Sunday, December 09, 2007

Gua Latea, Kuburan Nenek Moyang Orang Pamona

Gua Latea, adalah gua alam berupa bukit kapur yang usia genesisnya sekitar lebih 30 juta tahun silam. Lokasinya berada di atas bukit parere. Gua ini digunakan sebagai kuburan warga suku Pamona---warga asli Poso---pada masa lalu.

Nenek moyang orang Pamona itu, dulunya hidup di bukit-bukit, khususnya yang hidup di perbukitan Wawolembo. Sistem penguburan dengan menaruh jenazah di gua-gua itu, baru berakhir sekitar abad ke-19 Masehi. Gua ini pernah mengalami keruntuhan batuan sekitar lebih 2000 tahun silam.

Gua Latea ini ada dua. Pertama letaknya di bagian bawah. Di sini terdapat empat pasang peti jenazah dan 36 buah tengkorak manusia. Gua ini pernah dipugar tahun 1994 lalu.

Sedangkan gua kedua berlokasi di bagian atas. Terdapat 17 pasang peti jenazah, 47 buah tengkorakdan lima buah gelang tangan. Seperti pada gua pertama, gua ini pernah dipugar tahun 1994.

Gua ini adalah kuburan nenek moyang suku bangsa Pamona. Cara penguburan zaman dulu masyarakat Pamona ini, sama seperti yang dilakukan di Tanah Toraja,Sulawesi Selatan. Memang, menurut Yustinus Hoke (60 tahun), budayawan Pamona,
berdasarkan historisnya, orang Pamona dan orang Toraja masih memiliki hubungan kekerabatan yang sangat erat.

Karena masih ada hubungan kekerabatan itulah, sehingga beberapa tradisi nyaris sama, termasuk salah satunya adalah cara penguburan jenazah dengan menaruhnya di gua-gua.

Tidak hanya di Gua Latea. Kuburan nenek moyang orang Pamona lainnya terdapat di Gua Pamona yang letaknya persis di tepi Danau Poso. Gua ini memiliki 12 ruang. Menurut Yustinus Hoke, orang Pamona dikuburkan di Gua Pamona ini berdasarkan kelas sosial masing-masing. Hanya saja tidak dijelaskan, di ruangan ke berapa menjadi kuburan bagi kalangan bangsawan dan di mana letak kuburan rakyat biasa.

Meski sebagai kuburan nenek moyang orang Pamona, tapi Gua Pamona ini tidak hanya menjadi tempat wisata yang indah untuk dikunjungi, tapi juga menjadi tempat bermain anak-anak setempat.

Ny. Ruweyana Gundo (50 tahun), kepada The Jakarta Post, mengakui bahwa masa kanak-kanaknya selalu dihabiskan dengan bermain-main di dalam Gua Pamona ini. Ia bersama teman-temannya kadang membolos dari sekolah, hanya karena ingin bermain di dalam gua tersebut.

Lantaran itulah, Ny Ruweyana Gundo ini bisa menjelaskan dengan detail, dari sau ruangan ke ruangan yang lain. Menurutnya, kita hanya bisa masuk sampai ke ruangan ke-3, karena selebihnya sudah sangat gelap dan harus menggunakan alat penerang seperti obor atau senter. "Dan kalau kita masuk sampai ke bilik 12, maka posisi kita sudah berada di bawah air danau Poso," jelas Ny. Ruweyana Gundo.

DICAPAI DENGAN JALAN KAKI

Gua Late, letaknya sekitar 2 kilometer dari jalan utama Tentena, Ibukota Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso. Untuk dapat mencapainya, bisa dengan menggunakan sepeda motor sekitar satu kilometer, lalau kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh sekitar satu kilometer pula.

Jalanannya agak mendaki dan licin. Tapi sudah dibuat tangga beton. Lantaran itu, perlu hati-hati kalau berjalan. Walau begitu, jalannya tetap licin karena penuh lumut. Di samping kiri kanan yang terlihat hanyalah pepohonan dan kebun kakao warga. Dan, kita pun akan hiur dengan merdunnya suara-suara binatang hutan dan aliran air sungai di sekitar tempat itu.

Sebelum sampai ke Gua Late, kita juga akan melewati dua buah jembatan. Jembatan pertama kondisi masih baik, sedangkan jembatan kedua sudah mulai rusak. Sehingga warga hanya menutupi kerusakan itu dengan menggunakan bambu dan batang kayu.

Pendeta Hengky Bawias (32 tahun) yang menjadi penunjuk jalan The Jakarta Post, menjelaskan bahwa jembatan ini sudah mulai rusak sejak tahun 2004 lalu dan belum diperbaiki sama sekali.

Lokasi Gua Late ini berjarak sekitar 57 kilometer arah Selatan Kota Poso, atau 258 kilometer dari Kota Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah.

TAK DILIRIK FDP ke-10

Gua Latea dan Gua Pamona, adalah dua cagar budaya di Kabupaten Poso. Kedua gua ini terakhir kali ramai dikunjungi pada 1997 lalu, ketika dilaksanakannya Festival Danau Poso yang ke-9.

Setelah meletusnya konflik Poso tahun 1998, praktis Gua Latea dan Gua Pamona ini tak lagi dikunjungi wisatawan maupun peneliti. "Iya, memang sejak kerusuhan, dua gua ini sudah sangat jarang dikunjungi," kata Pendeta Hengky Bawias, orang yang saya minta menjadi guide ketika saya ke Gua Latea itu.

Dan lebih menyedihkan lagi, pada Festival Danau Poso yang ke-10 tahun 2007 ini, pihak panitia tidak memasukan Gua Latea dan Gua Pamona sebagai tempat untuk dikunjungi. Padahal, menurut Pendeta Hengky Bawias, pada FDP ke-9 tahun 1997 lalu, Gua Latea merupakan salah satu tempat yang ramai dikunjungi oleh tamu lokal, tamu dari luar Poso maupun tamu mancanegara yang hadir pada FDP.

Menurut Ny. Roana Kabi, panitia bidang Publikasi pada Festival Danau Poso ke-10, karena pihaknya baru membangkitkan kembali FDP dengan tujuan mengabarkan kepada dunia bahwa Poso sudah aman.

"Kita akan mengembalikan agenda budaya dan wisata, nanti pada FDP 2008 nanti. Kalau sekarang, kita masih pada batas kampanye Poso Aman," tandasnya.***

No comments: