Tuesday, May 31, 2011

Menelisik Asal Senjata Teroris di Poso

Pasca penembakan tiga anggota polisi di depan Bank Central Asia (BCA) Cabang Palu (25/5) lalu, banyak pihak bertanya-tanya, dari mana asal senjata yang digunakan para teroris itu. Tahmidi Lasahido, sosiolog dari Universitas Tadulako Palu mengatakan, senjata yang digunakan itu merupakan senjata sisa kerusuhan tahun 1998 silam.


Kapolda Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Dewa Parsana mengatakan, senjata yang digunakan para teroris itu adalah US Carabin/Jungle dan M-16. Senjata itu sudah karatan dan seharus tidak layak digunakan lagi.

Lantas dari mana asal senjata itu? Kalau Tahmidi Lasahido menduga senjata yang digunakan teroris itu adalah sisa-sisa kerusuhan tahun 2008-2002 silam, sangat masuk akal. Karena, ketika meletusnya konflik Poso yang sangat dahsyat tahun 2000 silam, kelompok-kelompok sipil bersenjata datang ke Poso dengan membawa senjata untuk kemudian “berperang” di daerah itu.

Buktinya, polisi maupun TNI berhasil menyita maupun diserahkan warga, sejumlah jenis senjata yang pernah digunakan pada kerusuhan itu, antara lain senjata laras pendek seperti revolver dan FN. Juga laras panjang seperti Avtomat Kalashnikova 1947 (senjata buatan Rusia) atau yang dikenal dengan istilah AK-47. Ada juga Senapan Serbu Satu (SS-1) buatan Pindad yang biasa digunakan TNI dan Polri, dan M-16.

M-16 ini kaliber 5,56 mm. M16 adalah sebutan militer Amerika Serikat untuk senapan AR-15. Colt membeli hak atas AR-15 dari ArmaLite dan saat ini menggunakan sebutan yang hanya untuk versi semi-otomatis senapan. Senapan M16, menembak menggunakan Magazen 5.56x45mm dan dapat menghasilkan efek melukai besar, ketika dampak peluru pada kecepatan tinggi dan patek dalam jaringan menyebabkan fragmentasi dan cepat mentransfer energi.

Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Palu, dalam hasil penelitiannya menyebutkan, sumber utama senjata api sampai di tangan kelompok sipil bersenjata ini, adalah diselundupkan dari luar negeri. Satu sumber penting adalah Filipina bagian selatan, kemudian dibawa masuk melalui pintu kepuluan Sangihe Talaud di Sulawesi Utara, berpindah dari satu pulau ke pulau yang lain, lalu sampai ke Poso.

“Mereka membawa senjata ini ke Poso dengan metode lompat kodok, yaitu berpindah dari satu pulau ke pulau yang lain, sampai akhirnya di Poso dan digunakan oleh kelompok sipil bersenjata dalam kerusuhan,” kata Muhammad Hamdin, direktur YTM.

Pintu lain lagi menurut YTM, adalah perbatasan Malaysia dan Kalimantan. Dari Filipina bagian selatan, diselundupkan melalui Tawau, Malaysia, kemudian masuk ke Nunukan, Kalimantan Timur untuk selanjutnya dibawa ke Poso.

Ada beberapa titik transit sebelum tiba di Poso, menurut penelitian YTM itu, melalui beberapa desa pesisir di Parigi Moutong, Kepulauan Togean di Kabupaten Tojo Una-Una, kemudian ke Kolonodale atau Bungku Selatan di Kabupaten Morowali, selanjutnya dibawa ke Poso. “Saat situasinya masih memanas ketika itu, senjata dibawa dengan menggunakan perahu nelayan yang berlayar di malam hari seakan-akan sedang memancing ikan. Senjata dan peluru itu diisi dalam karung beras maupun kotak mie instan,” ujarnya.

Tahmidi Lasahido mengatakan, senjata-senjata itu jumlahnya ribuan pucuk yang masuk ke Poso. Memang, sudah banyak yang disita dan diserahkan secara sadar oleh warga Poso. Data polisi menyebutkan, sedikitnya 29 ribu pucuk senjata jenis laras pendek dan panjang yang sudah dimusnahkan polisi.

Meski begitu, kata Tahmidi Lasahido, masih banyak pula yang disimpan warga untuk sewaktu-waktu dapat digunakan lagi. “Mereka menyimpannya di kebun dengan cara ditanam, atau juga ada yang menyimpannya di halaman rumah,” kata staf pengajar dari Universitas Tadulako ini.

Dia mengatakan, senjata-senjata yang masih disimpan itulah, yang kemudian digunakan para kelompok garis keras (Polisi menyebutnya kelompok teroris) untuk melakukan aksi-aksi kekerasan seperti yang terjadi di depan Bank BCA Cabang Palu di Jalan Emmy Saelan, Palu Selatan itu.

“Jadi, saya pikir bahwa polisi harus lebih intens lagi melakukan pencarian senjata-senjata yang masih disimpan itu. Masyarakat juga harus berani memberitahukan kepada polisi mengenai keberadaan senjata itu, karena apapun alasannya kepemilikan senjata oleh warga sipil itu adalah illegal,” tandas Tahmidi Lasahido.***

No comments: