Wednesday, November 21, 2007

Poso Mulai Bangkit


Pagi itu jam masih menunjukkan pukul 08.00 Wita. Tapi panasnya matahari
itu tak ketulungan. Berjalan kaki dari sebuah penginapan di Poso Kota
menuju Pasar Sentral, cukup membuat aku berkeringat.

Lulintas di pagi yang cerah itu sangat ramai. Aktivitas warga di depan
Pasar Sentral Poso Kota pun begitu ramainya. Warung-warung makan yang
berderet rapi di seberang jalan depan pasar yang pernah diledakan bom
itu juga tampak ramai.

Satu dua mobil mikrolet warna kuning terlihat menurunkan penumpang dan
barang dagangan mereka. Pemandangan lain, terlihat begitu jelas satu
dua anak berseragam putih abu-abu (yang mungkin baru berangkat sekolah)
berjalan kaki di sela-sela mobil mikrolet yang sedang parkir menunggu
penumpang.

Dari sudut yang berbeda, anggota Polri di markasnya yang hanya berjarak
sekitar 10 meter dari pasar Sentral Poso, keluar masuk melalui pintu
gerbang. Terlihat pula ada sekitar enam polisi berpangkat brigadir dan
seorang perwira berpangkat Ajun Komisaris, setia di pos penjagaan pintu
masuk Polres.

Sekitar 20 meter dari Polres ke arah Selatan, ada sekitar 15 orang
dewasa sedang duduk di sebuah bangku panjang di depan sebuah hotel, yang
juga menjadi agen sebuah mobil bus jurusan Poso-Palu. Ya...mereka sedang
menunggu keberangkatan mobil bus itu menuju Palu. Sangat ramai situasi
di pagi yang cerah itu.

"Kita mau ke Palu. Mungkin mobilnya berangkat jam 10. Sekarang lagi
jemput penumpang lain," kata M. Sunusi (34), salah seorang calon penumpang
bus itu.

Suasana itu sangat kontras dengan tahun 2006 lalu. Dimana pada saat
itu, suasana memang ramai, tapi ketakutan masih tetap menyelimuti warga
Poso. Ketakutan, karena masih ada sekelompok warga sipil, yang menebar
teror dan kekerasan di wilayah itu. Wajah-wajah penuh curiga pun masih
terpancar jelas dari raut mereka.

"Itu suasana dulu. Sekarang sudah mulai membaik. Warga sudah berbaur.
Kesenian tradisional yang sempat tak lagi punya tempat di Poso Kota,
sudah bisa mendapatkan ruang lagi," kata Amir Kiat, juru bicara Pemerintah
Kabupaten Poso, kepada The Jakarta Post, Minggu (18/11) lalu.


PERKEMBANGAN EKONOMI, BUKTI GELIAT POSO

Denyut ekonomi di Kabupaten Poso mulai menggeliat lagi. Ekonomi masyarakat terus brkembang. Itu dapat dilihat dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Poso yang setiap tahun mengalami peningkatan.

Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah melaporkan, PDRB per kapita Kabupaten Poso, tahun 2006 meningkat tajam, yakni sebesar Rp7.017.531. Dibanding tahun 2005 yang hanya Rp6.858.674 dan tahun 2004 tercatat sebesar Rp6.018.140.

BPS Sulteng juga melaporkan, PDRB Poso berdasarkan harga konstan (pertumbuhan ekonomi) juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan sejak tahun 2002 silam.

PDRB Poso berdasarkan harga konstan tahun 2006 sebesar 7,86 persen. Dibanding tahun 2005 hanya 7,59 persen, 5,64 persen pada tahun 2004 dan 4,47 persen tahun 2003. Padahal, di tahun 2002, PDRB Poso berdasarkan harga konstan itu hanya 1,73 persen.

"Ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi Poso pasca konflik mulai menggeliat. Dan itu berarti pula bahwa situasi ekonomi sudah mulai membaik," kata Syaiful Rahman, Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Sulteng.

Berdasarkan pengertiannya, pendapaan regional merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur keberhasilan pembangunan di suatu daerah, struktur perekonomian, pendapatan per kapita maupun pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

FDP, GELIAT WISATA YANG HILANG

Poso, dulunya dikenal sebagai Surga bagi Sulawesi Tengah. Pasalnya, selain karena sebagai daerah wisata terbaik di Sulteng, juga karena kehidupan malamnya dan pola pergaulan masyarakatnya. Jika orang Jakarta memilih libur akhir pekan ke puncak Bogor dan Bandung, maka orang Sulawesi Tengah memilih Poso untuk mengisi liburan akhir pekannya. Tapi, semua itu sirna karena daerah itu dilanda konflik berdarah sejak tahun 1998 silam.

Kini, konflik telah berakhir. Masyarakat sudah bisa berbaur kembali. Geliat wisata pun kembali terlihat. Bangkitnya pariwisata Poso itu, diawali dengan digelarnya Festival Budaya Poso (FBP) yang sudah dilaksanakan sejak tanggal 13 hingga 16 November 2007 lalu.

Bupati Poso, Piet Inkiriwang, mengatakan FBP itu sebagai pra-kondisi dilaksanakannya Festival Danau Poso (FDP) yang sudah menjadi agenda nasional sepanjang tahun.

FDP itu sendiri terakhir dilaksanakan tahun 2007. Setelah konflik melanda Poso tahun 1998, FDP pun tidak lagi dilaksanakan. Bahkan, cottage yang dulunya begitu indah di tepian Danau Poso di Tentena, Kecamatan Pamona Utara, berubah menjadi tempat penampungan pengungsi.

"Tapi, sekarang kita sudah perbaiki, kita sudah tata lagi untuk persiapan pelaksanaan Festival Danau Poso tanggal 6 Desember 2007 mendatang," kata Bupati Piet Inkiriwang.

Bupati Piet Inkiriwang mengatakan, festival itu merupakan langkah awal mengantar daerah bekas konflik itu menuju kemajuan yang positif. Diharapkan, beragamnya adat dan budaya di Kabupaten Poso, akan menjadi cerminan kokohnya rasa persatuan dan kesatuan masyarakat Poso.

Selain sebagai ajang festival, acara ini juga sebagai wujud nyata rekonsiliasi di tanah Sintuwu Maroso dan promosi kepada dunia luar bahwa Poso tidak lagi menakutkan. Itu dibuktikan dengan digelar Festival Budaya Poso lalu, dimana ribuan warga Poso (muslim dam Kristen) tumplek di Lapangan Sintuwu Maroso, Poso Kota untuk menghadiri acara itu.

Tidak hanya warga Poso dari 15 kecamatan yang hadir menampilkan dan memamerkan kesenian tradisionalnya dan pakaian adat mereka, tapi warga pendatang seperti Bali, Jawa, Lombok, Bugis, Makassar dan Gorontalo pun ikut hadir dengan pakaian tradisional asal daerahnya. "Itu membuktikan bahwa telah tercipta rekonsiliasi di Poso. Orang tidak lagi membeda-bedakan suku dan ras masing-masing," jelas Piet Inkiriwang.

Tidak hanya itu, ada kesenian tradisional seperti Tari Dero (tari pergaulan), yang pernah dilarang di Poso Kota, karena bertentangan dengan ajaran Islam, pada Festival Budaya Poso, sempat pula digelar dan mendapat respon positif warga setempat dan tidak ada lagi yang mengganggu.

"Sekali lagi, itu menjadi bukti kalau kita sudah mulai bangkit," terang Bupati Piet Inkiriwang.

Padahal, dulu ketika Poso masih membara, setiap kali ada acara Tari Dero, pasti ada teror. Teror itu tidak hanya dengan lemparan batu, tapi juga diledakan bom di tempat acara itu samai merenggut nyawa peserta tari. Sekarang, justru masyarakat sendiri yang menjaga situasi itu.

LANTODAGO, OPERASI KEAMANAN YANG BELUM BERAKHIR

Terlepas dari itu semua, operasi keamanan di Poso belum juga berakhir. Operasi keamanan itu bernama sandi Operasi Lantodago II yang dimulai sejak Oktober dan akan berakhir pada Desember 2007 nanti. Pasukan Brimob yang di BKO dari Mabes Polri, masih ikut terlibat dalam operasi itu.

Menurut Juru Bicara Polda Sulawesi Tengah, Ajun Komisaris Besar Polisi Heddy, tercatat masih ada sekitar dua satuan setingkat kompi atau lebih dari 200 personel.

Apakah masih akan diperpanjang operasi itu? Kapolda Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Badrodin Haiti, di Palu, Rabu (21/11) siang, mengatakan tidak ada rencana untuk diperpanjangnya Operasi Lantodago itu hingga tahap ketiga.

"Situasi sudah membaik. Dengan begitu, besar kemungkinan Operasi Lantodago tidak akan diperpanjang lagi," tegas Kapolda Sulteng.

Meski operasi Lantodago sudah akan berakhir dan kemungkinan tidak diperpanjang lagi, tapi menurut Kapolda Sulteng, operasi kewilayahan dibaah kendali Polda Sulteng akan terus dilaksanakan. Tapi, operasi kewilayahan itu tidak lagi dengan menambah pasukan dari luar, tapi cukup dengan pasukan organik yang bertugas di Poso dan juga anggota Brimob Polda Sulteng.

Kapolda menjelaskan, di penghujung operasi Lantodago itu, pihaknya berhasil mengamankan sedikitnya 67 cashing bom rakitan dan supucuk senjata api rakitan. Benda berbahaya itu ditemukan di Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Poso Pesisir Utara pada Sabtu (17/11) lalu. Tapi, tidak diketahui pemiliknya dan polisi masih terus memburu pemilik tersebut.

Puluhan cashing bahan peledak dan senjata api rakitan ini ditemukan secara kebetulan oleh salah seorang warga Kelurahan Tegalrejo yang melintas di perkebunan kakao, dan menemukannya di bawah tumpukan genteng bekas. Menurut Kapolda, kemungkinan sengaja diletakkan di tempat agar mudah dilihat untuk segera diamankan.

Melihat benda berbahaya ini, warga tadi langsung menghubungi aparat kepolisian Resort Poso. Usai menerima laporan, tim Gegana pun langsung menuju lokasi dan mengamankan benda berbahaya ini. Setelah diidentifikasi ternyata ada enam puluh tujuh cashing bom dan satu pucuk senjata api rakitan. Selanjutnya dimasukkan ke karung dan dibawa masuk ke mobil patroli.

Tim gegana sempat melakukan penyisiran di sekitar lokasi untuk mencari kemungkinan masih adanya sisa bahan peledak dan barang berbahaya lainnya. Namun setelah disisir selama setengah jam ternyata tidak ditemukan.

Kapolda mengakui, ditemukannya cashing dan senjata rakitan itu, tidak menjadi indikasi tidak amannya situasi di Poso saat ini. Situasi sudah begitu membaik, masyarakat sudah bisa hidup berbaur dan tidak ada lagi ketakutan seta saling curiga. Meski begitu, Kapolda berharap agar warga Poso tetap memantau setiap pergerakan orang-orang luar yang mencurigakan saat masuk ke Poso. "Jadilah polisi bagi diri sendiri," begitu pesan Kapolda kepada warga Poso. ***

No comments: