Usianya genap lima tahun. Tepatnya 10 April 2007 lalu, kabupaten ini merayakan hari jadinya yang ke lima. Sebelumnya, wilayah ini masih bagian dari Kabupaten DOnggala, Sulawesi Tengah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10/2002, resmilah wilayah ini menjadi kabupaten yang otonom dengan nama Kabupaten Parigi Moutong.
Dinas Perikanan dan Keluatan Kabupaten Parigi Moutong mencatat, bibir pantai di wilayah ini sepanjang 472 kilometer membentang dari ujung Kecamatan Sausu di bagian selatan hingga Kecamatan Moutong yang berbatasan dengan Provinsi Gorontalo di sisi utara.
Belum lagi perikanan darat. Luas tambak insentif 150 hektar, tambak semi Insentif 280 Hektar, tambak tradisional 3.200 hektar, kolam air 458 hektar. Potensi lainnya, adalah perkebunan kelapa dengan luas areal 24,499,28 hektar dengan jumlah produksi per tahunnya mencapai 40.757,833 ton. Kemudian potensi andalan lainnya adalah kakao dengan luas areal 45,120 hektar dan jumlah produksi per tahun mencapai 54.345,741 ton. Belum lagi cengkeh dengan luas areal 2,166,81 hektar dan jumlah produksinya setiap tahun 421,751 ton.
Berdasarkan data ini, seharusnya tidak ada penduduk miskin di Kabupaten Parigi Moutong, karena semua itu tidak dikelola oleh investor, melainkan oleh masyarakat sendiri. Bupati Parigi Moutong, Longky Djanggola mengatakan, untuk potensi perikanan dikelola oleh warga setempat asal Bugis dan China, sedangkan untuk perkebunan dimiliki oleh penduduk dari Bali dan Jawa.
"Orang Bali dan Jawa itu dulunya adalah transmigran di sini. Sekarang mereka yang paling maju di Parigi Moutong," kata Bupati Longky Djanggola.
Dengan demikian menurut Bupati Longky Djanggola, penduduk miskin itu adalah penduduk asli, yang cenderung terlena termanjakan dengan kondisi alam sehingga "malas" bekerja. Tapi, bukan berarti mereka tidak dimotivasi untuk untuk bisa maju sejajar dengan warga setempat yang berasal dari Jawa dan Bali.
Persoalan ini, katanya, tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena bisa berdampak pada kecemburuan sosial dan akan menimbulkan masalah baru. Apalagi, tambah Bupati Djanggola, Kabupaten Parigi Moutong adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan Poso. “Kita juga menjadi tempat pengungsi bagi korban konflik Poso. Ini berbahaya sehingga penduduk asli yang miskin, harus cepat diberdayakan,” paparnya.
Melihat fenomena itu, tahun 2005 Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan United Nations Development Programme (UNDP) menerapkan program Millenium Development Goals (MDG's), dengan menyusun strategi penanggulangan kemiskinan secara paritisipatif dengan melibatkan masyarakat miskin tersebut.
MDGs itu sendiri dideklarasikan oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 sebagai komitmen global untuk mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan atau hidup dengan biaya di bawah 2 dollar AS per hari. Dengan MDGs diharapkan penduduk miskin dunia yang jumlahnya mencapai 1,3 miliar dapat dikurangi menjadi setengahnya pada tahun 2015. Caranya bisa macam-macam, mulai dari bantuan langsung, pengurangan utang, atau memberikan akses perdagangan yang adil bagi negara miskin.
Presiden berpendapat, kondisi saat ini benar-benar telah berubah. Martabat manusia tidak lagi hanya cukup dipenuhi dengan kemerdekaan dan kebebasan. "Martabat manusia seutuhnya hanya dapat dipenuhi jika manusia bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, serangan penyakit, sikap tidak toleran, dan konflik," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Bupati Longky Djanggola mengatakan untuk keluar dari belenggu kemiskinan itu, masyarakat miskin harus dilibatkan agar kita bisa tahu apa sebenarnya masalah mereka. "Dan ternyata masyarakat miskin begitu aktif bersama-sama kami untuk menentukan program-program prioritas bagi mereka," kata Bupati Longky Djanggola.
Dari hasil diskusi dan berbagai pertemuan dengan masyarakat miskin itu, didapatkan salah satu masalah penting bahwa ternyata masyarakat miskin kekurangan modal untuk bisa mengembangkan potensi yang tersedia di sekitar mereka.
kepada The Jakarta Post, Jumat (23/2) Bupati Longky Djanggola mengatakan, sejak ada agunan dana itu, tercatat sebanyak 1180 orang yang mengajukan permohonan kredit di bank, dengan jumlah dana yang dipinjam antara Rp 2,5 juta hingga Rp 3,5 juta.
Pimpinan Bank Sulteng Cabang Parigi Moutong, Wahidudin, mengatakan, proses pengambilan kredit itu memang berdasarkan proposal yang diajukan, dan pengembalian setiap bulannya sangat lancar. Rata-rata pengambalian dana oleh masyarakat berkisar antara Rp Rp 250 ribu sampai Rp 500 ribu per bulannya.
Berdasarkan laporan perbankan itu, Bupati Longky Djanggola mengatakan bahwa DPRD Parigi Moutong telah menyetujui untuk menambah lagi dana agunan itu sebesar Rp Rp 2,5 miliar pada tahun 2007 ini. "DPRD sudah setuju, dan pada pembahasan APBD mendatang anggaran itu akan dimasukan," katanya.
Deputi Menko Kesra Bidang Penanggulangan Kemiskinan, Sujana Royat mengakui, dari lima provinsi di Indonesia yang menjadi percontohan untuk penerapan program MDG's itu, Parigi Moutong yang dianggap paling berhasil. Kelia provinsi itu adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Maluku, Maluku Utara dan Parigi Moutong.
"Memang, kita dan UNDP mengakui bahwa Parigi Moutong yang sudah merealisasikan program MDG's itu dan dianggap berhasil," kata Sujana Royat pada pertemuan sharing pendapat upaya penanggulangan kemiskinan di Jakarta awal bulan Pebruari lalu.
Apa yang dilakukan oleh Kabupaten Parigi Moutong itu, kata Sujana Royat, adalah model insiatif daerah untuk melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. Tinggal bagaimana pemerintah pusat ikut mendorongnya dengan melakukan imigrasi anggaran program penanggulangan kemiskinan di daerah ke kabupaten itu.
TERDEPAN DI 2020
Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, telah mencanangkan visinya "menjadikan Kabupupaten Parigi Moutong Tahun 2020 terdepan di Provinsi Sulawesi Tengah".
Pada 15 Januari 2004, Kompas menulis bahwa dengan modal letak dan infrastruktur yang memadai, daerah yang dilintasi garis khatulistiwa ini punya peluang berkembang lebih cepat. Jalan Trans Sulawesi yang melintasi keenam kecamatan menjadi tulang punggung prasarana transportasi darat sekaligus mengurangi beban pemerintah kabupaten.
Itu karena hampir 40 persen jalan di kabupaten itu merupakan tanggung jawab negara. Hanya tinggal melanjutkan penyediaan jalan ke lokasi-lokasi yang sukar dijangkau. Pengadaan prasarana akan mengurangi isolasi suku-suku asing di pedalaman sekaligus meningkatkan akses ke kantong-kantong produksi perkebunan.
Dengan dua kutub ini, industri pengolahan hasil pertanian, termasuk perkebunan dan hutan, mungkin akan jauh berkembang. Namun, industri pengolahan hasil laut masih jauh dari agenda pembangunan. (Kompas 15/1/2004).
Menurut Bupati Longky Djanggola, untuk merealisasikan itu, pihaknya telah melaksanakan program "Bedah Rumah". Tahun anggaran 2006, telah dibangun sebanyak 300 rumah layak huni bagi masyarakat asli di pegunungan (suku terasing) di pegunungan.
"APBD 2007 nanti, kita akan usulkan lagi untuk program bedah rumah ini bagi masyarakat miskin di perkotaan. Termasuk di dalamnya adalah membangun jalan ke kantong-kantong produksi," tandas Bupati Djanggola.***
No comments:
Post a Comment