Mantan Ketua DPR Akbar Tanjung, menyatakan perkembangan demokrasidi Indonesia di era sekarang, mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dalam hal pemilihan presiden saja, Indonesia lebih maju dari sistem yang dianut Amerika Serikat.
Kemajuan itu, kata Akbar Tanjung, misalnya Presiden terpilih dalam Pemilu di Indonesia, adalah peraih suara terbanyak, sementara di Amerika sangat ditentutakan perolehan kursi terbanyak dalam dewan pemilih.
"Dengan begitu maka peraih suara terbanyak di Amerika, bukan jaminan menjadi presiden," kata Akbar Tanjung pada forum Seminar Nasional dengan tema "Wajah Demokrasi Indonesia" yang dirangkaikan dengan Milad Himpunan Mahasiswa Islam ke-61, Selasa (5/2).
Walau begitu, menurut Akbar Tanjung, sistem demokrasi Indonesia belum final dan masih membutuhkan pembenahan dalam berbagai hal, terutama pencapaian substansi dari demokrasi itu sendiri.
Demokrasi, katanya, tidak hanya sebatas prosedural yang ditandai pemilihan langsung dan multi partai, sebagai pilar demokrasi. "Tapi Yang terpenting dari semua itu adalah esensi dari demokrasi yang menghargai perbedaan, menghormati kemajemukan, penegakkan hukum dan keadilan," ujar Akbar Tanjung.
Menurut mantan Ketua DPP Partai Golkar itu, konflik di tataran pemimpin maupun masyarakat umum saat ini, masih sering terjadi hanya karena adanya perbedaan-perbedaan itu. Seharusnya kondisi itu ini tidak perlu terjadi,
jika semua pihak memaknai esensi demokrasi yang sedang berjalan di Indonesia sekarang.
Akbar Tanjung menambahkan, sistem presidensial yang dianut Indonesia, sangat kontroversi dengan prilaku politik yang sangat parlementer. Itu karena presiden terpilih tidak serta merta berasal dari partai pemenang pemilu yang menguasai DPR.
Lantaran itu, kata Akbar Tanjung, untuk menjinakan parlemen, Presiden Indonesia terpaksa merekrut kabinet dari kalangan partai, meskipun partai tersebut tidak mendukungnya sejak awal. Itu disebabkan, karena tidak adanya keseragaman platform yang terbangun sejak awal. Orang partai dalam pemerintahan, kerapkali jalan sendiri-sendiri dan membuat pemerintahan tidak efektif.
"Oleh karena itu, maka koalisi permanen harusnya telah dibangun jauh sebelum pemilu dilangsungkan," katanya.
Soal calon perseorangan atau independen, baik sebagai calon Presiden maupun Kepala Daerah, menurut Akbar Tanjung, juga merupakan kemajuan demokrasi Indonesia. Harapannya, kata mantan Ketua HMI itu, pada pemilu 2014 atau 2019 mendatang, calon perseorangan presiden dimungkinkan sebagai perwujudan dari hak politik warga negara.
Menyinggung soal Partai Golkar, Akbar Tanjung menilai bahwa saat ini, partai berlambang Pohon Beringin itu mengalami kemunduran, karena meniadakan mekanisme konvensi dalam rekrutmen calon presiden. Padahal, mekanisme konvensi itu merupakan sebuah tradisi yang sangat maju, yang pernah dipraktekkan Partai Golkar.
"Saat ini justru partai-partai mulai mengadopsi mekanisme konvensi dalam menjaring calon pemimpin, tapi Golkar sebagai inovator konvensi justru meniadakan. Padahal, politik tidak serta merta mengejar kekuasaan, tapi yang terpenting adalah bagaimana memperjuangkan sebuah cita-cita bersama untuk kemajuan bangsa," kata penulis buku Survival Partai Golkar dalam Trubulensi Politik di Indonesia itu.
No comments:
Post a Comment