembaga pendidikan setara D2. Hari hanya mengetahui tanggal 28 Oktober adalah Hari Ulang Tahunnya. Ia tak tahu, jika setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati hari Sumpah Pemuda.
Hari mengaku lebih menghafal lagu-lagu pop yang didendangkan grup band masa kini, ketimbang isi Sumpah Pemuda.
Tak hanya di komunitas mahasiswa, di kalangan pelajar juga, Sumpah Pemuda tak diingat lagi.
Muamar, Wakil Ketua Osis di sebuah SMU, dengan terbata-bata menjawab, Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 November. “Saya tidak tahu isi sumpah pemuda, karena di sekolahku tidak pernah diperingati. Bahkan tanggalnya pun saya lupa,” kata Muamar.
Alpa mengingat Sumpah Pemuda juga dialami Yayuk Sulistiawati. “Saya tidak hafal semua isi sumpah pemuda. Yang saya hafal, yakni kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia,” katanya polos.
Berbeda dengan pandangan remaja sebayanya, Nurdia Nita, mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta mengaku paham dan hafal isi Sumpah Pemuda. Dia juga mengetahui persis sejarah lahirnya Sumpah Pemuda.
Kata dia, pemahaman terhadap Sumpah Pemuda baik sejarah dan isinya, diketahui berkat aktifitas kepramukaan yang ia ikuti saat SMA. “Ya, karena pernah ikut pramuka,” ujar gadis asal Palu via telepon.
Ingatan yang sama terhadap Sumpah Pemuda juga dirasakan Bunga (25), paramedis di RS Anutapura Palu. Kegiatan Palang Merah Remaja (PMR) menjadi sumber ingatannya terhadap kebesaran Sumpah Pemuda.
Lubis (20), mahasiswa Universitas Tadulako (Untad), mengaku tak hafal isi Sumpah Pemuda. Ia, bahkan tak tahu kapan Sumpah Pemuda dideklarasikan. “Ya, mana saya ingat! Itu kan pelajaran anak SD,” kata mahasiswa semester V ini.
Pendapat senada diungkapkan, Arham (18), alumni sebuah SMA di Palu. Katanya, “Sumpah Pemuda itu hari biasalah. Ya, tidak begitu penting,” kata dia.
Yang mengiriskan, apa yang dialami Hari Paramuda, mahasiswa sebuah lembaga pendidikan setara D2. Hari hanya mengetahui tanggal 28 Oktober adalah Hari Ulang Tahunnya. Ia tak tahu, jika setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati hari Sumpah Pemuda.
Hari mengaku lebih menghafal lagu-lagu pop yang didendangkan grup band masa kini, ketimbang isi Sumpah Pemuda.
Tak hanya di komunitas mahasiswa, di kalangan pelajar juga, Sumpah Pemuda tak diingat lagi.
Muamar, Wakil Ketua Osis di sebuah SMU, dengan terbata-bata menjawab, Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 November. “Saya tidak tahu isi sumpah pemuda, karena di sekolahku tidak pernah diperingati. Bahkan tanggalnya pun saya lupa,” kata Muamar.
Alpa mengingat Sumpah Pemuda juga dialami Yayuk Sulistiawati. “Saya tidak hafal semua isi sumpah pemuda. Yang saya hafal, yakni kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia,” katanya polos.
Berbeda dengan pandangan remaja sebayanya, Nurdia Nita, mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta mengaku paham dan hafal isi Sumpah Pemuda. Dia juga mengetahui persis sejarah lahirnya Sumpah Pemuda.
Kata dia, pemahaman terhadap Sumpah Pemuda baik sejarah dan isinya, diketahui berkat aktifitas kepramukaan yang ia ikuti saat SMA. “Ya, karena pernah ikut pramuka,” ujar gadis asal Palu via telepon.
Ingatan yang sama terhadap Sumpah Pemuda juga dirasakan Bunga (25), paramedis di RS Anutapura Palu. Kegiatan Palang Merah Remaja (PMR) menjadi sumber ingatannya terhadap kebesaran Sumpah Pemuda.
Idealisme Pemuda Telah Tergadaikan
PALU - Pemuda telah melupakan makna sumpah pemuda yang sebenarnya. Sumpah pemuda mestinya diartikan untuk melawan kolonialisme, tapi nyatanya, pemuda Indonesia saat ini tak lagi peka terhadap kepailitan bangsa. Demikian Rio Ismail mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Pusat, Senin (27/10).
Menurut Rio, harusnya, komponen pemuda dapat bersatu dalam penggalangan masyarakat untuk maju bersama melawan kolonialisme, sebab di negara ini tak lagi ada kelompok yang gencar melakukan pergerakan itu. Lemahnya perjuangan yang dilakukan oleh komponen anak muda saat ini, disebabkan kurangnya komunikasi antar pemuda dengan masyarakat.
“Secara ekonomi kita bisa katakan bahwa negara ini tak lagi memiliki kewenangan penuh dalam kebijakan ekonominya, sebab hingga saat ini, 90 persen kekayaan alam Indonesia telah dikuasai negara asing. Kemandirian negara ini telah habis, terkikis oleh perbedaan paham antara pemimpin nasioanal dan tokoh pemudanya,” Ujar Rio.
Menurut dia, semua organisasi kepemudaan (OKP) di Indonesia utamanya di daerah ini, (Sulawesi Tengah, red) mengkaji kembali makna gerakannya. Selama ini katanya kiprah pemuda sudah terlalu melenceng dari cita-cita pendiri sumpah pemuda.
“Kalau perlu untuk kelompok Cipayung rembukan kembali untuk melahirkan gerakan pemuda yang lebih berpihak pada rakyat, kuncinya meniadakan wadah berhimpun bagi OKP dan membentuk lembaga perjuangan yang lain,” katanya.
Sementara itu salah satu aktivis Solidaritas Perempuan (SP) Palu. Rosniati tak membantah kalau saat ini ada kecenderungan kuat pemuda lebih bangga memiliki produk asing dari pada produk dalam negeri. ”Makna kebangsaan, kebernegaraan telah luntur tanpa kendali,”tegas Rosniati.
Menurutnya, anak zaman sekarang tak lagi memiliki semangat nasionalis, mereka jarang mau terjun ke masyarakat untuk membantu waga mendapatkan hak, atas tanahnya, hak akan pendidikan dan hak atas kehidupan yang layak. Pemuda lebih dominan diskusi akan hal-hal yang tak pasti misalnya, kata dia, KNPI saat ini tak bisa berbuat apa-apa, mereka tak mau turun dan melakukan terobosan yang baik untuk kepentingan banyak orang. Dia menyarankan KNPI dibubarkan saja karena organisasi ini telah menjadi beban banyak orang.
“Baiknya re-definisi dan re-design kembali visi dan tujuan pemuda seperti awal pembentukannya,”katanya.
Ketua Gerakan Anti narkoba (Granat) Sulawesi Tengah. Hardi D Yambas menyebutkan bahwa memang gerakan pemuda yang dimotori KNPI telah bergeser dari perannya sebagai katalisator organisasi kepemudaan. Saat ini KNPI tak ubahnya hanya sebagai penumpang kendaraan yang dijalankan pemerintah. Dia mengatakan, Sumpah Pemuda yang bermakna melawan kolonialisme sudah sangat jauh dari angan-angan kelompok muda saat ini.
Independensi pemuda menjadi barang yang sudah langka. Ini bisa dilihat secara jelas terjadinya dualisme kepemimpinan KNPI pusat yang terjadi sekarang. “Kondisi tersebut tak bisa dipungkiri bahwa pemuda terlalu muda diboncengi oleh kelompok tertentu. Independensi mereka telah musnah, oleh kepentingan sesaat,” tegasnya.***
Menurut Rio, harusnya, komponen pemuda dapat bersatu dalam penggalangan masyarakat untuk maju bersama melawan kolonialisme, sebab di negara ini tak lagi ada kelompok yang gencar melakukan pergerakan itu. Lemahnya perjuangan yang dilakukan oleh komponen anak muda saat ini, disebabkan kurangnya komunikasi antar pemuda dengan masyarakat.
“Secara ekonomi kita bisa katakan bahwa negara ini tak lagi memiliki kewenangan penuh dalam kebijakan ekonominya, sebab hingga saat ini, 90 persen kekayaan alam Indonesia telah dikuasai negara asing. Kemandirian negara ini telah habis, terkikis oleh perbedaan paham antara pemimpin nasioanal dan tokoh pemudanya,” Ujar Rio.
Menurut dia, semua organisasi kepemudaan (OKP) di Indonesia utamanya di daerah ini, (Sulawesi Tengah, red) mengkaji kembali makna gerakannya. Selama ini katanya kiprah pemuda sudah terlalu melenceng dari cita-cita pendiri sumpah pemuda.
“Kalau perlu untuk kelompok Cipayung rembukan kembali untuk melahirkan gerakan pemuda yang lebih berpihak pada rakyat, kuncinya meniadakan wadah berhimpun bagi OKP dan membentuk lembaga perjuangan yang lain,” katanya.
Sementara itu salah satu aktivis Solidaritas Perempuan (SP) Palu. Rosniati tak membantah kalau saat ini ada kecenderungan kuat pemuda lebih bangga memiliki produk asing dari pada produk dalam negeri. ”Makna kebangsaan, kebernegaraan telah luntur tanpa kendali,”tegas Rosniati.
Menurutnya, anak zaman sekarang tak lagi memiliki semangat nasionalis, mereka jarang mau terjun ke masyarakat untuk membantu waga mendapatkan hak, atas tanahnya, hak akan pendidikan dan hak atas kehidupan yang layak. Pemuda lebih dominan diskusi akan hal-hal yang tak pasti misalnya, kata dia, KNPI saat ini tak bisa berbuat apa-apa, mereka tak mau turun dan melakukan terobosan yang baik untuk kepentingan banyak orang. Dia menyarankan KNPI dibubarkan saja karena organisasi ini telah menjadi beban banyak orang.
“Baiknya re-definisi dan re-design kembali visi dan tujuan pemuda seperti awal pembentukannya,”katanya.
Ketua Gerakan Anti narkoba (Granat) Sulawesi Tengah. Hardi D Yambas menyebutkan bahwa memang gerakan pemuda yang dimotori KNPI telah bergeser dari perannya sebagai katalisator organisasi kepemudaan. Saat ini KNPI tak ubahnya hanya sebagai penumpang kendaraan yang dijalankan pemerintah. Dia mengatakan, Sumpah Pemuda yang bermakna melawan kolonialisme sudah sangat jauh dari angan-angan kelompok muda saat ini.
Independensi pemuda menjadi barang yang sudah langka. Ini bisa dilihat secara jelas terjadinya dualisme kepemimpinan KNPI pusat yang terjadi sekarang. “Kondisi tersebut tak bisa dipungkiri bahwa pemuda terlalu muda diboncengi oleh kelompok tertentu. Independensi mereka telah musnah, oleh kepentingan sesaat,” tegasnya.***
Uwentira Longsor, Kebun Kopi Macet
PARIGI - Arus lalu lintas di Jalur trans Sulawesi khususnya di daerah Kebun Kopi tersendat akibat longsor di beberapa titik dan pohon tumbang. Hal ini disebabkan cuaca buruk dan hujan deras yang turun di daerah Palu dan Parigi hampir sebulan terakhir.
Pantauan di Kebun Kopi yang masuk wilayah Kabupaten Donggala hingga sekitar perbatasan Donggala dan Kabupaten Parigi, Ahad (26/10) menunjukkan hal ini.
Di beberapa titik yang longsor, pengendara harus berhenti antara satu-dua jam menunggu petugas membersihkan longsoran berupa tanah dan batu. Di titik lainnya, kendaraan harus melambat akibat pohon tumbang. Belum lagi jalan yang tertutup tanah becek dan terendam air.
Sepanjang Ahad pagi hingga sore kemarin, hujan disertai angin kencang dan kabut hampir tak pernah berhenti. Tak pelak kemacetan tidak bisa dihindarkan. Antrean kendaraan mencapai panjang 500 meter hingga satu kilometer. Di sekitar Uwentira, salah satu titik longsor di Kebun Kopi, petugas harus menutup jalan setiap dua jam, untuk membersihkan longsoran. Sementara di titik lainnya jalur ditutup setiap satu jam.
Sejumlah petugas menggunakan mobil pengeruk terus membersihkan longsoran dari tebing, yang jatuh hampir setiap saat. ''Saya sudah dari tadi menunggu di sini. Pas saya tiba di sini, petugas baru saja menutup jalan. Jadi terpaksa menunggu dua jam, baru bisa dibuka lagi. Tapi sekitar dua kilometer dari sini, ada pembersihan longsoran juga dan jalannya ditutup setiap satu jam,'' ujar Sherly (35), pengendara motor dari Palu menuju Parigi.
Kebun Kopi, wilayah yang masuk Kabupaten Donggala adalah wilayah yang menghubungkan Kota Palu- Kabupaten Parigi. Daerah ini juga menjadi jalur trans Sulawesi yang menghubungkan Makassar (Sulsel)-Palu (Sulteng, Gorontalo-Palu, Manado (Sulut)-Palu. Kebun Kopi adalah daerah pegunungan dengan jalan yang satu sisinya berbatasan dengan tebing dan sisi lainnya adalah lembah.
Kendati jalannya berkelok-kelok dan kerap longsor, banyak pengendara yang lebih memilih menggunakan jalur ini karena waktu tempuhnya lebih singkat, dibanding menggunakan jalur Pantai Barat, Donggala. ***
Pantauan di Kebun Kopi yang masuk wilayah Kabupaten Donggala hingga sekitar perbatasan Donggala dan Kabupaten Parigi, Ahad (26/10) menunjukkan hal ini.
Di beberapa titik yang longsor, pengendara harus berhenti antara satu-dua jam menunggu petugas membersihkan longsoran berupa tanah dan batu. Di titik lainnya, kendaraan harus melambat akibat pohon tumbang. Belum lagi jalan yang tertutup tanah becek dan terendam air.
Sepanjang Ahad pagi hingga sore kemarin, hujan disertai angin kencang dan kabut hampir tak pernah berhenti. Tak pelak kemacetan tidak bisa dihindarkan. Antrean kendaraan mencapai panjang 500 meter hingga satu kilometer. Di sekitar Uwentira, salah satu titik longsor di Kebun Kopi, petugas harus menutup jalan setiap dua jam, untuk membersihkan longsoran. Sementara di titik lainnya jalur ditutup setiap satu jam.
Sejumlah petugas menggunakan mobil pengeruk terus membersihkan longsoran dari tebing, yang jatuh hampir setiap saat. ''Saya sudah dari tadi menunggu di sini. Pas saya tiba di sini, petugas baru saja menutup jalan. Jadi terpaksa menunggu dua jam, baru bisa dibuka lagi. Tapi sekitar dua kilometer dari sini, ada pembersihan longsoran juga dan jalannya ditutup setiap satu jam,'' ujar Sherly (35), pengendara motor dari Palu menuju Parigi.
Kebun Kopi, wilayah yang masuk Kabupaten Donggala adalah wilayah yang menghubungkan Kota Palu- Kabupaten Parigi. Daerah ini juga menjadi jalur trans Sulawesi yang menghubungkan Makassar (Sulsel)-Palu (Sulteng, Gorontalo-Palu, Manado (Sulut)-Palu. Kebun Kopi adalah daerah pegunungan dengan jalan yang satu sisinya berbatasan dengan tebing dan sisi lainnya adalah lembah.
Kendati jalannya berkelok-kelok dan kerap longsor, banyak pengendara yang lebih memilih menggunakan jalur ini karena waktu tempuhnya lebih singkat, dibanding menggunakan jalur Pantai Barat, Donggala. ***
Kisah Uci di Balik Bilik Bambu
Rusli Mardani alias Wahyu Ramadhan, (26), seperti hidup di dunia sunyi, walau rumah kontrakannya ada di kompleks permukiman yang padat, lagi riuh. Rumah kontrakannya mungil, cuma seperti kamar sempit berukuran 15 meter persegi.
Rumah mungil itu terjepit rapat oleh rumah-rumah sekelilingnya. Lelaki kelahiran Dolong, Sulawesi Tengah itu, sudah setahun hidup di petak sempit itu. Hanya istri dan putrinya yang berusia 9 tahun "temannya" di kompleks itu.
Entah apa yang membuat dia betah di rumah itu. Mungkin terpaksa. Yang pasti, rumah di Jalan Kelapa Gading Sengon VII, RT 05, RW 14, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Jakarta, itu amat dekat dengan depo pengisian truk tangki BBM Plumpang. Uci kini menghadapi sangkaan serius. Dituduh mau melakukan pengeboman terhadap tangki BBM Plumpang itu.
Tetangganya Yono, menilai Wahyu sebagai pribadi yang tertutup. Hanya satu-dua orang yang pernah dilihatnya bertamu. Yono sampai tak tahu siapa nama istri Wahyu yang selalu bercadar itu. "Agamanya aneh, kayak punya klub," ujar tukang bakso yang tinggal 10 meter dari rumah Wahyu.
Ada juga tetangga yang mengenal Wahyu. "Hubungannya dengan tetangga, setahu saya, baik," kata Uti Utami, 33 tahun. Ia juga tahu Wahyu kadang bekerja sebagai tukang bor sumur. Wahyu seperti mengasingkan diri di tengah keramaian, sampai-sampai pengurus RT setempat tak mengenalnya. "Saya tak kenal Wahyu," kata Pak Ketua RW 14 Abdul Wahab.
Paman Rusli Mardani, Endhe Mardhani, mengaku kaget sewaktu mendengar keponakannya ditangkap melaui berita di telivisi. “Kami kaget Uci disangka teroris,” katanya kepada Media Alkhairaat, Ahad kemarin.
Ende mengaku hampir 8 tahun sejak tahun 2001, keluarga besarnya putus komunikasi dan tidak tahu keberadaan Uci. Ende mengatakan Uci lahir di Desa Dolong, Kecamatan Walea Kepulauan, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Sekolah Uci, kata dia, mulai dari SD, SMP dan SMA semua ditamatkan di Poso.
Di Poso, Uci tinggal bersama kakak perempuannya Nive Mardhani di Kelurahan Kayamanya, Poso Kota.
Menurut Ende, Uci anak yang baik, penurut dan pendiam. Orangtuanya di Dolong menangis saat tahu Uci ditangkap. “Dia anak baik dan pendiam, Kalau diingatkan, jangan nakal ikut anak-anak yang mabuk-mabukan dia akan menurut,” kata Ende.
Dia penurut sama orang tuanya, kakak, dan paman-pamannya. Bahkan karena perawakannya yang tinggi besar, ia pernah ikut menjadi pasukan Paskibraka di Poso Kota.
Di mata teman-temanya di Kayamanya, Uci terbilang anak baik suka menolong yang susah. Dia pendiam tidak banyak cerita. “Dia pendiam, tidak banyak cing-cong,” kata Aco, teman dekat Uci di Kayamanya.
Keluarga berharap bisa bertemu Uci untuk melepaskan rindu dan merawat anaknya dan istrinya. “Antara sedih dan syukur. Sedih, karena Uci ditangkap Polisi karena mengikuti aktifitas yang dilarang pemerintah. Syukur karena, dia masih hidup,” jelas Ende.
Rumah Wahyu berdinding separuh tembok setinggi satu meter dan anyaman bambu. Pintunya dari tripleks dengan tambalan di sana-sini. Atapnya asbes dan genteng dengan susunan tak rapi. Lantai di teras rumah hanya dialasi selembar ambal usang. Polisi tak menemukan Wahyu alias Rusli Mardhani alias Uci alias Muklis, tapi polisi mengklaim telah menemukan 2,6 kilogram bahan peledak TNI, pistol, dan sejumlah peluru di sana.
Setelah penangkapan itu, istri Wahyu menghilang. Dia bahkan meninggalkan putrinya di rumah Muntasir. Ke mana dia pergi? Benarkah Wahyu teroris? Bilik bambu itulah yang menyimpan banyak cerita. ***
Rumah mungil itu terjepit rapat oleh rumah-rumah sekelilingnya. Lelaki kelahiran Dolong, Sulawesi Tengah itu, sudah setahun hidup di petak sempit itu. Hanya istri dan putrinya yang berusia 9 tahun "temannya" di kompleks itu.
Entah apa yang membuat dia betah di rumah itu. Mungkin terpaksa. Yang pasti, rumah di Jalan Kelapa Gading Sengon VII, RT 05, RW 14, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Jakarta, itu amat dekat dengan depo pengisian truk tangki BBM Plumpang. Uci kini menghadapi sangkaan serius. Dituduh mau melakukan pengeboman terhadap tangki BBM Plumpang itu.
Tetangganya Yono, menilai Wahyu sebagai pribadi yang tertutup. Hanya satu-dua orang yang pernah dilihatnya bertamu. Yono sampai tak tahu siapa nama istri Wahyu yang selalu bercadar itu. "Agamanya aneh, kayak punya klub," ujar tukang bakso yang tinggal 10 meter dari rumah Wahyu.
Ada juga tetangga yang mengenal Wahyu. "Hubungannya dengan tetangga, setahu saya, baik," kata Uti Utami, 33 tahun. Ia juga tahu Wahyu kadang bekerja sebagai tukang bor sumur. Wahyu seperti mengasingkan diri di tengah keramaian, sampai-sampai pengurus RT setempat tak mengenalnya. "Saya tak kenal Wahyu," kata Pak Ketua RW 14 Abdul Wahab.
Paman Rusli Mardani, Endhe Mardhani, mengaku kaget sewaktu mendengar keponakannya ditangkap melaui berita di telivisi. “Kami kaget Uci disangka teroris,” katanya kepada Media Alkhairaat, Ahad kemarin.
Ende mengaku hampir 8 tahun sejak tahun 2001, keluarga besarnya putus komunikasi dan tidak tahu keberadaan Uci. Ende mengatakan Uci lahir di Desa Dolong, Kecamatan Walea Kepulauan, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Sekolah Uci, kata dia, mulai dari SD, SMP dan SMA semua ditamatkan di Poso.
Di Poso, Uci tinggal bersama kakak perempuannya Nive Mardhani di Kelurahan Kayamanya, Poso Kota.
Menurut Ende, Uci anak yang baik, penurut dan pendiam. Orangtuanya di Dolong menangis saat tahu Uci ditangkap. “Dia anak baik dan pendiam, Kalau diingatkan, jangan nakal ikut anak-anak yang mabuk-mabukan dia akan menurut,” kata Ende.
Dia penurut sama orang tuanya, kakak, dan paman-pamannya. Bahkan karena perawakannya yang tinggi besar, ia pernah ikut menjadi pasukan Paskibraka di Poso Kota.
Di mata teman-temanya di Kayamanya, Uci terbilang anak baik suka menolong yang susah. Dia pendiam tidak banyak cerita. “Dia pendiam, tidak banyak cing-cong,” kata Aco, teman dekat Uci di Kayamanya.
Keluarga berharap bisa bertemu Uci untuk melepaskan rindu dan merawat anaknya dan istrinya. “Antara sedih dan syukur. Sedih, karena Uci ditangkap Polisi karena mengikuti aktifitas yang dilarang pemerintah. Syukur karena, dia masih hidup,” jelas Ende.
Rumah Wahyu berdinding separuh tembok setinggi satu meter dan anyaman bambu. Pintunya dari tripleks dengan tambalan di sana-sini. Atapnya asbes dan genteng dengan susunan tak rapi. Lantai di teras rumah hanya dialasi selembar ambal usang. Polisi tak menemukan Wahyu alias Rusli Mardhani alias Uci alias Muklis, tapi polisi mengklaim telah menemukan 2,6 kilogram bahan peledak TNI, pistol, dan sejumlah peluru di sana.
Setelah penangkapan itu, istri Wahyu menghilang. Dia bahkan meninggalkan putrinya di rumah Muntasir. Ke mana dia pergi? Benarkah Wahyu teroris? Bilik bambu itulah yang menyimpan banyak cerita. ***
Monday, October 13, 2008
Warga Kabupaten Sigi Bentrok, Tiga Luka-Luka
Bentrokan antarwarga terjadi di Desa Karawana dan Desa Soluove, Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi Biromaru, sekitar 20 kilometer arah Selatan Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada Ahad (12/10) siang hingga malam. Akibatnya, tiga warga dari ke dua desa tersebut terluka terkena lemparan batu dan bidikan busur.
Ketiga warga tersebut adalah Ny. Masni (35) terkena lemparan batu di bagian pelipis dan Ny Mista (28) terkena busur di bagian pinggang. Kedua korban ini adalah warga Desa Soulowe.
Sementara seorang laki-laki bernama Arman alias Man (30) warga Desa Karawana terkena lemparan batu di bagian belakang kepala.
Ny. Masni salah seorang korban yang terkena lemparan batu itu kepada The Jakarta Post mengatakan, kejadian itu terjadi sejak pukul 01:00 dinihari. Saat itu, desanya diserang warga Desa Karawana yamg masih tetangga desa. Namun penyerangan itu tidak berlangsung lama.
Tak lama kemudian, pada pukul 04.30 Wita warga Desa Karawana kembali menyerang Desa Saulove. Dalam penyerangan itu, kedua desa ini terlibat aksi baku lempar dengan menggunakan batu. Nasib sial bagi Ny Masni, dalam aksi saling lempar itu, dirinya terkena lemparan batu.
“Waktu baku lempar itu tidak lama saya sudah tidak ikut lagi, karena saat itu saya sudah kena lemparan, di bagian pelipis sehingga langsung dibawa ke puskesmas untuk dijahit ,” katanya.
Ny. Meti, salah seorang warga Desa Soulove yang tinggal di perbatasan antara kedua desa tersebut mengaku mengungsi karena merasa tidak nyaman menetap di rumahnya. Pilihan untuk mengungsi itu, katanya, karena setiap penyerangan, rumahnya menjadi sasaran pelemparan batu.
”Saya terpaksa mengungsi karena masih khawatir terjadi lagi penyerangan susulan," katanya.
Kepala Kepolisian Sektor Dolo, Inspektur Satu Polisi Ridwan Hutagaol mengatakan, belum diketahui motif di balik bentrokan antarwarga tersebut. “Sampai saat ini belum jelas akar permasalahannya, karena setelah melakukan pertemuan dengan empat kepala desa, yakni kepala Desa Soulove, Karawana, Potoya dan Tulo, tidak terungkap masalah apa sebenarnya yang terjadi," katanya.
Menurut Kapolsek, hasil pertemuan para tokoh tersebut, menyimpulkan bahwa setiap Kepala Desa mengamankan daerahnya masing-masing dan melakukan sosialisasi kepada warganya agar tidak terprovokasi dengan isu-isu negatif yang berkembang di desa masing-masing.
Untuk mengamankan situasi, saat ini polisi telah mengirimkan satu pleton aparat Kepolisian Polsek Dolo. "Jika terjadi lagi bentrokan, maka akan ada penambahan pasukan dari Polres Donggala," katanya.
Pantauan The Jakarta Post menyebutkan, hingga Senin (13/10) dini hari situasi kedua desa tersebut masih mencekam. Walau pun aparat keamanan yang diturunkan untuk pengamanan itu, namun warga yang tinggal di perbatasan masih mengungsi ke rumah keluarga yang berjauhan dengan perbatasan.
Sedangkan Senin pagi, dua sekolah di desa Soulowe dan di perbatasan antara Desa Soulowe dan Desa Karawana, yakni Madrasah Aliyah Almuhibbah dan Madrasah Tsanawiyah Alkhairaat belum dapat belajar normal. Sejumlah guru dan siswanya hanya terlihat duduk di teras sekolah.
Kepala Madrasah Aliyah Almuhibbah Soulowe, Ratna Madung mengatakan, pihaknya sengaja tidak menormalkan proses belajar mengajar karena situasi belum menentu.
"Orang di sini 'gila-gila' biar ada polisi tapi kalau mau menyerang balik ya tetap saja mereka lakukan. Jadi, kalau-kalau terjadi situasi chaos lagi, kita lebih gampang mengamankan diri," katanya. ***
Ketiga warga tersebut adalah Ny. Masni (35) terkena lemparan batu di bagian pelipis dan Ny Mista (28) terkena busur di bagian pinggang. Kedua korban ini adalah warga Desa Soulowe.
Sementara seorang laki-laki bernama Arman alias Man (30) warga Desa Karawana terkena lemparan batu di bagian belakang kepala.
Ny. Masni salah seorang korban yang terkena lemparan batu itu kepada The Jakarta Post mengatakan, kejadian itu terjadi sejak pukul 01:00 dinihari. Saat itu, desanya diserang warga Desa Karawana yamg masih tetangga desa. Namun penyerangan itu tidak berlangsung lama.
Tak lama kemudian, pada pukul 04.30 Wita warga Desa Karawana kembali menyerang Desa Saulove. Dalam penyerangan itu, kedua desa ini terlibat aksi baku lempar dengan menggunakan batu. Nasib sial bagi Ny Masni, dalam aksi saling lempar itu, dirinya terkena lemparan batu.
“Waktu baku lempar itu tidak lama saya sudah tidak ikut lagi, karena saat itu saya sudah kena lemparan, di bagian pelipis sehingga langsung dibawa ke puskesmas untuk dijahit ,” katanya.
Ny. Meti, salah seorang warga Desa Soulove yang tinggal di perbatasan antara kedua desa tersebut mengaku mengungsi karena merasa tidak nyaman menetap di rumahnya. Pilihan untuk mengungsi itu, katanya, karena setiap penyerangan, rumahnya menjadi sasaran pelemparan batu.
”Saya terpaksa mengungsi karena masih khawatir terjadi lagi penyerangan susulan," katanya.
Kepala Kepolisian Sektor Dolo, Inspektur Satu Polisi Ridwan Hutagaol mengatakan, belum diketahui motif di balik bentrokan antarwarga tersebut. “Sampai saat ini belum jelas akar permasalahannya, karena setelah melakukan pertemuan dengan empat kepala desa, yakni kepala Desa Soulove, Karawana, Potoya dan Tulo, tidak terungkap masalah apa sebenarnya yang terjadi," katanya.
Menurut Kapolsek, hasil pertemuan para tokoh tersebut, menyimpulkan bahwa setiap Kepala Desa mengamankan daerahnya masing-masing dan melakukan sosialisasi kepada warganya agar tidak terprovokasi dengan isu-isu negatif yang berkembang di desa masing-masing.
Untuk mengamankan situasi, saat ini polisi telah mengirimkan satu pleton aparat Kepolisian Polsek Dolo. "Jika terjadi lagi bentrokan, maka akan ada penambahan pasukan dari Polres Donggala," katanya.
Pantauan The Jakarta Post menyebutkan, hingga Senin (13/10) dini hari situasi kedua desa tersebut masih mencekam. Walau pun aparat keamanan yang diturunkan untuk pengamanan itu, namun warga yang tinggal di perbatasan masih mengungsi ke rumah keluarga yang berjauhan dengan perbatasan.
Sedangkan Senin pagi, dua sekolah di desa Soulowe dan di perbatasan antara Desa Soulowe dan Desa Karawana, yakni Madrasah Aliyah Almuhibbah dan Madrasah Tsanawiyah Alkhairaat belum dapat belajar normal. Sejumlah guru dan siswanya hanya terlihat duduk di teras sekolah.
Kepala Madrasah Aliyah Almuhibbah Soulowe, Ratna Madung mengatakan, pihaknya sengaja tidak menormalkan proses belajar mengajar karena situasi belum menentu.
"Orang di sini 'gila-gila' biar ada polisi tapi kalau mau menyerang balik ya tetap saja mereka lakukan. Jadi, kalau-kalau terjadi situasi chaos lagi, kita lebih gampang mengamankan diri," katanya. ***
Warga Alkhairaat Diminta Amankan Hasil Pilkada Malut
Ketua Utama Alkhairaat, Habib Saiyid Saggaf Muhammad Aljufri, mengimbau warga Alkhairaat di Provinsi Maluku Utara (Malut)untuk mendukung dan mengamankan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur setempat, Thaib Armayn dan Abdul Gani Kasuba, setelah dilantik oleh Menteri Dalam Negeri 28 September lalu.
"Saya mewajibkan kepada seluruh warga Alkhairaat di Maluku Utara, untuk mengamankan pasangan ini. Karena bagaimana pun juga keduanya sudah diputuskan sebagai pemenang," imbau Ketua Utama Alkhairaat melalui The Jakarta Post, Senin (13/10) pagi.
Menurutnya, siapa pun warga bangsa boleh berbeda pilihan saat berlangsungnya pilkada, tapi setelah pemerintah menetapkan pemenangnya dan melantik pasangan tersebut, maka seluruh rakyat harus menghormtai keputusan keputusan itu. "Dan cara menghormatinya adalah dengan menghilangkan perbedaan dan silang sengketa politik itu," ujarnya.
Ketua Utama Alkhairaat sengaja memberikan imbauan itu, karena mayoritas rakyat Maluku Utara adalah keluarga besar Alkhairaat, termasuk Wakil Gubernur Abdul Gani Kasuba.
"Tapi saya tidak melihat bahwa Abdul Gani Kasuba itu alumni Alkhairaat, kepentingan saya yang paling besar adalah soal kedamaian dan keamanan masyarakat. Saya pikir itu yang menjadi penting untuk direnungkan bersama," kata Habib Saggaf Aljufi.
Apalagi, menurut Habib Saggaf Aljufri yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Tengah ini, Provinsi Maluku Utara pernah memiliki pengalaman buruk, yakni pernah terjadinya kerusuhan yang bernuansa agama dan politik.
"Jadi, pengalaman buruk itu jangan sampai kembali terjadi," papar Habib Saggaf Aljufri yang juga salah seorang tokoh perdamaian Poso ini.
Alkhairaat adalah Perguruan Islam terbesar di Indonesia bagian timur. Cabang-cabang Alkhairaat tersebar dari Sulawesi Tengah hingga Papua Barat. Dan cabang utama adalah Alkhairaat di Provinsi Maluku Utara.
Di Provinsi Maluku utara, saat ini tercatat ada empat Pondok Pesantren Alkhairaat dan 162 madrasah serta sekolah Alkhairaat. Lembaga yang berdiri sejak tahun 1930 ini, bulan Agustus lalu menggelar Muktamar yang ke-9 dan dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ***
Saturday, October 11, 2008
Ketika Si Miskin di Parigi Belum Tersentuh MDGs
Tubuhnya tenggelam hingga sebatas paha orang dewasa. Tangannya erat memegang jaring mendorongnya bolak-balik di tepi laut. Aktivitas itu dilakukan oleh Ny. Sice Carinama (63 tahun). Wanita ini berprofesi sebagai pencari nener atau ikan sekecil jarum jahit. Nener adalah bibit ikan bandeng.
Ny. Sice Carinama hanyalah salah seorang dari sekian banyaknya para pencari nener di Desa Toboli, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parigi Moutong----sekitar 90 kilometer dari Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Nenek dari 11 cucu ini mengaku telah bekerja mencari nener sejak tahun 1985. Itu dilakukannya, karena ia tak punya pekerjaan lain untuk dapat menghidupi dirinya. Ia termasuk salah seorang di antara warga miskin di daerah tersebut.
"Suami saya miskin. Dia tidak punya perahu seperti orang lain yang digunakan untuk mencari ikan. Jadi, untuk dapat bertahan hidup, saya harus bekerja sendiri dengan cara mencari nener ini," kata Ny. Sice Carinama, Kamis (9/10) siang.
Ia mengaku, nener yang berhasil didapatkannya, paling banyak dalam sehari bisa mencapai seribu ekor. Per ekor nenernya, dijual seharga Rp 30. Dengan demikian, ia bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 30 ribu per hari. Harga itu sudah termasuk mahal, karena sebelumnya per ekor nener masih berkisar antara Rp 20 hingga Rp 25.
Walau dengan penghasilan kecil seperti itu, Ny Sice Carinama mengaku dapat menutupi kebutuhan hidupnya sehari seperti membeli beras dan sedikit simpanan untuk berjaga-jaga jika ia sakit.
"Ya alhamdulillah, saya bersyukur di usia saya yang sudah tua ini tapi masih bisa bekerja. Jadi walaupun cuma sedikit yang saya dapat, saya merasa sudah cukup," katanya.
Walau mengaku miskin, Ny Sice Carinama mengaku tidak mau ikut mengantri menerima dana bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah. Tidak juga terjadi, karena memang ibu dari tiga anak ini tidak terdaftar sebagai salah seorang warga miskin penerima BLT. Namun ia tidak sedih, senyum puas terlihat jelas dari wajahnya yang sudah keriput itu. Apalagi, kalau hasil yang diperolehnya dari mencari nener lebih dari seribu ekor per hari.
Kepada The Jakarta Post, Ny Sice Carinama berharap, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong dapat memperhatikan nasib orang-orang tua seusianya yang masih bekerja keras mencari hidup. Paling tidak, katanya, pemerintah dapat memberikan modal usaha untuk membangun kios atau usaha lainnya, agar ia tidak perlu lagi bermandikan air laut sekadar untuk mencari nener.
“Sudah lama saya mau bertemu bupati untuk minta uang bikin kios. Tapi saya takut karena saya hanya nenek miskin yang tidak punya baju bagus untuk bertemu bupati,” katanya.
Hari itu, memang bertepatan dilantiknya pasangan Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong, Longky Djanggola dan Samsurijal Tombolotutu. Keduanya adalah pemenang Pilkada 19 Agustus 2008 lalu.
Bagi Longky Djanggola, jabatan bupati itu merupakan periode yang kedua kali. Pada pilkada lalu ia kembali terpilih, karena dinilai sukses menjalankan program pembangunan di daerah itu, termasuk penanggulangan kemiskinan di daerah itu, melalui program Millenium Development Goals (MDGs).
PENCAPAIAN MDGS DI PARIGI MOUTONG
Tahun 2005 silam, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan United Nations Development Programme (UNDP) mengerjakan program MDG's, dengan menyusun strategi penanggulangan kemiskinan secara paritisipatif dengan melibatkan masyarakat miskin.
MDGs itu sendiri dideklarasikan oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 sebagai komitmen global untuk mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan atau hidup dengan biaya di bawah 2 dollar AS per hari.
Dengan MDGs diharapkan penduduk miskin dunia yang jumlahnya mencapai 1,3 miliar dapat dikurangi menjadi setengahnya pada tahun 2015. Caranya bisa macam-macam, mulai dari bantuan langsung, pengurangan utang, atau memberikan akses perdagangan yang adil bagi negara miskin.
Bupati Longky Djanggola mengatakan untuk keluar dari belenggu kemiskinan itu, masyarakat miskin harus dilibatkan agar kita bisa tahu apa sebenarnya masalah mereka.
"Dan ternyata masyarakat miskin begitu aktif bersama-sama kami untuk menentukan program-program prioritas bagi mereka," kata Bupati Longky Djanggola.
Dari hasil diskusi dan berbagai pertemuan dengan masyarakat miskin itu, didapatkan salah satu masalah penting bahwa ternyata masyarakat miskin kekurangan modal untuk bisa mengembangkan potensi yang tersedia di sekitar mereka.
Dari situlah, tahun 2006 lalu, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong kemudian mengagunkan dana di bank sebesar Rp 2,5 miliar yang diperuntukan bagi masyarakat miskin. "Dana itu sebagai agunan agar masyarakat miskin dapat mengambil kredit tanpa bunga," katanya.
Sejak ada agunan dana itu, tercatat sebanyak 1.180 orang yang mengajukan permohonan kredit di bank, dengan jumlah dana yang dipinjam antara Rp 2,5 juta hingga Rp 3,5 juta. Dan setiap bulannya, warga miskin mengembalikan dana bergulir itu berkisar antara Rp Rp 250 ribu hingga Rp 500 ribu per bulannya.
Tidak hanya itu, masih beberapa lagi program penanggulangan kemiskinan berbasis MDG's ini telah direalisasikan oleh Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong. Antara lain memberikan pengobatan gratis bagi masyarakat miskin, pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) gratis bagi penduduk miskin dan beberapa program lainnya.
Deputi Menko Kesra Bidang Penanggulangan Kemiskinan, Sujana Royat mengakui, dari lima provinsi di Indonesia yang menjadi percontohan untuk penerapan program MDG's itu, Parigi Moutong yang dianggap paling berhasil. Kelia provinsi itu adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Maluku, Maluku Utara dan Parigi Moutong.
Apa yang dilakukan oleh Kabupaten Parigi Moutong itu, kata Sujana Royat, adalah model insiatif daerah untuk melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. Tinggal bagaimana pemerintah pusat ikut mendorongnya dengan melakukan imigrasi anggaran program penanggulangan kemiskinan di daerah ke kabupaten itu.
Tapi, boleh jadi, Ny, Sice Carinama si petani nener ini luput dari pendataan. Atau boleh jadi karena keterbatasan dan ketidakmampuannya, sehingga ia tidak mengetahui soal adanya dana agunan yang memang diperuntukkan bagi masyarakat miskin di Parigi Moutong.
“Mungkin karena saya bodoh jadi saya tidak tahu. Tapi saya juga berharap agar pemerintah jangan terlantarkan saya. Apalagi, kata orang-orang bahwa bupati Longky Djanggola itu sangat peduli dengan masyarakat miskin. Jadi tolonglah perhatikan nasib saya yang sudah tua ini,” tandasnya.
POTENSI PARIGI MOUTONG
Parigi Moutong, terkenal dengan daerah agraris serta terkenal dengan Teluk Tomini yang menyimpan sejuta potensi. Panjang garis pantainya 472 Kilometer.
Teluk Tomini merupakan teluk yang sangat luas dan perairan yang spesifik. Karena itulah, teluk ini memiliki potensi sumberdaya perikanan yang sangat melimpah. Potensi perikanan itulah yang dimanfaatkan oleh nelayan dari tiga provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Potensi Lestasi di Kabupaten Parigi Moutong saat ini mencapai 68 ribu ton per tahun. Potensi itu terdiri dari Ikan Palagis 3,2 ton per kilometer persegi per tahun dan ikan Demersal 2,9 ton persegi per tahun. Potensi terletak di daerah penangkapan yang bisa dijangkau oleh nelayan tradisional sejauh 28.208 kilometer persegi, dengan produksi perikanan tangkap 21.072,2 ton pertahun.
Data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Parigi Moutong menyebutkan, hasil tangkapan nelayan saat ini berupa ikan cakalang sebanyak 2.115,40 ton per tahun, ikan tuna sebanyak 2.274,90 ton per tahun, ikan lajang 3.094,10 ton per tahun dan ikan hias mencapai 27.555 ton per tahun.
Di teluk ini, terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya, dan seakan menjadi surga bagi para penyelam. Selain karena terumbu karangnya yang indah, berbagai jenis ikan juga hidup di sini. Melihat besarnya potensi itu, tahun 2003 silam, ketika Megawati Soekarnoputri masih menjabat Presiden RI, ia telah mencanangkan Teluk Tomini sebagai Pintu Gerbang Mina Bahari.
Selain potensi perikanan laut, di Kabupaten Parigi Moutong juga memiliki potensi ikan air tawar yang sangat besar. Budi daya tambak saja memiliki potensinya seluas 10.365 hektar, tapi yang baru tergarap seluas tergarap 3500 hektar. Budidaya kolam seluas 750 hektar dan luas tergarap baru 52 hektar. ***
Puluhan Warga Palu Terserang Deman Berdarah
Puluhan warga Dusun Salena, Kelurahan Buluri, Kecamatan Palu Barat diserang penyakit demam berdarah yang diakibatkan nyamuk Adies Egypti.
Ketua RT 1 Dusun Salena, Endi, mengatakan ia telah mengadukan kondisi ini kepada petugas kesehatan di Puskesmas Pembantu (Pustu) setempat.
Tapi, katanya, petugas kesehatan tidak memberikan pertolongan terhadap warganya, dan hanya menganjurkan warga menjaga kebersihan lingkungan, dan tidak mengkonsumsi air yang tidak dimasak.
"Saya sudah meneruskan anjuran petugas kesehatan itu, tapi korban demam berdarah terus bertambah," kata Endi.
Saat ini, tercatat sudah 15 orang yang telah terjangkit penyakit demam berdarah. Sedangkan lima di antaranya adalah balita, dan sampai sekarang belum mendapat penanganan dokter.
Ny. Lira, salah seorang warga mengatakan, ia tidak tahu sedang menderita penyakit apa, tapi yang dirasakannya adalah kepalanya pusing-pusing dan badannya panas.
"Saya tahu kalau saya terserang demam berdarah, nanti setelah ditanyakan kepada petugas kesehatan di puskesmas," kata Ny. Lira.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu, drg Emma Sukmawati mengatakan, pihaknya belum menerima laporan adanya warga Salena yang terserang demam berdarah.
Namun, drg Emma Sukmawati menyatakan, bulan April 2008 lalu, tercatat ada tiga orang warga Salena yang dirawat inap di Rumah Sakit Anutapura Palu, akibat infeksi virus Demam Berdarah Dengue (DBD). Salah seorang di antara mereka adalah balita, berusia 2 tahun.
Walaupun DBD telah mewabah di Salena, namun belum ada tindakan serius dari instansi terkait, seperti melakukan fogging (penyemprotan) dan pembagian abate. ***
Subscribe to:
Posts (Atom)