Ruslan Sangadji
Pantai Talise di Kota Palu, Sulawesi Tengah, sejak tahun 1990-an hingga 2000, identik dengan tempat transaksi seks kelas rendahan. Seiring terbenamnya matahari di bagian barat Kota Palu, di saat itu pula mulai berdiri warung remang-remang yang menambah keyakinan pengunjung, bahwa pemilik warungnya juga menyediakan wanita-wanita penghibur.
Maka tak heran, hampir setiap malam, antrian kendaraan roda dua maupun empat selalu memenuhi Pantai Talise itu. Mereka datang, tak hanya sekadar menikmati minuman tradisional seperti sarabba (air jahe dicampur sedikit santan dan susu), pisang goreng, pisang gepe (pisang bakar dibumbui keju atau gula merah) dan jagung bakar, mereka juga datang untuk memangsa wanita penghibur di tempat itu.
Pemerintah Kota Palu menilai, situasi itu tak bisa dibiarkan terus menerus. Apalagi, letak Pantai Talise itu di tengah kota, sehingga akan membuat kesan negatif bagi tamu yang datang ke Kota Palu.
Maka, Pemerintah Kota Palu membuat kebijakan baru dengan melarang para wanita penghibur kelas rendahan itu beroperasi di Pantai Talise. Razia pun dilakukan. Satu-persatu para PSk itu diamankan dan dibina di Panti Sosial Kalukubula. Akhirnya, Pantai Talise pun kini telah berubah. Tak ada lagi warung remang-remang. Yang ada, hanyalah warung khusu disediakan untuk menjual aneka macam minuman dan makanan khas Kaili. Kaili adalah etnis asli Palu.
Kini, Pantai Talise telah menjadi salah satu tempat wisata malam, dimana warga dapat menikmati keindahan Teluk Palu yang berbatasan dengan Selat Makassar itu. Keindahan lampu-lampu dari perahu nelayan yang bergerak-gerak di tengah teluk karena dihempas gelombang dan juga menikmati makanan dan minuman khas, tanpa diganggu oleh wanita penghibur lagi. Suasana itu menjadi semakin lengkap, setelah dibangunnya Jembatan Palu IV yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono awal Mei lalu.
Tak jauh dari Pantai Talise itu, hanya sekitar 3 kilometer ke arah barat, atau tepatnya di Taman Ria, warga dan tamu yang datang ke Palu, dapat menikmati keindahan yang sama dengan di Pantai Talise. Tapi, di pantai ini lebih lengkap lagi, karena pemilik warung juga menjual makanan khas seperti Kaledo (sop tulang sapi) yang dimakan dengan singkong atau nasi, uvempoi (kuah asam dari tulang sapi) yang dimakan dengan burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang), dan uta dada (semacam opor ayam).
Di Pantai Taman Ria ini juga berdiri sebuah restoran yang meyediakan menu-menu nusantara yang lengkap. Tapi, menu favoritnya adalah ikan bakar. Di sini disediakan segala jenis ikan seperti Bubara, kakap merah, baronang, sunu dan berbagai macam ikan kualitas ekspor lainnya.
Walikota Palu, Rusdy Mastura mengatakan, Kota Palu ini sangat indah. Kota ini dikenal dengan "Kota Tiga Dimensi", karena ada teluk Palu yang indah, dikelilingi pegunungan dan juga dilengkapi dengan sebuah suangai panjang membelah kota. Sungai ini adalah muara dari Danau Lindu di Taman Nasional Lore Lindu.
"Inilah yang membuat Kota Palu menjadi indah. Hanya saja, kita tidak punya dana yang besar untuk bisa mengembangkan kawasan ini menjadi tempat wisata moderen," kata Walikota Palu.
Meski demikian, Rusdy Mastura mengatakan bahwa pelan tapi pasti, pihaknya akan berusaha mengembangkan kawasan pantai di Kota Palu, sebagai tempat wisata di malam hari. "Saya yakin, pantai ini akan menjadi tempat yang sangat romantis untuk bersantai bersama keluarga di malam hari," katanya.
PILIHAN TEPAT UNTUK SNORKELING
Begitu matahari terbit, suasana romantis di malam hari pun berganti dengan ramainya warga yang memilih santai dan menikmati hangatnya air laut di pagi hari. Tidak hanya itu, bagi mereka yang hobi diving atau snorkeling, akan dapat menikmati keindahan terumbu karang warna-warni yang berbentuk bunga dan pohon.
"Jika kita snorkeling, baru tiga meter dari bibir pantai saja, kita sudah dijemput oleh ikan-ikan hias yang bermain-main di antara karang. Kita juga akan menikmati keindahan terumbu karang di Pantai Talise ini," kata Ferry Taula, salah seorang pengelola restoran di tempat itu yang mengaku telah mendokumentasikan terumbu karang yang berwarna-warni di tempat itu.
Selain mendokumentasikan terumbu karang, Ferry Taula juga menjaga kawasan itu dari ancaman illegal fishing. Caranya, ia menyewa warga setempat untuk menangkap para nelayan tradisional yang sengaja menangkap ikan dengan cara ilegal seperti menggunakan bom dan racun.
Tapi, dia juga memberdayakan nelayan tradisional setempat dengan memberikan perahu dan membeli ikan hasil tangkapan mereka dengan cara yang legal. "Ini semua saya lakukan agar mereka tidak menangkap ikan dengan cara illegal," katanya.
Menurut Fery Taula, setiap hari Minggu, tercatat sedikitnya 100 orang yang datang ke Pantai Talise untuk menikmati hangatnya air laut, menikmati terumbu karang dan ikan hias yang berwarna-warni.
Pantai Talise ini juga menjadi kawasan wisata yang paling mudah dijangkau. Jarak dari hotel terbesar di Kota Palu hanya sekitar 1 kilometer. Jarak dari air port hanya sekitar 4 kilometer, dan jarak ke lapangan golf hanya sekitar 500 meter. Pokoknya akses ke mana-mana sangat mudah dijangkau, karena tidak ada kemacetan lalulintas laiknya Jakarta yang penuh kemacetan.
Sayangnya, saat ini kawasan itu masih dikunjungi oleh pengunjung lokal. Wisatawan manca negara masih memilih Pantai Tanjung Karang di Kabupaten Donggala---sekitar 45 kilometer arah barat Palu, dan di Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una.
Itu disebabkan karena kawasan ini sudah lama dikembangkan, promosinya sudah ke mana-mana dan lengkap dengan cottage. Rata-rata, wisatawan manca negara yang datang ke dua tempat itu adalah dari Eropa.
Data Dinas Pariwisata Sulawesi Tengah menyebutkan, dalam setiap tahun tercatat wisatawan manca negara yang datang ke Pantai Tanjung Karang tercatat sedikitnya 150 orang. Sedangkan di Kepulauan Togean, sampai mencapai 300 orang. Kebanyakan mereka berasal dari Eropa.
Pantai Talise juga akan bisa berkembang seperti Pantai Tanjung Karang dan Kepulauan Togean, jika Pemerintah Kota Palu juga memprioritaskan pengembangan wisata dalan kebijakan pembangunan di kota ini.
Saat ini, Pemerintah Kota Palu cenderung lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Sedangkan pengembangan wisata cenderung diabaikan. Padahal, jika wisatanya maju, maka dengan sendirinya kota ini akan ramai dikunjungi wisatawan asing dan investasi pun akan maju.
Pengembangan wisata itu pun, harus pula seiring dengan menciptakan citra Kota Palu sebagai kota yang aman dan bukan sebagai sarang teroris seperti yang berkembang selama ini. "Kota Palu ini aman. Hanya media saja yang membesar-besarkan kalau kota ini penuh dengan teror," tegas Ketua DPRD Kota Palu, Andi Mulhanan Tombolotutu. ***
No comments:
Post a Comment