Friday, March 31, 2006

Palu touts park as research and tourist destination

Ruslan Sangadji, The Jakarta Post, Palu

Palu city and Donggala regency are promoting Palu Grand Forest Park as a Central Sulawesi tourist and research destination. The park encompasses Paboya subdistrict in Palu and Pombewe and Ngatabaru villages in Donggala.

Palu Mayor Rusdy Mastura told The Jakarta Post the park was ideal for biological, ecological and geological research, as well as sociocultural studies involving local communities.

He said the park had the potential to serve as a site for education, training and research, and would make a great destination for tourists.

The mayor said the park featured a distinctive arid ecosystem and contained vegetation usually found in drier areas, such as acacia trees (Acacia decurens), sandalwood trees (Santalum album) and different kinds of grass and underbrush.

Exotic ground orchids flourish in the Paneki forest preserve, including the Andolla (Anthocephalus sp.), Bintangur (Callopyyllum sp.), Kelata (Dyera lowil) and Rau (Drancontomelon mangiferum).

Apart from its unique flora species, the park in Paboya and the surrounding areas is home to a number of animal species, such as the yellow-crested cockatoo (Cacatua sulphlirea), turtledove (Geopelia sp.), brown eagle (Elanushypolaneus) and monitor lizard (Varanus sp.).

"Researchers can conduct studies here while enjoying the panorama over Palu valley and Palu bay," said the mayor.

Palu Grand Forest Park was established by a 1995 Forestry Ministry decree. The park covers 8,100 hectares, including 1,000 hectares in Paboya, 7,000 hectares in Paneki and 100 hectares where the National Reforestation Program is located.

Saturday, March 25, 2006

Central Sulawesi governor sworn in amid protest

Ruslan Sangadji, The Jakarta Post, Palu

The swearing-in ceremony of Central Sulawesi's governor-elect Banjela Paliudju and his deputy Achmad Yahya was mired by a protest Friday by some 200 people calling themselves the Central Sulawesi Inter-ethnic Forum.

The protesters claimed that the inauguration was invalid and the new governor lacked absolute legitimacy.

The rally, which was brief, did not disrupt the inauguration at the Central Sulawesi legislative building on Jl. Sam Ratulangi in Palu, but at one point security personnel were on alert because the crowd tried to force themselves through the barricade erected at the Jl. Sam Ratulangi and Jl. Ki Maja intersection.

The crowd, believed to be mobilized by one of the losing gubernatorial candidates, were prevented from assembling in front of the legislative building due to police reinforcements, the elite Mobile Brigade and municipal police personnel, as well as supporters of the governor-elect.

The crowd eventually dispersed before the ceremony -- presided over by Home Minister M. Ma'ruf -- concluded under the heat of the midday sun.

Earlier during the protest, the motorcade carrying the home minister and Attorney General Abdurrahman Saleh was forced to take a detour to arrive at the legislative building on time.

A number of high-ranking state officials, council leaders, as well as governors from neighboring provinces attended the ceremony. A number of ministers, earlier slated to attend, were not present.

A number of people criticized Rully Lamadjido (former Central Sulawesi vice governor and gubernatorial candidate who was placed second in the regional direct election on Jan. 16) for being absent from the ceremony, unlike Aminuddin Ponulele (former governor who was placed third in the election) who was present and even seen hugging the elected pair, much to the amusement of attendees and guests.

A member of Rully Lamadjido's campaign team, Erwin Ampana, said that Rully was still in Jakarta after leaving Palu a week after the election concluded.

In the election Banjela was the only gubernatorial candidate with a military background.

In his address, Ma'ruf said that the regional direct election in Central Sulawesi was carried out peacefully, smoothly and in a democratic manner. "There were a few glitches, but that is normal in a democracy."

He also said he expected the governor to be able to differentiate between tasks that lent themselves to decentralization from those that should remain under the authority of the central government.

"Should there be a provincial bylaw that is clearly not in line with a higher ruling, you must not hesitate to annul it," he asserted.

Other major tasks asked of the new governor are immediate action to eliminate corruption, attention to people's basic needs, the improvement of health and education and preserving environmental sustainability.***

Friday, March 24, 2006

Pelantikan Gubernur Sulteng Diwarnai Unjukrasa

Ruslan Sangadji

Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah yang berlangsung Jumat (24/3) pagi, diwarnai aksu unjukrasa oleh sekitar 200 massa yang menamakan diri Forum Lintas Etnis Sulawesi Tengah.

Mereka menyatakan, pelantikan Bandjela Paliudju dan Achmad Yahya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, adalah cacat secara politis, karena tidak mendapat legitimasi rakyat secara luas.

Meski aksi unjukrasa itu hanya berlangsung beberapa saat, dan tidak mengganggu jalannya pelantikan di gedung DPRD Sulawesi Tengah, jalan Sam Ratulangi Palu, namun sempat membuat aparat keamanan kelabakan, karena massa hendak menerobos barikade yang terletak di perempatan jalan Sam Ratulangi dan jalan Ki Maja.

Massa yang diduga dimobilisasi oleh salah satu kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng itu, tidak berhasil lolos hingga ke depan kantor DPRD setempat, karena pengamanan berlapis dilakukan oleh pasukan Brimob, Sabhara Perintis, Polisi Pamong Praja dan masyarakat pendukung pasangan Bandjela Paliudju dan Acmad Yahya.

Karena kepanasan, akhirnya para pengunjukrasa pun membubarkan diri sebelum proses pelantikan selesai dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma'ruf atas nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, akibat aksi unjukrasa itu juga, rombongan Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma'ruf dan Jaksa Agung Abdurrahman Saleh, terpaksa membelokkan kendaraan dan mengambil jalan di sebelah utara dan berhasil lolos hingga ke gedung DPRD setempat.

Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah yang berlangsung sekitar pukul 10.00 Wita itu, berlangsung aman dan lancar. Sejumlah pejabat negara, anggota DPR-RI, DPD dan para gubernur provinsi tetangga turut menghadiri pelantikan tersebut. Sejumlah menteri yang dijadwalkan hadir ternyata batal.

Namun, sebagian masyarakat sangat menyayangkan ketidakhadiran Rully Lamadjido, mantan Wakil Gubernur Sulteng yang juga kandidat yang berada di posisi kedua pada Pilkada 16 Januari lalu tidak hadir dalam pelantikan dan serah terima jabatan itu.

Berbeda dengan Aminuddin Ponulele, mantan Gubernur (kandidat yang hanya meraih posisi ketiga), yang bersangkutan justru hadir, bahkan dengan mesranya berpelukan dengan pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih. Sikap Aminuddin Ponulele itu disambut aplaus semua hadirin dan tamu undangan yang hadir.

"Kita sangat menyayangkan sikap Rully Lamadjido. Mestinya, dia harus legowo menerima keputusan politik sebagai kehendak rakyat ini. Rully itu politisi sekaligus pejabat kerdil. Coba lihat Aminuddin, sangat gentlemen mau menerima dengan tulus hasil Pilkada. Dia itu politisi Sulawesi Tengah yang bisa diteladani," kata Hardy Yambas, ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia Sulawesi Tengah.

Erwin Ampana, salah seorang tim sukses Rully Lamadjio mengatakan, bosnya tidak hadir di pelantikan karena masih berada di Jakarta. Yang bersangkutan meninggalkan Palu sepekan setelah selesainya Pilkada lalu.

Sementara itu, dalam pidato pelantikan, Medagri Mohammad Ma'ruf menilai bahwa pelaksanaan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah berlangsung sangat aman, tertib, lancar dan demokratis. "meski ada riak-riak, tapi itu sudah biasa dalam sebuah proses demokrasi," katanya.

Mendagri juga berharap, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, harus bisa membedakan antara tugas desentralisasi dan tugas-tugas yang menjadi kewenangan pusat.

"Kalau ada aturan daerah yang jelas-jelas bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, maka saudara jangan segan-segan untuk membatalkannya," tegas Mendagri.

Tugas lain yang paling penting adalah segera melakukan upaya penuntasan korupsi di Sulawesi Tengah, segera memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat, pendidikan, kesehatan dan kelangsungan lingkungan hidup.

Seperti diketahui, pada rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Tengah, (27/1) lalu, menetapkan Bandjela Paliudju dan Achmad Yahya yang diusung empat parpol tergabung dalam "Koalisi Rakyat Bersatu" ini meraih 411.113 suara, atau sekitar 36 persen dari total 1.137.257 suara sah pada pencoblosan 16 Januari lalu.

Posisi kedua ditempati pasangan calon dari "Koalisi Pilar Demokrasi Pancasila Bersatu" termasuk Partai Demokrat dan PDS, Rully Lamadjido-Sudarto, dengan meraih 380.134 suara (33 persen).

Di peringkat tiga adalah pasangan kandidat yang dijagokan Partai Golkar, Aminuddin Ponulele-Sahabuddin Mustapa, yang hanya meraih 288.847 suara (25%). Sementara pasangan Jusuf Paddong-Muis Thahir yang dicalonkan PPP dan Partai Pelopor, berada di urutan keempat dan meraih 57.163 suara (lima persen).

Dalam rapat pleno itu, juga terungkap sekitar 344.063 wajib pilih, atau 23% dari 1.498.870 pemilih terdaftar tidak bisa menggunakan hak politiknya karena berbagai alasan.***

Thursday, March 23, 2006

Gubernur Sulteng Dipastikan Dilantik

Ruslan Sangadji

Setelah dua bulan menunggu, akhirnya pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, Bandjela Paliudju dan Achmad Yahya dapati dipastikan akan dilantikan Jumat (24/3) besok.

Kepastian pelantikan itu setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan keputusan dengan Nomor 12/P Tahun 2006, tanggal 20 Maret 2006.

Pelaksana Tugas Gubernur Sulawesi Tengah, Gumyadi kepada The Jakarta Post, Rabu (22/3) pagi, membenarkan adanya Keputusan Presiden untuk pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah terpilih.

"Betul, kami sudah menerima salinan Keputusan Presiden itu dan sudah dapat dipastikan pelantikan akan dilakukan tanggal 24 Maret besok tepat pukul 09.00 Wita oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden," kata Gumyadi.

Penundaan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah ini, karena adanya gugatan yang disampaikan Panitia Pengawas setempat, bahwa pada pelaksanaan Pilkada anggal 16 Januari 2006 lalu, pasangan Bandjela Paliudju dan Achmad Yahya telah melakukan pelanggaran dengan membuat kontrak politik disertai janji-janji kepada konstituen.

Antara lain janji-janji itu adalah akan membangunkan sarana jembatan, penyambungan jaringan listrik, perbaikan jalan dan pemfungsian ibukota Kabupaten Morowali. Janji lain adalan akan memberikan hand tractor kepada petani di Kabupaten Donggala dan di beberapa kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah.

Namun gugatan itu tidak bisa dibuktikan sampai akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan keputusan pelantikan tanggal 24 Maret besok itu.

Pada rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Tengah, (27/1) lalu, menetapkan Bandjela Paliudju dan Achmad Yahya yang diusung empat parpol tergabung dalam "Koalisi Rakyat Bersatu" ini meraih 411.113 suara, atau sekitar 36 persen dari total 1.137.257 suara sah pada pencoblosan 16 Januari lalu. Posisi kedua ditempati pasangan calon dari "Koalisi Pilar Demokrasi Pancasila Bersatu" termasuk Partai Demokrat dan PDS, Rully Lamadjido-Sudarto, dengan meraih 380.134 suara (33 persen).

Di peringkat tiga adalah pasangan kandidat yang dijagokan Partai Golkar, Aminuddin Ponulele-Sahabuddin Mustapa, yang hanya meraih 288.847 suara (25%). Sementara pasangan Jusuf Paddong-Muis Thahir yang dicalonkan PPP dan Partai Pelopor, berada di urutan keempat dan meraih 57.163 suara (lima persen).

Dalam rapat pleno itu, juga terungkap sekitar 344.063 wajib pilih, atau 23% dari 1.498.870 pemilih terdaftar tidak bisa menggunakan hak politiknya karena berbagai alasan.***

Tuesday, March 21, 2006

Hari-Hari Terpidana Mati Kasus Poso Menanti Eksekusi

Ruslan Sangadji

Fabianus Tibo (60), Marinus Riwu (48) dan Dominggus da Silva (42), tiga orang terpidana mati kasus kerusuhan Poso, duduk tertunduk di dalam ruang gereja di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Palu.

Tangannya memegang salib dan rosario sambil mulut terlihat terlihat komat-kamit. Ketiganya terus memanjatkan doa, memohon kekuatan menjelang eksekusi mati yang hingga kini belum dipastikan kapan akan dilakukan.

Aktivitas seperti itu, setiap hari dilakukan oleh ketiga terpidana mati di waktu pagi dan sore. Suasana itu berbeda dengan hari-hari sebelumnya, di saat mereka belum lama mendekam di LP Palu.

Saat itu mereka masih terlihat aktif bermain bola volly bersama para terpidana lainnya, bercengkerama dan merokok bersama tahanan lain. Sementara Fabianus Tibo selalu aktif membuat anyaman bambu.

Kini, di saat menjelang eksekusi mati, ketiganya lebih banyak menghabiskan waktu di gereja. Kepada The Jakarta Post, Senin (20/3) sore, Fabianus Tibo mengatakan bahwa hukuman mati yang entah kapan akan dilakukan, sungguh terlalu berat. Ia masih tetap yakin bahwa dirinya bersama Marinus Riwu dan Dominggus da Silva tidak bersalah.

"Kami tidak membunuh, kami tidak pernah memimpin penyerangan, apalagi sampai memperkosa wanita Islam di Poso," kata Fabianus Tibo.

Meski begitu, Fabianus Tibo mengaku pasrah dengan eksekusi mati yang dilakukan nanti. Untuk memberikan kesabaran kepada ketiga transmigran asal Flores, Nusa Tenggara Timur itu, setiap kali seminggu, rohaniawan dari Gereja Katolik Palu bergantian mendatangi mereka untuk menuntun doa dan memberikan nasehat agar mereka dapat tabah menghadapi saat-saat yang menegangkan itu.

Bahkan, ketiganya pun mendapat kunjungan kehormatan dari utusan khusus Paus Benedictus XVI hari Minggu (19/3) lalu. Utusan khusus Paus Benedictus itu adalah Pastor MGr Josef Suwatan. Pastor dari Manado itu datang membawakan Salib dan Rosario untuk ketiganya, serta membawa pesan Paus Benedictus XVI agar mereka bisa tabah menjalani hukuman tersebut.

Memang, saat itu ketiganya tidak bisa menyembunyikan kegembiraan mereka. Tapi di balik itu, mereka tetap mengeluh kepada Pastor Josef Suwatan, bahwa mereka tidak bersalah, mereka hanya menjadi kambing hitam dari sebuah skenario besar yang dilakukan oleh orangorang tertentu. "Kami ini tidak bersalah, kami ini hanya korban," kata Fabianus Tibo.

Menurut Fabianus Tibo bahwa mereka datang ke Poso pada tahun 2000 lalu itu, hanya bertujuan untuk menyelamatkan para siswa, suster dan pastor di gereja Katolik Poso Kota. Bahkan mereka juga menyelamatkan anak-anak orang Islam di kota itu.

Menanggapi itu, MGr Josef Suwatan mengatakan bahwa Paus Benedictus XVI ikut prihatin dengan cobaan yang diterima oleh ketiga umat Katolik Sulawesi Tengah itu.

"Bapa Suci di Vatikan hanya bisa mendoakan semoga Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva tetap diteguhkan dalam iman dan pengharapan di tengah kecemasan hidup yang tidak menentu ini, sehingga bisa mendapatkan keadilan dari tuhan kelak," kata Mge Josef Suwatan.

Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva dijatuhi dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Palu pada 5 April 2001 lalu, karena melakukan kejahatan pembunuhan berencana, sengaja menimbulkan kebakaran dan penganiayaan yang dilakukan bersama-sama secara berlanjut. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Sulteng pada 17 Mei 2001.

Kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) juga ditolak pada 11 Oktober 2001 demikian pula dengan upaya Peninjauan Kembali (PK) yang juga ditolak pada 31 Maret 2004. Grasi atau pengampunan dari Presiden diajukan pada Mei 2005 dan pada 10 November 2005 lalu dinyatakan ditolak oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.***

Eksekusi Tibo Cs, Polda Siapkan Empat Regu Tembak

Ruslan Sangadji

Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah telah menyiapkan empat regu tembak atau sebanyak 44 orang penembak jitu, untuk melakukan eksekusi terhadap para terpidana mati kasus Poso, Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva.

Persiapan empat regu tembak itu dilakukan, setelah pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah meminta secara resmi kepada pihak Polda Sulteng.

"Para penembak itu adalah anggota Brimob yang sudah terlatih. Untuk kepentingan eksekusi ini, setiap hari mereka telah berlatih menembak," kata Kapoolda Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Oegroseno kepada wartawan usai salat Jumat (17/3).

Hanya saja, Kapolda Tengah Brigadir Jenderal Oegroseno belum mau membeberkan soal kapan waktu dan tempat pelaksanaan eksekusi itu dilakukan.

KApold Ogroseno mengatakan, berdasarkan aturan tiga hari sebelum pelaksanaan eksekusi, pihak Kejaksaan Tinggi akan memberitahukan kepada para keluarga terpidana. "Apakah pihak keluarga terpidana mati sudah diberitahu apa belum, itu saya belum tahu. Tapi yang pasti, regu tembak sudah kami siapkan," kata Kapolda.

Pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah menyatakan juga telah menyiapkan rohaniawan yang akan mendampingi ketiga terpidana mati tersebut menjelang pelaksanaan eksekusi. Namun, lagi-lagi siapa nama rohaniawan tersebut tidak disebutkan. Tidak hanya itu, tiga buah peti mati pun sudah disiapkan untuk ketiga pria asal Flores tersebut.

Sementara itu, para terpidana mati kasus kerusuhan Poso tahun 2000 itu menyatakan telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung pada 12 Februari lalu. PK itu diajukan itu, karena mereka telah menemukan adanya bukti baru (novum) berupa aketerangan sejumlah saksi yang menyatakan kalau ketiga terpidana itu tidak terlibat dalam serangkaian pembantaian tahun 2000 silam di Poso.

Para terpidana memohon kepada Ketua MA agar mengabulkan permohonan PK dan membatalkan putusan Peninjauan Kembali MA tanggal 31 Maret 2004 No.72 PK/PID/ 2002 jo Putusan Kasasi MA tanggal 21 Oktober 2001 register No.1225 K/PID/ 2001 jo Putusan Pengadilan Tinggi Sulteng di Palu tertanggal 17 Mei 2001 No.19/PID.B/2000/PT Palu jo. Putusan PN Palu tertanggal 5 April 2001 No.459/ PID.B/2000/ PN.PL.

Kuasa hukum Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da SIlva dari PADMA Indonesia itu juga memohon Mahkamah Agung mengadili sendiri dan menyatakan para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan yang didakwakan padanya.

Pada kerusuhan Poso tahun 2000 silam, tercatat sedikitnya 2000 orang tewas dari kedua kelompok berbeda baik dari Islam dan Kristen. ***

Anak Miskin Menderita Hydrocephalus

Ruslan Sangadji

Derita Mohammad Adnan sungguh tak terkira. Bayi berusia setahun di Desa Olaya, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah ini menderita hydrocephalus. pembengkakan di bagian kepala karena penimbunan cairan. Orang tuanya, Abdul Wahid dan Hasnur tak mampu membawanya berobat karena tak punya uang.

Semua orang yang memandangnya terasa mampu merasakan penderitaan bocah malang ini. Sehari-hari, ia hanya bisa tergolek lemah di pangkuan ibunya. Ia tak bisa bermain, berlari seperti teman-teman kecilnya yang lain. Kepalanya yang terus membesar, tak mampu disanggah oleh dua kakinya yang mungil. Jadilah ia terus berbaring.

Namun apa yang hendak dikata, Abdul Wahid dan Masnur mampu berbuat apa-apa. Mereka tak tahu hendak dari mana biaya jutaan rupiah diperolehnya untuk bisa menyembuhkan Adnan.

Abdul Wahid, hanyalah seorang tukang ojek. Sementara ibunya, seperti kebanyakan ibu rumah tangga lain lebih banyak berada di rumah.

Mereka bukan tak pernah berusaha. Pekan lalu, mereka sudah membawa Adnan ke Rumah Sakit Umum Daerah Parigi Moutong. Namun, pihak rumah sakit menyatakan tidak mampu merawat atau menyembuhkan Adnan. Ia harus dibawa ke rumah sakit provinsi atau rumah sakit di Makassar, Sulawesi Selatang. Tentu saja hal tambah membuat orang tua bayi malang ini pusing.

“Adnan baru satu kali dibawa ke rumah sakit, sebelumnya belum pernah. Kami sudah mengurus kartu miskin, tapi kami belum yakin apa Adnan bisa dibawa berobat ke rumah sakit. Rumah sakit kan sekarang mahal-mahal,” ungkap Masnur, memelas.

Jika tak ada dermawan yang bisa membantu bayi malan ini, bisa jadi penderitaannya masih akan berlangsung lama.

Dari kesaksian Marwan P Angku dan Irnawati M Basri, orang tua yang anaknya pernah menderita Hydrocephalus biaya operasinya tak kurang dari Rp 10 juta. Itu karena mereka harus selalu mengecek kesehatan bayinya setelah operasi.

“Kami harus bolak-balik Makassar-Palu. Setelah dioperasi di bagian kepala untuk mengeluarkan kelebihan cairannya dan harus dipasangi selang, ia masih harus selalu dicek kesehatannya. Sampai kemudian ia meninggal,” tutur Marwan pada detikcom, Minggu (12/3/2006).

Adakah Anda yang ingin menjadi malaikat penolong Adnan? Anda dinantikan orang tua Adnan di Desa Olaya, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.***

Teroris di Sulawesi Tengah Dibekuk Polisi

Ruslan Sangadji

Tim gabungan Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah berhasil meringkus tujuh orang pelaku sejumlah aksi kekerasan di Poso dan Palu, Sulawesi Tengah. Ketujuh orang itu ditangkap di tempat berbeda. Diduga, selama ini ketujuhnya terlibat sejumlah perampokan bersenjata api dan aksi terorisme berupa penembakan misterius dan peledakan bom di Palu dan Poso serta sejumlah wilayah lainnya di Sulawesi Tengah.

Polisi juga berhasil menangkap Andi Makassau alias AM yang diduga menjadi sutradara dalam serangkaian kasus kekerasan bersenjata di Sulawesi Tengah. Terungkapnya peran AM bermula dari pengembangan penyidikan enam tersangka lainnya. Dari keterangan mereka diperoleh kalau AM merupakan sutradara serangkaian aksi mereka.

Menurut Kepala Penerangan Operasi Keamanan Sulawesi Tengah Komisari Besar Polisi Didi Rochyadi berdasarkan hasil penyidikan para tersangka lainnya AM diketahui ikut melakukan penyerangan di sejumlah desa di wilayah Poso saat terjadinya kerusuhan SARA tahun 2001-2003 lalu. Dipastikan juga kelompok ini terkait dengan serangkaian peledakan bom maupun penembakan misterius di Palu dan Poso.

“Dari pemeriksaan awal AM diketahui yang meminta hasil dari aksi kejahatan para tersangka sebagian digunakan untuk fa’i atau mendanai aksi kekerasan kelompok mereka di Sulawesi Tengah,” jelas Didi pada wartawan Rabu (15/3) di Mapolda Sulteng, Jalan Sam Ratulangi, Palu Timur.

Ditambahkan Didi bahwa AM meminta fa’i sebesar 15 persen dari total hasil aksi-aksi perampokan mereka dan untuk selanjutnya digunakan pada aksi-aksi berikutnya, semisal peledakan bom dan sebagainya.

Dari tangan para tersangka polisi menyita sejumlah barang bukti antara lain dua pucuk senjata api laras pendek organik jenis revolver dan FN. Lalu sepucuk senjata laras panjang organik jenis medzen dan puluhan butir amunisi berbagai kaliber. Yang menarik dari tangan tersangka juga disita dua setelan pakaian seragam Satuan Brigade Mobil.

“Diduga pakaian seragam anggota Kepolisian itu mereka gunakan dalam menjalankan aksi, sehingga masyarakat dengan mudah menuduh bahwa pelakunya adalah Polisi,” tambah Kapolda Sulteng Brigadir Jenderal Polisi Oegroseno yang mendampingi Kombes Pol Didi.

AM dan keenam tersangka lainnya ditahan secara terpisah. Selain di tahanan Mapolda sebagian tersangka ditahan di Mapolresta Palu dan Mapolsekta. Direncanakan sebagian tersangka akan dibawa ke mabes Polri pada Jumat (17/3) pekan ini.

Dari catatan Sinar Harapan, kelompok ini terlibat serangkaian aksi penembakan semisal di Tangkura, Poso Pesisir, tahun 2001 lalu yang menewaskan sejumlah orang. Kelompok mereka pula yang ditengarai terlibat dalam aksi peledakan bom di Pasar Poso November 2004 dan peledakan bom di Pasar Tentena, Mei 2005.

Saat ini, polisi juga tengah mengembangkan penyidikan atas keterlibatan mereka dalam aksi bom di Pasar Daging Babi Kelurahan Lolu Utara, Palu Selatan pada akhir Desember 2005 lalu dan peledakan bom di Pura Jagad Nata Stana Narayana, di Poso pada Sabtu (11/3) lalu.

Sejauh ini, menurut Kapolda Oegroseno pihaknya telah memetakan empat kelompok pelaku aksi kekerasan atau terorisme di Poso. Mereka bisa jadi terkait satu sama lain, namun sudah menjalankan peran berbeda. “Ada kelompok bom, lalu kelompok senjata api, kelompok senjata tajam dan yang terakhir kelompok advonturir,” demikian mantan Wakapolda Bangka Belitung ini.***

9 Pucuk Senpi dan 5 Bom Ditemukan lagi di Poso

Ruslan Sanngadji
Palu

Kepolisian Resor Poso kembali mengamankan 9 pucuk senjata api rakitan dan 5 bom rakitan aktif di sejumlah wilayah di Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (16/3/2006) sekitar pukul 23.30 Waktu Indonesia Tengah.

Kepala Penerangan Satuan Tugas Pengamanan Poso AKBP Her Ariss menjelaskan bahwa 9 senjata api rakitan itu diamankan di wilayah Kelurahan Sayo, Poso Kota dan 5 bom rakitan aktif tersebut ditemukan di Kelurahan Kayamanya, Poso Kota.

“Kami menduga senpi dan bom ini merupakan sisa kerusuhan lama di Poso,” kata Ariss kepada wartawan di Poso.

Sejauh ini, sebagian masyarakat Poso mulai memperlihatkan itikad baik membantu aparat kepolisian dan TNI dalam pemulihan keamanan dan ketertiban di wilayah itu. Terbukti saat ini makin banyak masyarakat yang melaporkan adanya senjata api maupun bom yang ada di wilayah mereka kepada Polisi.

Sementara itu, dari sumber Kepolisian didapatkan informasi bahwa Sebanyak 15 senjata api jenis revolver milik anggota Polres Poso, dibawa ke Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan untuk uji balistik. Lima belas pucuk senjata api merek Colt 38 dan Smith & Wesson (S&W) itu diduga pernah digunakan dalam kasus penembakan misterius di Poso. ***

Wednesday, March 01, 2006

Penembakan Kembali Terjadi di Sulteng

Ruslan Sangadji

Kasus penembakan kembali terjadi di Sulawesi Tengah. Kali ini terjadi di Desa Bugis, Kecamatan Tomini, Kabupaten Parigi Moutong--sekitar 350 kilometer arah timur Palu-- Selasa (28/2) malam sekitar pukul 20.25 Wita. Akibatnya, korban yang bernama Ferdy (23 tahun) mengalami luka tembak di bagian perut.

Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah, Ajun Komisaris Besar Polisi Rais D. Adam kepada The Jakarta Post membenarkan peristiwa itu. Dia mengatakan, peristiwa itu murni bermotif perampokan dan tidak ada kaitannya dengan terorisme.

Menurut Rais Adam, pelakunya diduga ada empat orang yang mengendarai dua sepeda motor jenis Yamah F1ZR. Sebelumnya para pelaku telah membuntuti korban Ferdy yang baru saja mengantar majikannya dari berbelanja di Palu. Begitu tiba di depan rumahnya di Desa Bugis dan turun dari mobil, para pelaku langsung mengancam dan menembak korban sebanyak tiga kali ke arah korban.

"Korban mengalami luka serius di bagian perut dan oleh warga setempat dilarikan ke Puskesmas terdekat. Tapi saat ini korban sudah dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulteng," kata Rais D. Adam.

Setelah peristiwa itu, pihak Polres Parigi Moutong langsung menggelar razia di sejumlah pintu masuk dan keluar di kota yang berbatasan langsung dengan Poso itu. Namun, orang dicurigai tak ditemukan. Sementara pihak Polda Sulteng telah memberikan perkuatan pasukan untuk ikut mengejar para pelaku yang diduga lari ke arah perbatasan Parigi Moutong dan Gorontalo.

Setelah menembak, para pelaku kemudian membawa kabur sebuah tas milik majikan korban yang berisi dua buah hand phone dan uang tunai sebanyak Rp 1 juta.

Kasus penembakan di Palu terjadi terakhir kali pada Jumat (10/2) lalu. Korbannya seorang warga keturunan bernama A Tjun alias Willian yang juga pemilik toko emas Agung di Jalan Wolter Monginsidi, Palu Selatan. Hingga kini, pelakunya belum juga ditangkap.***

Menurut Kapolda Sulteng, pihaknya telah memeriksa puluhan saksi, namun belum ada yang mengarah sebagai tersangka. Meski begitu, pihak kepolisian Sulawesi Tengah menyatakan tetap optimistis dapat menangkap pelakunya. ***

Pelantikan Gubernur Sulteng Ditunda

Ruslan Sangadji

Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah terpilih yang sedianya akan digelar tanggal 28 Februari 2006 lalu, akhirnya ditunda. Belum ada informasi yang pasti soal kapan pelantikan Bandjela Paliudju dan Achmad Yahya itu dilaksanakan.

Ketua Panitia Pengawas Pilkada Sulawesi Tengah, Andono Wibisono, kepada The Jakarta Post mengatakan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng terpilih ditunda, karena masih ada persoalan hukum yang belum selesai.

"Kalau masalah hukum yang membelit keduanya sudah selesai, barulah pelantikan itu dilaksanakan," kata Andono Wibisono.

Masalah hukum yang membelit Bandjela Paliudju dan Achmad Yahya itu, terkait dengan kasus politik uang, kontrak politik yang berisi janji kepada konstituen dan soal mobilisasi anak-anak sekolah dasar untuk ikut mencoblos pada Pilkda Januari lalu.

Kasus itu, kata Andono Wibisono, telah dilaporkan oleh kubu Rully Lamadjido dan Sudarto, calon pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur Sulteng yang menempati posisi kedua, ke Jaksa Agung namun ditolak oleh pihak Jaksa Agung.

Ternyata, kubu Rully Lamadjido-Sudarto yang tergabung dalam Koalisi Pilar Demokrasi Pancasila Bersatu terus berjuang dan mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

Herry Sugianto, juru bicara koalisi itu menjelaskan, pihaknya telah mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung pada 28 Februari kemarin. Untuk urusan itu, pihaknya menggunakan lawyer dari Jakarta, antara lain Djoko Prabowo, Oktavianus dan mantan Jaksa Agung Muda, Syamsul Djalal. Bahkan, mereka juga sedang menunggu konfirmasi Adnan Buyung Nasution untuk menjadi kuasa hukum koalisi ini.

"Kita mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Ahung, karena sudah memiliki bukti baru, dan kita yakin bahwa bukti baru itu sangat memberatkan pasangan Bandjela Paliudju-Achmad Yahya," kata Hery Sugianto.

Menurut Hery Sugianto, upaya hukum yang dilakukan itu bukan berarti kubu Rully Lamadjido-Sudarto tidak siap menerima kekalahan pada pilkada Januari lalu, tapi semua itu semata-mata bertujuan sebagai pendidikan politik kepada rakyat dan demi tegaknya demokrasi di Sulawesi Tengah.

Sementara itu, pihak Bandjela Paliudju dan Achmad Yahya tetap yakin mereka akan dilantik dalam bulan Februari ini. Hanya saja, pihaknya belum dapat memastikan kapan pelantikan itu dilaksanakan. "Ini hanya persoalan waktu saja," kata Nabi Bidja, ketua tim Pemenangan pasangan Bandjela Paliudju dan Achmad Yahya.

Pada Pilkada Sulteng yang dihelat 16 Januari lalu, pasangan Bandjela Palidju dan Achmad Yahya yang diusung empat parpol yang tergabung dalam "Koalisi Rakyat Bersatu" yakni PBB, PAN, PKB, dan PKPI ini meraih 411.113 suara, atau sekitar 36 persen dari total 1.137.257 suara sah pada pencoblosan 16 Januari lalu.

Di posisi kedua ditempati pasangan calon dari "Koalisi Pilar Demokrasi Pancasila Bersatu", Rully Lamadjido-Sudarto, dengan meraih 380.134 suara (33 persen).

Di peringkat tiga adalah pasangan Aminuddin Ponulele-Sahabuddin Mustapa yang meraih 288.847 suara (25 persen), sementara pasangan M. Jusuf Paddong- Abdul Muis Thahir berada diurutan keempat dan hanya memperoleh 57.163 suara (lima persen).

Dalam rapat pleno dipimpin Ketua KPUD Sulteng, Zainuddin Bolong, dilaporkan sekitar 23 persen atau 344.063 pemilih dari 1.498.870 pemilih terdaftar tidak menggunakan hak pilihnya karena berbagai alasan.***

Bupati Poso Digoyang Gelar Magister Palsu

Ruslan Sangadji

Bupati Poso, Piet Inkiriwang alias Jo Liong Piet dalam sepekan terakhir ini boleh dikata tidak dapat tidur nyenyak. Para Pegawai Negeri Sipil dan warga di Poso Kota, terus menggelar aksi unjukrasa dan mogok kerja menyatakan mosi tidak percaya terhadap bupatinya itu.

Mosi tidak percaya itu berkaitan dengan gelar sarjana yang digunakan Piet Inkiriwang itu diduga palsu. Dalam laporan Koalisi Masyarakat Cinta Damai Tanah Poso kepada Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, menuliskan bahwa gelar Piet Inkiriwang bukanlah Doktorandus (Drs) yang digunakannya selama ini, tapi sebenarnya Sarjana Sosial (S.Sos).

Dalam copian ijazah yang diserahkan kepada polisi, dinyatakan bahwa Piet Inkiriwang lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial (STIKS) Manado, Sulawesi Utara yang dikeluarkan pada 11 Maret 1994. Termasuk yang dipersoalkan adalah gelar M.Sc yang disandangnya.

Ternyata, gelar M.Sc itu dikeluarkan oleh Jakarta Institute of Management Studies yang masuk dalam 31 lembaga penyelenggara pendidikan yang tidak mendapat akreditasi dari Departemen Pendidikan Nasional.

Tidak hanya Piet Inkiriwang, tercatat sekitar 29 orang pejabat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten di Sulawesi Tengah yang ditengarai menggunakan ijazah palsu atau gelar akademik dari lembaga-lembaga illeggal tadi. Ada yang sampai kini masih menggunakannya, ada pula yang sudah malu-malu mencantumkan gelar tersebut.

Dua di antaranya adalah Bupati Tolitoli, M. Ma'ruf Bantilan dan Makmur Hakka, anggota DPRD Tolitoli, Sulawesi Tengah. Para pejabat itu rata-rata menggunakan gelar M.Sc, MM, MBA, MA, Ph.D dan Doctor honoris Causa. Gelar-gelar akademik illegal itu dikeluarkan oleh lembaga semacam Jakarta Institute of Management Studies, Harvard International University, World Association of Universities and Collegel atau American World University.

Piet Inkiriwang yang dikonfirmasi The Jakarta Post mengatakan, dirinya menyerahkan kasus tersebut kepada pihak yang berwajib. “Saya tidak menggunakan ijazah palsu. Tapi kita lihat saja nanti, toh persoalan saya ini sudah dilaporkan ke polisi, biarlah penegak hukum yang memutuskannya,” ujarnya.

Sejauh ini, terkait laporan masyarakat kepada Polisi terkait penggunaan ijazah Palsu oleh sejumlah pejabat, baru kasus Makmur Hakka yang sampai pada tahap penyidikan. Sementara kasus Ma’ruf Bantilan dan Piet Ingkiriwang masih dalam penyelidikan Polisi.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Ajun Komisaris Besar Polisi Rais Adam menyatakan bahwa Polisi tidak boleh gegabah dalam penyelesaian kasus itu.***