Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Tengah, mempublikasikan saat ini tercatat sedikitnya 54.235 anak terlantar yang tersebar di Sulawesi Tengah. Jumlah tertinggi terdapat di Kabupaten Poso, yakni sebanyak 12.002 anak.
Selanjutnya terdapat di Kabupaten Tojo Una-Una 8.065 anak, Donggala (7.551 anak), Morowali (6.743 anak), Toli-Toli (4.987 anak), Parigi Moutong (4.459 anak), Banggai Kepulauan (3.083 anak), Banggai (2.912 anak) dan Kota Palu (1.913 anak).
Selain itu, menurut Ketua LPA Sulawesi Tengah, Sofyan Farid Lembah, terdapat pula anak yang telah bekerja dan yang berusaha untuk mencari pekerjaan. Anak laki-laki di perdesaan pada usia 15-19 tahun yang telah bekerja, tercatat sebanyak 42.174 orang, dan anak perempuan sebanyak 31.502 orang. Sedangkan yang ingin mencari kerja, tercatat sebanyak 5.983 orang anak laki-laki dan 4.469 anak perempuan.
Sementara di perkotaan, menurut Sofyan Farid Lembah, anak laki-laki yang bekerja sebanyak 4.696 anak laki-laki dan 3.437 anak perempuan. Sedangkan yang mencari kerja adalah 1.446 anak laki-laki dan 1.351 anak perempuan.
“Jumlah ini diperkirakan masih akan bertambah, karena saat ini masih sekitar 112.735 orang anak (56.895 perempuan-55.840 laki-laki) pelajar yang siap masuk dalam lapangan kerja," kata Sofyan Farid Lembah kepada The Jakarta Post, Senin (5/5) pagi.
Banyaknya jumlah anak terlantar dan yang bekerja serta pencari kerja itu, katanya, disebabkan karena tingkat kemiskinan keluarganya.
Tahun 2007, tercatat 154.006 jiwa penduduk dalam klasifikasi batas miskin dan ada 557.400 jiwa penduduk miskin. Penyebarannya terbesar di wilayah perdesaan (24,97 persen) dan sisanya 12,86 persen di perkotaan.
Data Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sulawesi Tengah, pada tahun 2007 lalu tercatat 143.760 kepala keluarga fakir miskin yang telah mendapat bantuan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) yang tersebar pada 8.300 kepala keluarga di Banggai Kepulauan, 40.669 kepala keluarga di Banggai, 6.369 di Morowali, 20.785 kepala keluarga di Poso, 24.372 di Donggala, 10.789 kepala keluarga di Toli-Toli, 13.594 kepala keluarga di Buol, 13.929 kepala keluarga di Parigi Moutong, dan 4.955 di Kota Palu.
“Nah, kondisi kemiskinan dalam keluarga di Sulawesi Tengah inilah, setidaknya ikut menyumbang besaran jumlah anak-anak yang terlantar,” kata Sofyan Farid Lembah.
Kemiskinan, kata Sofyan Farid Lembah, pada akhirnya mendorong anak-anak Sulawesi Tengah, ikut bertarung bersama kedua orang tuanya untuk mendapatkan dan menambah penghasilan keluarga. Pada beberapa kasus, justru orang tua mendorong anak-anak untuk bekerja dan sekaligus mempekerjakan anak-anak mereka.
Akibat lain dari masalah ini, menurut pihak LPA Sulawesi Tengah, hampir 40 persen anak perempuan di daerah ini telah melangsungkan pernikahan pada usia dini. Untuk Klasifikasi usia di bawah 16 tahun anak-anak di Donggala mencatat angka tertinggi di banding kabupaten lainnya (23,20 persen), dan yang terendah terdapat di Kabupaten Banggai Kepulauan (7,88 %).
Sedangkan untuk klasifikasi umur 17-18 tahun, perkawinan usia dini tertinggi terjadi di Kabupaten Buol (27,82 %), dan terendah di kota Palu (16,71 %).
“Memang, seberapa besar pengaruh kemiskinan terhadap perilaku perkawinan usia dini masih perlu ditelusuri lagi, tapi di beberapa komunitas adat di Kabupaten Donggala, alasan ekonomi menjadi salah satu alasan utama perkawinan usia dini tersebut,” kata Sofyan Lembah.
Menurut Sofyan Lembah, dari hasil investogasinya, dengan mengawinkan anak-anak mereka, diharapkan persoalan ekonomi yang menghimpit dapat teratasi. Minimal sudah ada yang menjadi penanggungjawab keberlangsungan hidup anak-anak mereka.
Oleh karean itu, Sofyan Farid Lembah mengharapkan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, untuk ikut memikirkan soal keadaan tersebut. Jika persoalan kemiskinan tidak segera diatasi, dapat dipastikan akan semakin banyak anak-anak yang terlantar.
“Ini tanggungjawab pemerintah. Pemerintah tidak boleh menutup mata melihat kondisi yang sudah sangat memprihatinkan ini,” tandas Sofyan Farid Lembah. ***
No comments:
Post a Comment