Sunday, August 19, 2007

World Culture Festival Dilaksanakan di Donggala


Ruslan Sangadji

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, akan menggelar World Culture Festival. Acara yang bertema Riak Donggala itu, akan dilaksanakan tanggal 7 September 2007 nanti.

Kepalada Dinas Budpar Donggala, Syuaib Djafar, kepada The jakarta Post, Minggu (19/8) pagi, mengatakan, acara tersebut selain sebagai salah satu perwujudan dari Visit Indonesia Year 2008, juga akan menjadi forum musisi indigenous Indonesia, menjadi agenda sirkuit festival kebudayaan dunia, sekaligus meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap warisan budaya leluhur.

Lantaran itu, menurut Syuaib Djafar, pihaknya tidak hanya akan menampilkan kesenian budaya Sulawesi Tengah, khususnya Donggala, tapi juga dari Jawa dan Bali. Antara lain seperti Tari Rego (tari pesta panen), tari Dero (tarian pergaulan masyarakat Poso), Vunja (tari menanam padi) dan ada juga tari kecak, dugig dan hudog.

Tidak hanya itu, Kadis Budpar Donggala ini mengatakan, pihaknya juga akan menampilkan indigenous performance seperti Lalove (alat musik tiup khas Sulawesi Tengah), kecai ensemble, sampeq, sasando, keroncong, japin dan tawana.

Menurut Syuaib Djafar, agar acara itu menjadi menarik, pihaknya akan mendatangkan sejumlah artis ternama seperti Tamara Blezinsky (sebagai story teller), Peggy Melati Sukma, Sahnaz Haque dan Sarah Sechan (sebagai Master of Ceremony).

Karena fasilitas hote di Kabupaten Donggala yang sangat terbatas, Syuaib Djafar mengatakan, sebagian besar para tamu akan menginap di sejumlah hotel di Kota Palu, lalu mereka akan diantar dengan menggunakan boat menyeberangi Teluk Palu menuju Kota Donggala.

Sepanjang perjalanan akan memakan waktu sekitar 20 menit itu nantinya, para peserta akan dihibur dengan Dade Ndate yang akan dibawakan seorang budayawan Palu, Tjatjo Tuan Sjaichu yang didampingi Tamara Blezinsky.

Dadendate adalah nyanyian panjang yang menceritakan soal aktivitas kehidupan keseharian, mengisahkan soal kondisi alam, tradisi, kebiasaan sehari-hari, atau lazim disebut dengan bercerita dengan lagu yang diiringi dengan musik tradisional seperti gendang dn suling.

Dade Ndate juga bisa dartikan dengan lagu yang mengisahkan suatu dari bawah ke atas. Apa yang diuraikan dalam syair lagu Dade Ndate, sifatnya menanjak dan menuju ke puncak. Bila dia menceritakan sesuatu, selalu dari awal sampai akhir cerita tersebut.

Menurut Syuaib Djafar, selama ini pemerintah pusat lebih banyak memberikan perhatian pada budaya dan pariwisata di Bali. Maka sekarang adalah saatnya perhatian pemerintah diarahkan lagi ke kawasan timur Indonesia, khususnya di Sulawesi Tengah.

"Ini adalah sebuah kesenian yang paling komunikatif di komunitas To Sindue atau daerah sekitar Desa Taripa di Palu. Dadendate bisa menceritakan apa saja, mulai dari sejarah, romantisme muda-mudi, silsilah, perjuangan, dan lain-lain," kata Syuaib Djafar.

Contoh yang paling sederhana adalah proses seseorang dalam menempuh pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak hingga perguruan tinggi bahkan hingga menemukan pasangan hidup. Karena itulah sehingga disebut nyanyian panjang. Dan pada literatur sejarah musik seperti nyanyian Troubadour di Perancis beberapa abad silam.

Setibanya di Pelabuhan Donggala, para tamu akan dijemput dengan Tradisi Rato (menghamburkan segenggam beras kuning ke kepala tamu) serta Vaino (tradisi bertutur masyarakat Sulteng yang mendoakan keselamatan dan kesejahteraan tamu).

"Perhatian itu menjadi penting sebagai wujud dari kebhinekaan Indonesia. Negeri ini bukan hanya milik Bali, tapi juga kawasan timur, termasuk kami di Sulawesi Tengah," tandas Syuaib Djafar. ***

No comments: