Thursday, November 27, 2008
Morowali, Kabupaten Terkaya di Sulteng
Kabupaten Morowali, mungkin satu-satunya kabupaten di Sulawesi Tengah yang sangat kaya akan kandungan sumber daya alamnya. Bayangkan saja, mulai dari marmer hingga minyak bumi ada di wilayah yang luasnya mencapai 45.453 kilometer persegi ini.
“Ya, kalau boleh sedikit bersombong, seluruh tanah di kabupaten ini penuh dengan kekayaan alam yang dapat digarap,” kata Bupati Morowali, Anwar Hafid kepada The Jakarta Post (15/11) lalu.
Dia menjelaskan, untuk nikel saja misalnya tercatat luas arealnya mencapai lebih kurang 149.700 hektar dengan Cadangan terduga 8 juta WMT. Lokasinya, terletak Blok Tompira dengan cadangan inferred untuk Limonite 6 juta ton, dengan kadar Ni 1,40 persen, saprolit 0,3 juta ton dengan kadar Ni 2,4 persen.
Belum lagi di Blok Ungkaya, dengan potensi inferred untuk Limonite 3,1 juta ton, dengan kadar Ni 1,37 persen, saprolit 0,2 juta ton dengan kadar Ni 2,63 persen. Di Blok Bulu Taloa, potensi inferred untuk Limonite 1 juta ton dengan kadar Ni 1,15 persen.
Sedangkan di Blok Bahodopi, tercatat sekitar 36.635,36 hektar. Hanya saja, sejak tahun 1968, PT. INCO Tbk., sudah menandatangani Kontrak Karya seluas untuk pengelolaannya. Sedangkan PT Rio Tinto menandatangangi kontrak karya untuk pertambangan nikel di blok tersebut seluas 132.100 hektar.
Sedangkan chromite (bahan baku stainles) terletak di Kecamatan Bungku Barat seluas 3.000 hektar, dengan cadangan pasti 88.010 DMT ( Dry Metric Ton). Cadangan terkira sekitar 459.772 DMT, dan cadangan terduga 250.000 DMT, dengan kadar rata-rata sebesar 4 persen ( Cr2O3).
Tidak hanya itu, menurut Bupati Anwar Hafid, di Kabupaten Morowali juga memiliki cadangan marmer yang sangat menjanjikan. Marmer itu menyebar di Desa Tinompo, Uluanso, Wawopada, Korowalelo dan Beteleme di Kecamatan Lembo. Juga terdapat du Desa Didiri, Koromatantu, Bunta dan Bungiatimbe Kecamatan Petasia.
Marmer ini, katanya, kenampakan lapangan tersingkap di permukaan dengan ketinggian rata-rata 5-20 meter, warna bervariasi mulai dari putih keabu-abuan, abu-abu kecoklatan, abu-abu kehitaman, merah kecoklatan, hijau muda/hijau tua, hijau kehitaman. Sifat fisik kompak dan keras. Sedangkan kekerasan mencapai 4-5 Skala Mohs.
Juga terdapat marmer jenis onyx yang tersebar di Kecamatan Petasia. Kenampakan lapangan yang cukup tebal dijumpai pada marmer, berwarna kuning gading– coklat, dengan cadangan sekitar 25 hektar.
Di daerah ini juga terdapat kandungan batugamping ( Limestone). Lokasinya terdapat di Kecamatan Petasia, Kecamatan Lembo, Kecamatan Bungku Utara, dan Kecamatan Bungku Selatan. Kenampakan lapangan tersingkap di atas permukaan dgn ketinggian sekitar 1 – 15 meter.
Warna umum dari batugamping ini, mulai dari putih sampai kekuningan, kuning kemerahan, berbutir halus, padat, keras, tidak berlapis. Sebagian kapur ditemukan dalam bentuk chalky limestone. “Diperkirakan cadangan geologinya mencapai 30.000.000 meter kubik,” ujar Bupati Anwar Hafid.
Cukupkah kekayaan alam itu di Kabupaten Morowali? Tidak, kata Bupati Morowali. Di daerahnya juga ada fosfat, yang terdapat di Desa Wawopada, Kecamatan Lembo dan ditemukan dalam bentuk gua-gua batu kapur. Hanya saja, cadangan fosfat ini belum diketahui pasti. “Sekarang masih diteliti oleh tim yang sudah dibentuk,” ujarnya.
Sedangkan Batubara terdapat di Desa Londi, Trende dan Ensa Kecamatan Mori Atas, dengan ketebalan berkisar antara 0,5-3 meter dengan kemiringan bervariasi 20-40 derajat, dan di tempat lain 1-2 derajat. Kenampakan fisik di lapangan warna coklat kehitaman. Secara megaskopis, batubara ini termasuk lignit. Selama sekitar lima tahun (sejak 1989) batubara ini tersebar dan berada pada ruas jalan raya, sehingga jalan tersebut selalu runtuh.
Kadar air batubara di Morowali, mencapai 20,79 persen, abu 9,68 persen, Mix Carbon 29,55 persen, belerang 1,26 persen, nilai kalori Carbon mencapai 4,130 KKal.
Potensi Migas
Selain potensi bebatuan itu, di Morowali juga terdapat potensi migas yang sangat menjanjikan. Minyak misalnya, telah ditemukan di Kecamatan Bungku Utara yang dikenal dengan nama lapangan minyak Tiaka Blok Trili.
Lapangan minyak Tiaka dengan fasilitas penunjang terletak sekitar 17 mil dari garis pantai. Kini telah dioperasikan oleh Joint Operating Body (JOB) Pertamina, Medco dan Ekspan Tomori Sulawesi sejak tahun 2001 silam. Di sini terdapat empat sumur minyak yang sudah dieksploitasi.
Hasil evaluasi dengan perhitungan dari keempat sumur tersebut, menunjukkan bahwa cadangan minyak di lapangan Tiaka (Original oil in Place – OOIP) sebesar 106,56 MMBO (Million barrel oil/juta barrel minyak). Total kapasitas produksi per hari mencapai sekitar 6.500 barrel (BOPD) yang diperoleh dari enam sumur produksi atau rata-rata produksi setiap sumur sebesar sekitar 1.100 BOPD.
Eksploitasi minyak di lapangan Tiaka ini dimulai pada 31 Juli 2005 lalu. Sesuai dengan tipe minyak mentah (crude oil) yang dihasilkan, maka minyak Tiaka dikirim untuk diolah di Kilang UP-III PT Pertamina (Persero) di Plaju, Palembang, Sumatera Selatan.
Produksi awal minyak mentah Lapangan Tiaka sekitar 1.200 barel per hari (bph). Pada awal Januari 2006, produksi mencapai 1.850 bph dan akan ditingkatkan hingga mencapai 4.000 bph pada akhir tahun 2006 setelah ada penambahan sumur produksi.
Pada kondisi puncak, produksi diperkirakan dapat mencapai 5.000 bph. Produksi Lapangan Tiaka ini sekaligus meningkatkan total produksi minyak mentah hingga mencapai sekitar 80.000 boepd (barrel oil equivalent per day). Di samping itu, juga meningkatkan status Cekungan Banggai (basin)–formasi minyak Tiaka berada—dari status cekungan temuan menjadi cekungan berproduksi.
Struktur Lapangan Tiaka ditemukan oleh Union Texas (South East Asia) Inc. pada tahun 1985. Setelah melakukan pengeboran di empat sumur (tiga berhasil dan satu gagal), struktur ini kemudian ditinggalkan, karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomi untuk dikembangkan. Selanjutnya, keempat sumur tersebut ditutup secara permanen di bawah dasar laut.
Pada tahun 2000, JOB Pertamina–Ekspan Tomori Sulawesi–mulai 2004 berubah nama (rebranding) menjadi JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi—melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan lapangan ini. Upaya tersebut antara lain dengan metode pembuatan pulau buatan (reklamasi) sebagai lokasi sumur yang jauh lebih efisien apabila dibandingkan dengan menggunakan platform rig, metode pengeboran sistem cluster (beberapa sumur dalam satu lokasi), pengeboran directional (terarah).
Setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah pada Januari 2002 untuk mengembangkan lapangan tersebut, maka pada akhir tahun 2004 dilakukan pengeboran satu sumur pengembangan dan pada tahun 2005 dilakukan pengeboran dua sumur pengembangan. Pada tahun 2006, JOB Pertamina–Medco E&P Tomori Sulawesi memprogramkan pengeboran di tiga sumur pengembangan guna meningkatkan produksi minyak mentah.
Sedangkan gas bumi, dari hasil pemboran sumur produksi, dihasilkan juga gas ikutan sebanyak sekitar 3,5 TCF (Ton cubic feet) dengan air terproduksi sekitar 3.000 BOPD. Gas ikutan yang dihasilkan dalam proses ini, karena jumlahnya kecil, maka tidak diproses lebih lanjut melainkan langsung dibuang dan dialirkan serta dibakar ke udara melalui flore.
Sampai saat ini, tercatat lebih dari 100 Pemegang Izin Usaha Pertambangan di wilayah itu. Tapi celakanya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Morowali dalam tiga tahun anggaran terakhir mengalami defisit. Tahun 2006 defisit APBD Morowali mencapai lebih Rp 75 miliar, tahun 2007 lebih Rp 63 miliar dan tahun anggaran 2008 mencapai lebih 63 miliar.
Sedangkan APBD tahun 2007 tercatat sebesar lebih Rp 279 miliar, sedangkan tahun 2008 mencapai lebih Rp 590 miliar. ***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment