PALU - Sore itu kendaraan tak begitu banyak parkir di pelataran pusat perbelanjaan Palu Plaza, Palu Barat. Hanya ada beberapa sepeda motor saja yang terparkir rapi di depan deretan toko di bagian selatan pusat perbelanjaan itu.
Sesekali terdengar bunyi sempritan dari si tukang parkir. Ia berbaju kaus kuning, dibalut rompi warna orange dan bercelana jeans warna abu-abu. Tapi keadaannya sangat berbeda dengan tukang parkir pada umumnya. Bedanya, ia mengarahkan kendaraan untuk diparkir, tapi dengan menggunakan kursi roda.
Dengan susah payah dan penuh kehati-hatian, lelaki itu harus mengarahkan kendaraan yang akan parkir, karena kontur jalan di tempat itu tidak begitu rata. Ada sedikit gundukan tanah yang membuatnya harus mengeluarkan sedikit tenaga, untuk memutar roda kursinya. Meskipun sedikit lamban, tapi ia tetap sabar dan ramah melayani para pelanggannya. Lantaran itu, terlihat jelas peluh yang membasahi wajahnya karena kepanasan.
Ya…namanya Safrul Akbar. Lelaki berusia sekitar 29 tahun itu, adalah pria cacat. Tapi tidaklah tergurat kesedihan sedikit pun di wajahnya. Bagi Safrul Akbar, cacat bukanlah halangan baginya untuk mencari nafkah.
Safrul Akbar ini tidak mau menjadi peminta-peminta, yang berjalan dari satu rumah ke rumah lainnya untuk mengharapkan uluran tangan orang lain. Ia juga tak mau berpindah dari satu rumah makan ke rumah makan lainnya, hanya untuk mendapatkan sesuap nasi demi mengisi perutnya yang sedang lapar.
Safrul Akbar mengatakan, rezeki yang dihasilkan dari kerja keras akan menjadi lebih bermakna dan kepuasan tersendiri. “Cuma begini saja yang saya bisa kerja pak. Saya tidak punya kemampuan lain untuk bisa bekerja seperti orang lain. Tapi Alhamdulillah, cukuplah bagi saya untuk bisa makan,” katanya.
Bekerja sebagai jasa parkir sudah dilakoninya selama dua tahun terakhir. Sebelumnya, lelaki lajang ini sempat menjadi petugas kebersihan di sebuah masjid di jalan Tompi Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat. Setiap hari ia harus menyapu debu dan kotoran di lantai masjid. Membersihkan tempat wudhu dan toilet di masjid.
Pekerjan sebagai cleaning cervice di masjid itu, ia lakukan setelah menamatkan pendidikannya di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang tak jauh dari masjid yang ia tempati untuk mengais nafkah itu. Tapi, pekerjaan itu terlalu berat baginya. Sejumlah jamaah juga tidak tega melihat lelaki cacat harus bekerja seperti itu. Akhirnya, selain dengan honor yang diterimanya dari pengurus masjid, ia juga selalu mendapat bantuan dari jamaah masjid.
“Saya tidak mau dikasihani orang, makanya saya memutuskan untuk tidak lagi bekerja sebagai penjaga masjid,” katanya.
Dari situlah, si bungsu dari empat bersaudara ini kemudian berusaha mencari pekerjaan lain. Maka jadilah ia si tukang parkir di kawasan pertokoan Palu Plaza. Sehari, ia bisa memberikan pemasukan kepada Pemerintah Kota Palu, berkisar antara Rp 25 ribu. Jika rezeki lagi bersamanya, pendapatan Safrul bisa mencapai Rp. 40 ribu per hari. Pendapatan perhari dari hasil parkir tersebut, harus disisihkan oleh Safrul kepada pengelolah parkir sebesar Rp. 5 ribu .
Berharap Kursi Roda Baru
Safrul Akbar ini tidak hanya sekadar cacat. Ia juga seorang anak yatim yang sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya sejak beberapa bulan ia masih duduk di bangku sekolah dulu. Tapi, kehilangan kedua orang tuanya yang miskin itu, justru menambah ketabahan baginya untuk menjalani hidup.
Menurutnya, ia harus hidup dengan segala cara yang baik, meski sudah tidak lagi memiliki orang tua. Ia juga tidak mau bergantung hidup pada tiga saudara kandungnya yang lain.
Bersaing dengan orang bertubuh normal, bukan masalah baginya. Yang penting tidak saling mencaplok lahan garapan. Dalam menjalani profesi sebagai tukang parkir dengan tubuh cacat, bukannya tak ada halangan.
Pernah sekali, saat ia baru beberapa bulan menjalani pekerjaan sebagai penegak disiplin itu, sempat mengalami hambatan. Pihak perusahan yang memungut retribusi perparkiran Kota Palu sempat memberhentikannya. Pasalnya ia dinilai kurang cekatan, karena cacat tubuh yang ia bawa sejak lahir itu.
Namun oleh para pemilik toko yang ada di tempat ia bekerja, ia diminta kembali untuk menjadi tukang parkir. Akhirnya dengan kebesaran hati dan niat tulus untuk mengais rezeki, Safrul kembali menjalani pekerjaannya itu.
Menjalani profesi layaknya orang normal pada umumnya, membuat Safrul harus berada di tempat kerjanya setiap hari, mulai pukul 09.00 hingga 22.00 wita. Untuk menempuh perjalanan dari rumahnya ke tempat kerja, pria yang saat ini, harus menggunakan becak untuk transportasi pergu pulangnya.
Safrul Akbar mengfaku, bahwa kursi roda tersebut adalah pemberian Dinas Sosial Kota Palu, saat ia masih duduk di bangku sekolah dulu. Hingga saat ini, sebagai anak terakhir dan belum menikah itu, sahrul tetap berusaha berjuang mencari makan dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya dari pendapatan parkirnya. “Pernah sekali saya diajak orang, untuk kerja di meubel. Tapi saya tidak sanggup. Karena terlalu berat untuk saya. Saya kan susah berdiri, jadi kalau angkat atau ambil kayu, pasti sulit,” kenang Safrul Akbar.
Seperti para orang dewasa kebanyakan, Safrul terus berpikir, bagaimana bisa melakoni pekerjaannya dengan nyaman dan lebih meningkat. Dalam rencana ke depannya, Safrul berkeinginan membeli kursi roda baru lagi, karena kursi roda yang ia gunakan selama ini, sudah tidak layak pakai.
Pria yang yang tinggal di jalan Asam I, Kecamatan Palu Barat ini, mengaku sudah ukup nyaman dengan pekerjaannya sekarang. Ia tak berniat untuk berhenti, atau pindah profesi lagi.
“Begini lebih nyaman, lebih baik menurut saya. Dari pada saya cuma menjadi peminta-minta, lebih baik saya gunakan kemampuan saya menjadi tukang parkir. Inikan halal,” katanya dengan nada sedikit parau.
Safrul Akbar, mungkin tak sendiri. Masih banyak orang cacat lainnya di luar sana yang bernasib sama dengannya. Nasib mereka juga mungkin lebih parah dari Safrul Akbar, dan kayaknya pemerintah kita belum menunjukkan sikap baik untuk berpihak pada mereka. Berusahalah dengan tabah, semoga kursi roda baru yang kau inginkan akan didapatkan secepatnya.***
No comments:
Post a Comment