Sulawesi Tengah memiliki potensi wisata yang cukup beragam, mulai dari laut hingga hutan. Mungkin terlalu banyak untuk dirinci satu per satu. Namun yang pasti, yang sudah dikenal selama ini adalah Pulau Togean di Kabupaten Tojo Una-Una, Danau Poso di Kabupaten Poso, situs-situs megalith di Kabupaten Poso dan Donggala, Pantai Pasir Putih di Tanjung Karang, Donggala, dan Taman Nasional Lore Lindu di Donggala dan Poso.
Hanya saja, semua potensi wisata itu belum tergali maksimal, sehingga nyaris tidak terlalu dikenal oleh pihak luar, kecuali beberapa saja yang sudah dikenal hingga ke manca negara.
Padahal, Pemerintah Sulawesi Tengah, mestinya menjadikan Taman Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang merupakan cagar biosfer dunia itu, sebagai pintu masuk untuk mempromosikan pariwisata di daerah ini.
TNLL memang terletak di dua wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Donggala (Kecamatan Kulawi, Sigibiromaru, Palolo, Pipikoro) dan di Kabupaten Poso (Kecamatan Lore Utara, Lore Selatan, Lore Tengah). Di tujuh kecamatan tersebut terdapat tiga kawasan lindung, yaitu Suaka Margasatwa Lore Kalamanta, Hutan Wisata dan Hutan Lindung Danau Lindu, dan Suaka Margasatwa Lore Lindu yang kemudian bergabung menjadi Taman Nasional Lore Lindu. Penetapannya dilakukan pada saat berlangsungnya Kongres Taman Nasional Sedunia, Denpasar, Bali, 1982. Saat ini luas kawasan taman nasional tersebut sekitar 217.991,18 hektare.
Banyak yang mengakui, bahwa TNLL itu memiliki keunikan tersendiri, karena banyak fauna dan flora tidak ditemukan di taman nasional lain di dunia, tapi dengan mudah ditemukan TNLL. Bahkan, kanguru yang selama ini dikenal di Australia, bisa dilihat di TNLL. Tidak hanya itu, masih ada juga jenis tanaman yang bernama Wanga (Figafeta filaris Sp.). Tanaman ini merupakan jenis palma endemik Sulawesi yang tumbuh pada ketinggian 300-1000 meter di bawah permukaan laut.
Jenis tanaman lain yang oleh masyarakat lokal menyebutnya dengan Leda (Eucalyptus deglupta) yang banyak dijumpai di Australia, banyak bertebaran di hutan TNLL. Tanaman ini memiliki bau yang harum sehingga seringkali dijadikan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kosmetik.
Sementara potensi fauna di Taman Nasional Lore Lindu juga tidak kalah kayanya dengan potensi floranya. Sejumlah satwa yang dapat kita jumpai di kawasan lindung tersebut, di antaranya anoa (Anoa quarlesi, anoa depressicornis), babi rusa (Babyrousa babyrusa), babi sulawesi (Sus celebensis), Macaca tonkeana, Phalanger ursinus, kus-kus sulawesi (P. celebencis), tarsius sulawesi (Tarsius spectrum) dan rusa (Cervus timorensis).
Anoa, binatang yang nyaris mirip dengan kerbau ini berbulu lebat, warnanya cokelat muda sampai cokelat tua atau hitam. Populasi anoa ini sedang menuju kepunahan akibat diburu oleh masyarakat. Tarsius atau kera hantu, merupakan salah satu primata terkecil di dunia, beratnya hanya 100 g dengan panjang badan 10 centimeter dari kepala dan panjang ekor 20 centimeter. Tarsius ini memiliki banyak jenis, salah satunya tarsius dianae yang diidentifikasikan sebagai satwa asli (endemik) kawasan Taman Nasional Lore Lindu.
Pihak The Nature Conservancy (TNC) Sulawesi Tengah menyebutkan, selain hewan mamalia, di kawasan lindung tersebut juga hidup bermacam-macam reptil, ikan, burung, dan amfibi. Pun dengan serangga, ribuan jenis serangga. Sayangnya, kebanyakan dari serangga ini belum berhasil diidentifikasi.
"TNLL memang kaya akan flora dan fauna. Itulah yang membuat kawasan konservasi alam ini menjadi yang terbesar di dunia," kata Ismet Khaeruddin, direktur TNC Sulawesi Tengah kepada Jurnal Nasional, Senin (14/1) sore.
Selama ini, kawasan TNLL masih sebatas wisata ilmiah saja berupa penelitian sejumlah LSM dan para calon doktor serta magister Biologi baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan, Universitas Tadulako Palu, bekerjasama dengan STORMA dari Jerman untuk melakukan penelitian di kawasan ini. STORMA merupakan kerja sama penelitian bidang stabilitas pinggiran hutan tropis yang didanai oleh Deutsche Forschungsgemeinschaft (DFG) atau masyarakat peduli lingkungan di Jerman.
Padahal, jika dikembangkan, kawasan ini juga bisa menjadi wisata pengamatan burung. TNC Sulteng mencatat, tercatat ada 224 jenis burung yang hidup di TNLL, dan 97 jenis di antaranya merupakan burung endemik Sulawesi. Antara lain jenis burung itu adalah Nuri Sulawesi (Tanygnatus sumatrana), Loriculus exilis, Trichologssus platurus, Cacatua sulphurea, Rangkong (Buceros rhinoceros dan Aceros cassidix), Pecuk ular (Anhinga rufa), Rallus plateni, Scolopax celebencis, Tyto inexspectata, Geomalia heinrichi, Macrocephalon maleo, Megapodius frecycynent.
"Makanya, kawasan ini sangat dikenal sebagai kawasan suaka burung yang penting," ujar Ismet Khaeruddin.***
No comments:
Post a Comment