Ruslan Sangadji
Status Kepolisian Resort (Polres) Poso akan ditingkatkan menjadi Polres khusus, karena wilayah itu dianggap rawan dan perlu penanganan keamanan yang lebih maksimal.
Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Polisi Sukirno kepada wartawan Jumat (6/1) mengatakan, untuk peningkatan status itu maka jumlah anggota polisi yang organik akan ditambah hingga menjadi 2000 personel. Saat ini jumlah anggota polisi yang organik di Polres Poso sekitar 600 personel dan yang BKO juga sekitar 600 orang.
Menurut Wakapolda, dengan peningkatan status menjadi Polres Khusus itu, maka seluruh pasukan BKO akan ditarik, dan yang menggantikannya adalah pasukan organik yang didatangkan antara lain dari Polda Nusa Tenggara Timur, Polda Nusa Tenggara Barat, Polda Bali, dan Polda Kalimantan Timur. "Jumlah seluruhnya nanti sekitar 2000 orang," jelas Kombes Sukirno.
Dari 2000 personel itu, terdiri dari Pasukan Brimob sebanyak 400 personel dan selebihnya dalah polisi biasa, Perintis, Polwan, serta intelkam.
Kedatangan pasukan tambahan untuk bertugas di Polres Khusus di Poso itu akan dimulai Sabtu (7/1) dan seterusnya hingga jumlah yang ditetapkan dapat terpenuhi. Namun demikian, Wakapolda Sukirno mengatakan bahwa penambahan jumlah pasukan ke Poso itu, tidak ada kaitannya dengan pembentukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Koopskam) sebagai respon atas kasus kekerasan yang terjadi selama ini.
Ditanya mengenai seberapa penting dan perlunya keberadaan Koopskam di Sulteng, Wakapolda Sukirno mengatakan bahwa pembentukan Koopskam itu adalah proyek pemerintah pusat melalui kementrian Polhukkam, sehingga pihaknya tidak punya wewenang untuk menjelaskannya.
Wakapolda hanya mengatakan bahwa keberadaan Koopskam itu dimaksudkan untuk membantu pengungkapan pelaku kasus-kasus kekerasan yang terjadi selama ini di Palu dan Poso.
"Dukungan penyelesaian kasus kekerasan itu kan macam-macam, yah salah satunya adalah melalui kehadiran Koopskam itu. Dan kami pun siap berkoordinasi dan bekerjasama dalam tugas-tugas tersebut," tegas Wakapolda.
Sementara itu, sejumlah warga dan NGO's di Palu mengatakan, pembentukan Koopskam di Palu itu merupakan perwujudan dari kepanikan pemerintah pusat dalam menyikapi kasus ledakan bom di Palu.
Ariyanto Sangadji, dari Poso Center menyatakan menolak kehadiran Koopskam di Sulteng karena sangat berbahaya. "Langkah tersebut merupakan transisi menuju keadaan darurat," kata Ariyanto Sangadji yang juga direktur Yayasan Tanah Merdeka Palu ini.
Koopskam, kata dia, adalah contoh konkret pemindahan Aceh ke Sulawesi Tengah, atau strategi remiliterisasi. Seharusnya, kata Ariyanto Sangadji, pemerintah cukup memperkuat Satgas Poso yang sudah ada, dengan meningkatkan profesionalisme aparat keamanan dan membersihkan aparat keamanan dari unsur-unsur yang kotor. "Itu yang harus dilakukan pemerintah, bukan justru membentuk lagi yang baru," tandasnya.***
No comments:
Post a Comment