Saturday, October 11, 2008

Ketika Si Miskin di Parigi Belum Tersentuh MDGs


Tubuhnya tenggelam hingga sebatas paha orang dewasa. Tangannya erat memegang jaring mendorongnya bolak-balik di tepi laut. Aktivitas itu dilakukan oleh Ny. Sice Carinama (63 tahun). Wanita ini berprofesi sebagai pencari nener atau ikan sekecil jarum jahit. Nener adalah bibit ikan bandeng.

Ny. Sice Carinama hanyalah salah seorang dari sekian banyaknya para pencari nener di Desa Toboli, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parigi Moutong----sekitar 90 kilometer dari Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Nenek dari 11 cucu ini mengaku telah bekerja mencari nener sejak tahun 1985. Itu dilakukannya, karena ia tak punya pekerjaan lain untuk dapat menghidupi dirinya. Ia termasuk salah seorang di antara warga miskin di daerah tersebut.

"Suami saya miskin. Dia tidak punya perahu seperti orang lain yang digunakan untuk mencari ikan. Jadi, untuk dapat bertahan hidup, saya harus bekerja sendiri dengan cara mencari nener ini," kata Ny. Sice Carinama, Kamis (9/10) siang.

Ia mengaku, nener yang berhasil didapatkannya, paling banyak dalam sehari bisa mencapai seribu ekor. Per ekor nenernya, dijual seharga Rp 30. Dengan demikian, ia bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 30 ribu per hari. Harga itu sudah termasuk mahal, karena sebelumnya per ekor nener masih berkisar antara Rp 20 hingga Rp 25.

Walau dengan penghasilan kecil seperti itu, Ny Sice Carinama mengaku dapat menutupi kebutuhan hidupnya sehari seperti membeli beras dan sedikit simpanan untuk berjaga-jaga jika ia sakit.

"Ya alhamdulillah, saya bersyukur di usia saya yang sudah tua ini tapi masih bisa bekerja. Jadi walaupun cuma sedikit yang saya dapat, saya merasa sudah cukup," katanya.

Walau mengaku miskin, Ny Sice Carinama mengaku tidak mau ikut mengantri menerima dana bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah. Tidak juga terjadi, karena memang ibu dari tiga anak ini tidak terdaftar sebagai salah seorang warga miskin penerima BLT. Namun ia tidak sedih, senyum puas terlihat jelas dari wajahnya yang sudah keriput itu. Apalagi, kalau hasil yang diperolehnya dari mencari nener lebih dari seribu ekor per hari.

Kepada The Jakarta Post, Ny Sice Carinama berharap, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong dapat memperhatikan nasib orang-orang tua seusianya yang masih bekerja keras mencari hidup. Paling tidak, katanya, pemerintah dapat memberikan modal usaha untuk membangun kios atau usaha lainnya, agar ia tidak perlu lagi bermandikan air laut sekadar untuk mencari nener.

“Sudah lama saya mau bertemu bupati untuk minta uang bikin kios. Tapi saya takut karena saya hanya nenek miskin yang tidak punya baju bagus untuk bertemu bupati,” katanya.

Hari itu, memang bertepatan dilantiknya pasangan Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong, Longky Djanggola dan Samsurijal Tombolotutu. Keduanya adalah pemenang Pilkada 19 Agustus 2008 lalu.

Bagi Longky Djanggola, jabatan bupati itu merupakan periode yang kedua kali. Pada pilkada lalu ia kembali terpilih, karena dinilai sukses menjalankan program pembangunan di daerah itu, termasuk penanggulangan kemiskinan di daerah itu, melalui program Millenium Development Goals (MDGs).

PENCAPAIAN MDGS DI PARIGI MOUTONG

Tahun 2005 silam, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan United Nations Development Programme (UNDP) mengerjakan program MDG's, dengan menyusun strategi penanggulangan kemiskinan secara paritisipatif dengan melibatkan masyarakat miskin.

MDGs itu sendiri dideklarasikan oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 sebagai komitmen global untuk mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan atau hidup dengan biaya di bawah 2 dollar AS per hari.
Dengan MDGs diharapkan penduduk miskin dunia yang jumlahnya mencapai 1,3 miliar dapat dikurangi menjadi setengahnya pada tahun 2015. Caranya bisa macam-macam, mulai dari bantuan langsung, pengurangan utang, atau memberikan akses perdagangan yang adil bagi negara miskin.

Bupati Longky Djanggola mengatakan untuk keluar dari belenggu kemiskinan itu, masyarakat miskin harus dilibatkan agar kita bisa tahu apa sebenarnya masalah mereka.

"Dan ternyata masyarakat miskin begitu aktif bersama-sama kami untuk menentukan program-program prioritas bagi mereka," kata Bupati Longky Djanggola.
Dari hasil diskusi dan berbagai pertemuan dengan masyarakat miskin itu, didapatkan salah satu masalah penting bahwa ternyata masyarakat miskin kekurangan modal untuk bisa mengembangkan potensi yang tersedia di sekitar mereka.

Dari situlah, tahun 2006 lalu, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong kemudian mengagunkan dana di bank sebesar Rp 2,5 miliar yang diperuntukan bagi masyarakat miskin. "Dana itu sebagai agunan agar masyarakat miskin dapat mengambil kredit tanpa bunga," katanya.

Sejak ada agunan dana itu, tercatat sebanyak 1.180 orang yang mengajukan permohonan kredit di bank, dengan jumlah dana yang dipinjam antara Rp 2,5 juta hingga Rp 3,5 juta. Dan setiap bulannya, warga miskin mengembalikan dana bergulir itu berkisar antara Rp Rp 250 ribu hingga Rp 500 ribu per bulannya.

Tidak hanya itu, masih beberapa lagi program penanggulangan kemiskinan berbasis MDG's ini telah direalisasikan oleh Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong. Antara lain memberikan pengobatan gratis bagi masyarakat miskin, pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) gratis bagi penduduk miskin dan beberapa program lainnya.

Deputi Menko Kesra Bidang Penanggulangan Kemiskinan, Sujana Royat mengakui, dari lima provinsi di Indonesia yang menjadi percontohan untuk penerapan program MDG's itu, Parigi Moutong yang dianggap paling berhasil. Kelia provinsi itu adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Maluku, Maluku Utara dan Parigi Moutong.

Apa yang dilakukan oleh Kabupaten Parigi Moutong itu, kata Sujana Royat, adalah model insiatif daerah untuk melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. Tinggal bagaimana pemerintah pusat ikut mendorongnya dengan melakukan imigrasi anggaran program penanggulangan kemiskinan di daerah ke kabupaten itu.

Tapi, boleh jadi, Ny, Sice Carinama si petani nener ini luput dari pendataan. Atau boleh jadi karena keterbatasan dan ketidakmampuannya, sehingga ia tidak mengetahui soal adanya dana agunan yang memang diperuntukkan bagi masyarakat miskin di Parigi Moutong.

“Mungkin karena saya bodoh jadi saya tidak tahu. Tapi saya juga berharap agar pemerintah jangan terlantarkan saya. Apalagi, kata orang-orang bahwa bupati Longky Djanggola itu sangat peduli dengan masyarakat miskin. Jadi tolonglah perhatikan nasib saya yang sudah tua ini,” tandasnya.

POTENSI PARIGI MOUTONG

Parigi Moutong, terkenal dengan daerah agraris serta terkenal dengan Teluk Tomini yang menyimpan sejuta potensi. Panjang garis pantainya 472 Kilometer.

Teluk Tomini merupakan teluk yang sangat luas dan perairan yang spesifik. Karena itulah, teluk ini memiliki potensi sumberdaya perikanan yang sangat melimpah. Potensi perikanan itulah yang dimanfaatkan oleh nelayan dari tiga provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara.

Potensi Lestasi di Kabupaten Parigi Moutong saat ini mencapai 68 ribu ton per tahun. Potensi itu terdiri dari Ikan Palagis 3,2 ton per kilometer persegi per tahun dan ikan Demersal 2,9 ton persegi per tahun. Potensi terletak di daerah penangkapan yang bisa dijangkau oleh nelayan tradisional sejauh 28.208 kilometer persegi, dengan produksi perikanan tangkap 21.072,2 ton pertahun.

Data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Parigi Moutong menyebutkan, hasil tangkapan nelayan saat ini berupa ikan cakalang sebanyak 2.115,40 ton per tahun, ikan tuna sebanyak 2.274,90 ton per tahun, ikan lajang 3.094,10 ton per tahun dan ikan hias mencapai 27.555 ton per tahun.

Di teluk ini, terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya, dan seakan menjadi surga bagi para penyelam. Selain karena terumbu karangnya yang indah, berbagai jenis ikan juga hidup di sini. Melihat besarnya potensi itu, tahun 2003 silam, ketika Megawati Soekarnoputri masih menjabat Presiden RI, ia telah mencanangkan Teluk Tomini sebagai Pintu Gerbang Mina Bahari.

Selain potensi perikanan laut, di Kabupaten Parigi Moutong juga memiliki potensi ikan air tawar yang sangat besar. Budi daya tambak saja memiliki potensinya seluas 10.365 hektar, tapi yang baru tergarap seluas tergarap 3500 hektar. Budidaya kolam seluas 750 hektar dan luas tergarap baru 52 hektar. ***

No comments: