Tuesday, January 15, 2008

Terjadi Disparitas Pembangunan, Kepala Daerah Se-Sulawesi Bertemu

Para Gubernur, Bupati, Walikota dan Ketua DPRD se Sulawesi, menilai bahwa telah terjadi disparitas tingkat pembangunan antara Sulawesi dan pulau-pulau di Jawa, kondisi infrastruktur wilayah yang sangat terbatas dan lemahnya investasi swasta di daerah ini.

Disparitas itu sangat terlihat, karena adanya kebijakan yang belum merata di segala bidang. Karena itulah, para kepala daerah dan pimpinan DPRD se Sulawesi ini bertemu di Palu, Sulawesi Tengah untuk membahas berbagai masalah yang berkaitan dengan soal tersebut.

Pertemuan yang berlangsung sejak tanggal 14 Januari 2008 itu, membahas berbagai kebijakan di Sulawesi, termasuk penandatanganan kesepakatan untuk mengerjakan sejumlah program besar, salah satunya adalah pengelolaan Teluk Tomini, yang disepakati antara Gubernur Sulawesi Tengah, Bandjela Paliudju dan dan Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad.

Pengelolaan Teluk Tomini itu menjadi sangat penting, karena teluk yang memiliki luas sekitar 411.373 hektar itu, telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu kekayaan dunia yang patut dilindungi, karena menyimpan potensi laut yang sangat menjanjikan. Potensi perikanan di teluk ini saja, mencapai sekitar 330.000 ton per tahun. Yang dapat dikelola secara lestari sekitar 214.000 ton per tahun.

Sedangkan jenis ikan yang banyak dicari adalah jenis ikan pelagis besar dan ikan tuna sekitar 10.000 ton per tahun, ikan cakalang 14.000 ton per tahun. Juga terdapat jenis ikan seperti tongkol, sunu, baronang, kakap laut. Dan hasil laut lainnya seperti biji mutiara, teripang, udang dan rumput laut.

"Ini merupakan potensi yang sangat besar, sehingga perlu dikelola maksimal demi kepentingan seluruh Sulawesi," kata Fadel Muhammad, gubernur Gorontalo usai acara opening ceremony, Sulawesi Summit IV dan Forum Parlemen Sulawesi I di Silae Beah Convention Hall, Palu, (14/1) malam.

Gubernur Sulawesi Tengah, Bandjela Paliudju melaporkan, potensi penangkapan ikan di laut lepas Sulawesi Tengah (Teluk Tomini) dan budi daya perikanan, diperkirakan dapat menghasilkan 213.774 ton ikan per tahun. Namun, hingga tahun 2006, potensi tersebut baru bisa dimanfaatkan sekitar 72,21 persen atau sebanyak 154.370,06 ton per tahunnya.

Potensi perikanan laut ini juga, kata Paliudju, dibagi dalam tiga zona. Zona I di Selat Makassar/Laut Sulawesi) sebesar 929.700 ton, Zona II (Teluk Tomini) sebesar 595.620 ton dan Zona III di Teluk Tolo sebesar 68.456 ton.

Demikian halnya dengan potensi perairan umum seperti danau, rawa dan sungai, menurut Gubernur Paliudju, diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 75,643 ton ikan setiap tahun, tetapi yang bisa dikelola hanya sekitar 0,45 persen atau hanya 342 ton pada tahun 2006.

Gubernur Paliudju juga melaporkan, untuk budi daya ikan seperti tambak, kolam, sawah dan kerambah, telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hingga tahun 2006, telah mencapai sedikitnya 48.969,58 ikan per tahun. "Ini potensi yang sangat menjanjikan bagi perkembangan daerah. Makanya, agar ini bisa dikelola maksimal, perlu dikerjasamakan dengan provinsi lain. Karena Gorontalo yang terdekat, sehingga kami bekerjasama dengan mereka," kata Gubernur Paliudju.

Bukan hanya itu, para kepala daerah se Sulawesi ini juga berobsesi membangun Terusan Katulistiwa yang berpusat di wilayah barat Sulawesi Tengah, untuk menghubungkan sejumlah kawasan di Sulawesi, serta menjadi jalur perdagangan antara pulau di Indonesia dan ke luar negeri seperti Singapura, Philipina dan Brunei Darussalam.

Untuk kepentingan itu, Fadel Muhammad mengatakan bahwa pihaknya telah bertemu dengan pihak Singapura dan Hyundai Korea, untuk ikut berinvestasi membangun Terusan Katulistiwa itu. "Saya yakin, program kerjasama ini akan berjalan sukses dan akan sangat menguntungkan Sulawesi," katanya.

KONFLIK POSO DAN SEJARAH BKPRS

Sulawesi Summit yang dilaksanakan di Palu itu merupakan agenda tetap sebuah lembaga yang bernama Badan Kerjasama Pembangunan Regional SUlawesi (BKPRS). Pertemuan ini sudah yang ke sekian kalinya.

Pertemuan pertama dilaksanakan tanggal 15 September 1998 di Makassar, Sulawesi Selatan, dua tahun kemudian di Manado, Sulawesi Utara, tahun berikutnya dilaksanakan di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah, beberapa bulan kemudian dilanjutkan di Makassar, setahun kemudian pertemuan lagi di Palu, empat tahun berikutnya di Kendari, dan sekarang dilaksanakan di Palu, Sulawesi Tengah. Kantor lembaga ini berkedudukan di Makassar

"Cikal bakal berdirinya Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) ini, karena adanya konflik Poso. Saat ini para gubernur se Sulawesi bertemu untuk membicarakan soal penyelesaian konflik, kemudian bersepakat membentuk BKPRS," kata Ketua Dewan Pembina BKPRS, Ali MAzi.

Seiring dengan waktu, BKPRS kemudian telah melaksanakan sejumlah program penting untuk kemajuan Sulawesi. Berdasarkan executive summary, Ali Mazi melaporkan bahwa lembaga ini telah melakukan sejumlah kerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta untuk bidang jasa perdagangan dan agribisnis.

BKPRS juga telah menjalin kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk usaha industri rotan, kerjasama denganBank Eksport Indonesia (BEI) untuk persiapan pembukaan kantor perwakilan BEI di Makassar. "Bank ini bertujuan untuk memfasilitasi pembiayaan ekspor komiditi Sulawesi," kata Ali Mazi.

Selain itu, kata ALi Mazi, BKPRS telah bekerjasama dengan LSM Lestari untuk pemantapan jaringan komunikasi pengelolaan sumber daya alam di tingkat regional Sulawesi. Juga telah melaksanakan Sulawesi Expo di Jakarta.

Kegiatan ini bertujuan untuk menarik investor domestik dan Foreign Direct Investment, yang diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi di Sulawesi, khususnya di bidang perdagangan, komoditas, hasil-hasil industri dan pertambangan serta pariwisata, dan kegiatan lain adalah program pengembangan Master Plan Sulawesi.

BKPRS juga telah menjalin kerjasama dengan lembaga luar negeri. Antara lain dengan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), untuk mendotong penyusunan Visi Industru Sulawesi 2010 yang berbasis agrobisnis dan perikanan. Kerjasama ini mulai dilaksanakan sejak 2003 hingga sekarang. Untuk itu, ada empat komoditas unggulan yang akan didorong, yakni kakao, kelapa, jagung dan perikanan.

BKPRS juga telah bekerjasama dengan Partnership for Governance Reform in Indonesia (PGRI). Kegiatan yang telah berlangsung sejak tahun 2005 lalu itu, diarahkan pada Gerakan Regional Menuju Tata Pemerintahan Daerah yang Baik (Regional Good Governance).

Ada juga Program Celebes Corn Belt (CCB) dan kerjasama dengan Canadian International Development Agency (CIDA) untuk mendukung usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). "Masih banyak kerjasama yang sudah kita lakukan dengan lembaga dunia, dan sudah menunjukkan keberhasilan. Terlalu banyak kalau saya harus jelaskan satu per satu," tandas Ali Mazi.***

No comments: