Ruslan Sangadji
Taman Nasional Lore Lindu tidak hanya kaya akan flora dan fauna, tapi juga menyimpan sejumlah peninggalan zaman pra sejarah. Di kawasan ini, banyak sekali ditemukan patung megalith yang berdasarkan hasil penelitian, usianya diperkirakan 2000 tahun.
Patung-patung megalith ini, awalnya ditemukan oleh misionaris pertama di Sulteng asal Belanda bernama A.C Kruyt. Sayangnya, patung megalith yang telah menjadi salah satu tempat kunjungan wisata itu, terkesan terbiar begitu saja.
Padahal, sejauh mata memandang, terlihat begitu banyak patung-patung yang tertata rapi, seakan mau mengatakan bahwa nenek moyang bangsa kita memiliki kemampuan arsitek yang sulit ditemukan tandingannya di zaman sekarang.
Salah satu lokasi penyebaran patung-patung megalith itu terletak di Desa Doda, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Jaraknya sekitar 350 kilometer ke arah selatan Kota Palu. Daerahnya sangat dingin, suhunya berkisar antara 10 derajat celcius sampai 14 celcius.
Pihak Museum Sulawesi Tengah telah memberi nama sejumlah patung megalith di kampung ini. Salah satu patung megalith yang berdiri sendiri misalnya, dinamai Tadulako yang berarti pemimpin. Tingginya sekitar 170 centimeter. Patung itu berukiran orang. Mungkin saja pembuatnya hendak menggambarkan bahwa begitulah pemimpin di masa zaman pra sejarah itu.
Untuk menuju patung Tadulako itu, kita harus berjalan kaki dari jalan utama sekitar 2 kilometer dengan melewati persawahan. The Jakarta Post yang mengikuti rombongan The Nature Conservancy (TNC) pun harus bermandikan becek karena saat itu baru saja turun hujan.
Sekitar 30 meter dari patung Tadulako ditemukan lagi beberapa situs megalith lain yang diberi nama Kalamba atau perahu, batu yang tengahnya bolong. Tidak hanya di situ, sekitar 5 kilometer dari situ, masih banyak ditemukan situs-situs megalith serupa.
Situs ini disebut juga dengan menhir, yakni bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak.
Iskam Djorimi, petugas Museum Sulawesi Tengah, mengatakan patung Tadulako dan kalamba disebut sebagai situs pemujaan atai dolmen (kuburan). "Situs ini mengartikan bahwa status sosial masyarakat yang dikuburkan di sini sangat tinggi. Yah, kayak raja-raja pada masa itu," kata Iskam Djorimi.
Menurut Iskam Djorimi, untuk membuktikan kalau di situs ini adalah dolmen, pada Mei 2007 lalu, pihaknya melakukan penggalian dan ditemukan tulang belulang, kerangka manusia. Juga ditemukanperalatan rumah tangga, gelas perak, kalung perak dan pedang.
Tidak hanya itu, pernah waktu penggalian dengan kedalaman 200meter dekat situs itu, ditemukan serbuk sari. Menurut Iska, Djorimi, diduga pada 200o tahun lalu itu, kawasan itu sudah pernah diokupasi.
Penggalian pertama kali dilakukan tahun 1903. Saat itu banyak sekali ditemukan emas. "Semua emas hasil galian di sekitar situs itu, kini disimpan di Museum Leiden Belanda," kata Iskam Djorimi.
Menurutnya, di Museum Leiden Belanda itu, terdapat sekitar 60 ribu artefak Sulawesi, termasuk dari Sulawesi Tengah. Sedangkan di Museum Sulawesi Tengah sendiri hanya menyimpan sekitar 10 ribu artefak.
Bukan hanya di Doda, Kecamatan Lore Tengah, Poso saja yang ada situs-situs tersebut. Situs menhir itu tersebar di beberapa wilayah seperti di Desa Tulo, Kulawi, Pipikiro dan Bangga di Kabupaten Donggala. Juga di Bada, Pendolo, Lore Selatan dan Lore Utara di Kabupaten Poso.
Sayangnya, situs tua yang sarat akan makna sejarah itu, terkesan terbiar begitu saja. Tidak ada pemeliharaan yang baik. Akibat tidak terpelihara itu, dua bulan lalu sempat ada beberapa oknum yang mengatasnamakan keluarga pejabat di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah hendak mencurinya dengan alasan akan dibawa ke Palu untuk dipelihara.
Untung saja, niat jelek itu berhasil dihalangi sejumlah pihak, sehingga yang bersangkutan tidak jadi mengambil patung-patung megalith itu. Tidak hanya itu, tahun 2005 lalu, pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Tengah, bahkan tidak punya dana untuk pemeliharaan situs-situs tersebut.
Niel Makinuddin, program Manager The Nature Conservancy, mengatakan jika situs-situs itu memberikan banyak pelajaran masa lalu. Situs itu hendak mengatakan soal dari mana kita berasal dan hendak ke mana ke depan.
"Jadi, sangat disayangkan kalau situs-situs sejarah seperti itu terkesan tak terurus," tandasnya. ***
No comments:
Post a Comment