Ruslan Sangadji
Fabianus Tibo (60), Marinus Riwu (48) dan Dominggus da Silva (42), tiga orang terpidana mati kasus kerusuhan Poso, duduk tertunduk di dalam ruang gereja di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Palu.
Tangannya memegang salib dan rosario sambil mulut terlihat terlihat komat-kamit. Ketiganya terus memanjatkan doa, memohon kekuatan menjelang eksekusi mati yang hingga kini belum dipastikan kapan akan dilakukan.
Aktivitas seperti itu, setiap hari dilakukan oleh ketiga terpidana mati di waktu pagi dan sore. Suasana itu berbeda dengan hari-hari sebelumnya, di saat mereka belum lama mendekam di LP Palu.
Saat itu mereka masih terlihat aktif bermain bola volly bersama para terpidana lainnya, bercengkerama dan merokok bersama tahanan lain. Sementara Fabianus Tibo selalu aktif membuat anyaman bambu.
Kini, di saat menjelang eksekusi mati, ketiganya lebih banyak menghabiskan waktu di gereja. Kepada The Jakarta Post, Senin (20/3) sore, Fabianus Tibo mengatakan bahwa hukuman mati yang entah kapan akan dilakukan, sungguh terlalu berat. Ia masih tetap yakin bahwa dirinya bersama Marinus Riwu dan Dominggus da Silva tidak bersalah.
"Kami tidak membunuh, kami tidak pernah memimpin penyerangan, apalagi sampai memperkosa wanita Islam di Poso," kata Fabianus Tibo.
Meski begitu, Fabianus Tibo mengaku pasrah dengan eksekusi mati yang dilakukan nanti. Untuk memberikan kesabaran kepada ketiga transmigran asal Flores, Nusa Tenggara Timur itu, setiap kali seminggu, rohaniawan dari Gereja Katolik Palu bergantian mendatangi mereka untuk menuntun doa dan memberikan nasehat agar mereka dapat tabah menghadapi saat-saat yang menegangkan itu.
Bahkan, ketiganya pun mendapat kunjungan kehormatan dari utusan khusus Paus Benedictus XVI hari Minggu (19/3) lalu. Utusan khusus Paus Benedictus itu adalah Pastor MGr Josef Suwatan. Pastor dari Manado itu datang membawakan Salib dan Rosario untuk ketiganya, serta membawa pesan Paus Benedictus XVI agar mereka bisa tabah menjalani hukuman tersebut.
Memang, saat itu ketiganya tidak bisa menyembunyikan kegembiraan mereka. Tapi di balik itu, mereka tetap mengeluh kepada Pastor Josef Suwatan, bahwa mereka tidak bersalah, mereka hanya menjadi kambing hitam dari sebuah skenario besar yang dilakukan oleh orangorang tertentu. "Kami ini tidak bersalah, kami ini hanya korban," kata Fabianus Tibo.
Menurut Fabianus Tibo bahwa mereka datang ke Poso pada tahun 2000 lalu itu, hanya bertujuan untuk menyelamatkan para siswa, suster dan pastor di gereja Katolik Poso Kota. Bahkan mereka juga menyelamatkan anak-anak orang Islam di kota itu.
Menanggapi itu, MGr Josef Suwatan mengatakan bahwa Paus Benedictus XVI ikut prihatin dengan cobaan yang diterima oleh ketiga umat Katolik Sulawesi Tengah itu.
"Bapa Suci di Vatikan hanya bisa mendoakan semoga Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva tetap diteguhkan dalam iman dan pengharapan di tengah kecemasan hidup yang tidak menentu ini, sehingga bisa mendapatkan keadilan dari tuhan kelak," kata Mge Josef Suwatan.
Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva dijatuhi dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Palu pada 5 April 2001 lalu, karena melakukan kejahatan pembunuhan berencana, sengaja menimbulkan kebakaran dan penganiayaan yang dilakukan bersama-sama secara berlanjut. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Sulteng pada 17 Mei 2001.
Kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) juga ditolak pada 11 Oktober 2001 demikian pula dengan upaya Peninjauan Kembali (PK) yang juga ditolak pada 31 Maret 2004. Grasi atau pengampunan dari Presiden diajukan pada Mei 2005 dan pada 10 November 2005 lalu dinyatakan ditolak oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.***
No comments:
Post a Comment