Wednesday, November 14, 2007
Tenun Donggala, Asset Donggala yang Dipelihara
Mungkin, selama ini orang hanya mengenal kain tenmun songket dari Sumatera. Padahal, di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pun ada sarung tenun yang sangat terkenal. Namanya Buya Sabe atau Sarung Tenun Donggala. Buya Sabe ini, tidak hanya sekadar ditenun secara tradisional, tapi juga sudah ada yang modern melalui pabrik yang dipesan secara khusus. Sayangnya, kalau untuk pabrik hanya bisa dipesan di Jawa.
Kain tenun Donggala dikenal bukan saja sebagai kerajinan tangan tradisional kaum perempuan di Donggala, tetapi tenun donggala memiliki ciri khas Donggala yang mengandung nilai seni dan budaya. Di Desa Towale, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, pembuatan tenun Donggala, sudah menjadi kegiatan rutinitas kaum ibu.
Telah menjadi pekerjaan utama bagi perempuan remaja hingga ibu-ibu paroh baya. Tidak heran, setiap rumah memiliki minimal satu alat tenun sarung Donggala tradisional. Bahkan, satu rumah ada yang memiliki hingga tiga unit peralatan itu. Bagi pengrajin tenun Donggala di Towale, mereka mengaku mahir membuat tenun dari orang tua mereka secara turun temurun.
Pembuatan tenun Donggala, hampir sama dengan pembuatan tenun-tenun yang ada di daerah lain. Baik dari proses pewarnaan benang hingga penenunan. Menariknya, di Desa Towale, para penenun sarung Donggala, jumlahnya mencapai 300 orang.
Proses pembuatan tenun Donggala, tergantung corak tenun. Di Kabupaten Donggala tehnik pembuatan dan corak kainnya ada enam jenis kain Donggala. Antara lain, kain palekat garusu, buya bomba, buya sabe, kombinasi bomba dan sube. Dari sekian corak tersebut, buya bomba yang paling sulit, hingga membutuhkan waktu pengerjaan satu hingga dua bulan. Berbeda dengan corak lainnya yang hanya membutuhkan waktu satu hingga dua minggu saja.
“Untuk Buya Bomba, kami mengerjakannya dengan sangat hati-hati. Karena corak yang akan dihasilkan sangat banyak. Biasanya pembuatannya sampai dua minggu,” kata Dayama, salah seorang penenun.
Keunikan serta memiliki ciri khas menarik, menjadi salah satu daya tarik bagi pembeli tenun. Tidak heran, tenun Donggala banyak diminati orang hingga ke pelosok nusantara.
Pemerintah Kabupaten Donggala, dalam melestarikan tenun Donggala, melakukan pengumpulan seluruh pengrajin tenun donggala tradisional yang ada di Kabupaten Donggala. Bahkan, untuk mengatur dan melestarikan tenun Donggala, pemerintah Kabupaten Donggala menerbitkan peraturan daerah tentang tenun Donggala.
“Perda itu untuk menjaga agar tenun Donggala itu bisa lestari dan tidak diduplikasi oleh pihak lain. Istilahnya itu sebagai hak paten Donggala,’’ jelas Habir Ponulele, Bupati Donggala.
Di Kabupaten Donggala, pengrajin tradisional tenun Donggala, terdapat di tiga kecamatan. Yakni Kecamatan Banawa, Kecamatan Tavaili dan di wilayah pantai barat.
Pemakaian tenun Donggala, saat ini banyak digunakan pada cara-cara tertentu. Seperti pakain pesta untuk orang tua, untuk menjamu tamu dari luar, serta pakain untuk acara kedukaan. Bahkan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, telah mengeluarkan aturan bagi PNS untuk berseragam tenun Donggala pada setiap akhir pekan di kantor.
Untuk harga, tenun Donggala tergantung coraknya. Harga termurah mencapai Rp. 300 ribu dan paling mahal seharga Rp.650 ribu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment