Saturday, August 12, 2006

Warga Muslim Poso Ancam Unjukrasa Besar-besaran

Ruslan Sangadji

Sejumlah warga muslim di Poso dan Palu menyatakan kecewa, atas penundaan pelaksanaan eksekusi mati terhadap tiga terpidana kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva.

Dikhawatirkan, penundaan itu karena adanya intervensi dari pihak luar, dan boleh jadi justru akan membatalkan eksekusi mati terhadap ketiga warga asal
Frolres tersebut.

Ustadz Adnan Arsal, ketua Forum Silaturahmi dan Perjuangan Umat Islam Poso, kepada The Jakarta Post, Sabtu (12/8) menegaskan, jika eksekusi mati tidak dilaksanakan, maka seluruh umat Islam dari Poso dan Tojo Una-Una akan menggelar aksi unjukrasa
besar-besaran.

"Jadi kita tetap menunggu saja sampai setelah peringatan hari Proklamasi 17 Agustus nanti. Jika tidak dilaksanakan sesuai janji Kapolri, itu sama saja dengan menyakiti hati umat Islam yang keluarganya menjadi korban saat konflik Poso," tegas Ustadz Adnan Arsal.

Menurut Ustadz Adnan Arsal, hukuman mati terhadap Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva, sudah memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga tidak ada alasan untuk membatalkannya.

Nyak Harun Itam Abu, salah seorang korban kerusuhan Poso yang juga tim pengacara Muslim Poso, kepada The Jakarta Post di kediamannya di Palu, menegaskan bahwa
Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva, memang bukan sebagai otak kerusuhaan, tapi merekalah pelaku pembunuhan ratusan umat Islam di Poso.

"Kita punya saksi dan bukti yang kuat, jadi tidak ada alasan bagi ketiganya untuk mengatakan kalau mereka tidak bersalah. Mereka bersalah dan sesuai ketetapan hukum, harus dihukum mati," kata Nyak Harun Itam Abu.

Rohaniawan ketiga terpidana mati, Pastor Jimmy Tumbelaka, menyatakan kesyukurannya atas penundaan eksekusi tersebut. Itu berarti masih ada upaya untuk dapat mengungkap bagaimana kejadian sebenarnya di Poso.

Pastor Jimmy Tumbelaka juga berharap, dengan penundaan ini, berarti semakin membuka jalan bagi polisi terus melakukan investigasi atas sejumlah pengakuan yang sudah disampaikan oleh Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva.

Dari Tentena, Poso, aktivis Solidaritas Masyarakat Anti Hukuman Mati, Lian Gogali melalui telepon kepada The Jakarta Post, menjelaskan bahwa mereka agak lega dengan adanya penundaan eksekusi terhadap ketiga terpidana mati tersebut.

Namun demikian, tuntutan mereka bukan penundaan, tapi penghapusan hukuman mati di Indonesia, karena itu melanggar Hak Azasi Manusia. "Tak ada satu pun manusia yang diberikan hak untuk mengakhiri kehidupan orang lain. Jadi, hukuman mati harus dihapus di Tanah Air ini," tegasnya.

Lian Gogali juga mengatakan, pembatalan hukuman mati itu, tidak hanya kepada tiga terpidana kasus kerusuhan Poso, tapi juga kepada Amrozi dan Imam Samudra. "kepada keduanya juga harus dibebaskan dari hukuman mati," kata Lian Gogali.

Sementara itu, pada detik-detik menjelang eksekusi mati yang akhirnya ditunda itu, suasana di Kota Palu tampak begitu tegang. Di kantor Kejaksaan Negeri Palu telah tersedia tiga peti jenazah dan jas untuk ketiga terpidana mati. Pun halnya dengan 40 orang regu tembak yang sudah siaga di salah satu ruangan khusus.

Anggota regu tembak ini, sedang bersiap-siap menunggu jemputan dari pasukan Brimob Polda Sulteng, untuk selanjutnya menjemput Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva, guna dibawa ke lokasi eksekusi.

Tapi, setelah Kepala Kejaksaan Negeri Palu, Mohammad Basri Akib, menerima telepon Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Yahya Sibe bahwa eksekusi ditunda, para jaksa dan polisi yang siaga di kantor itu pun membubarkan diri. Sedangkan regu tembak dibawa kembali ke markas mereka.

Kapolda Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Oegroseno mengatakan, penundaan itu atas keputusan Muspida Sulawesi Tengah. Alasannya, agar ketiganya dapat merayakan Hari Kemerdeakaan Republik Indonesia yang tinggal beberapa hari lagi ini. "Jadi, tidak ada alasan politik," tegasnya. ***

No comments: