Tuesday, July 31, 2007

Petani Cengkeh Sulteng Tuntut Dana Penyertaan Modal Rp 19 Miliar


Ruslan Sangadji

PALU - Petani di Kabupaten Tolitoli dan Buol, Sulawesi Tengah menuntut pihak Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) segera membayar dana penyertaan modal petani cengkeh sebesar lebih Rp 19 miliar rupiah. Dana tersebut terhitung sejak tahun 1991 ketika masih adanya Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC).

Tuntutan petani cengkeh itu disampaikan melalui Komisi Keuangan DPRD Sulawesi Tengah. Untuk menindaklanjuti laporan masyarakat itu, pihak DPRD telah melakukan koordinasi dengan Gubernur Sulawesi Tengah agar masalah tersebut bisa ikut diselesaikan oleh pemerintah provinsi.

Ketua Komisi Keuangan DPRD Sulawesi Tengah, Ibrahim Timumun kepada The Jakarta Post, Selasa (31/7) mengatakan, total dana penyertaan modal petani cengkeh di dua kabupaten penghasil cengkeh di Sulawesi Tengah itu, sebesar lebih Rp38 miliar.

Tapi, menurut Ibrahim Timumun, yang baru dibayarkan oleh pihak Puskud Sulawesi Tengah, baru 50 persen atau sekitar Rp 19 miliar. Pembayaran itu dilakukan tahun 1998 silam. "Artinya, masih tersisa 50 persen dana penyertaan modal petani cengkeh itu yang harus dibayarkan lagi oleh Puskud Sulteng," kata Ibrahim Timumun.

Tapi masalah kemudian, kata Timumun, pihaknya bersama pemerintah daerah, petani, LSM dan sejumlah Koperasi Unit Desa di Kabupaten Tolitoli dan Buol telah berusaha memperjuangkan agar dana tersebut segera diserahkan kepada petani, namun hingga kini belum ada kejelasan sama sekali dari pihak Puskud Sulteng.

"Makanya kita akan melakukan hearing kepada Puskud Sulawesi Tengah. Dalam waktu dekat ini akan diundang untuk memberikan penjelasan," tegas Ibrahim Timumun.

Bahkan, kata Timumun, pihaknya juga telah mengkoordinasikan masalah ini dengan pihak Pemerintah Provinsi Sulteng, untuk ikut mendesak agar dana tersebut segera dibayarkan kepada petani.

Dari hasil koordinasi itu, katanya, Gubernur Sulteng, Bandjela Paliudju telah menugaskan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi untuk secepatnya mengurusinya di Puskud.

Sekretaris Provinsi Sulawesi Tengah, Gumyadi, yang dikonfirmasi The Jakarta Post, membenarkan soal adanya dana penyertaan modal petani cengkeh itu. Bahkan, Pemerintah Provinsi Sulteng mengancam akan membawa kasus ini ke meja hukum, jika pihak Puskud tidak segera memenuhi tuntutan para petani tersebut.

"Jika pihak Puskud tidak segera membayar dana itu kepada petani, maka kami akan melanjutkan masalah ini ke meja hijau," tegas Sekretaris Provinsi Sulawesi Tengah, Gumyadi, Selasa (31/7) siang.

Direktur Puskud Sulawesi Tengah, Ambo Dalle yang dikonfirmasi terpisah, membenarkan soal dana penyertaan modal petani cengkeh itu. Menurut Ambo Dalle, total dana tersebut se Indonesia tercatat sebesar lebih Rp 454 miliar. Dana tersebut, untuk Sulawesi Tengah sebesar lebih Rp 96,16 miliar.

Dana tersebut, kata Ambo Dalle, dibagi untuk tiga pihak. Yakni untuk Koperasi Unit Desa (KUD) atau kepada petani sebesar lebih Rp 48,8 miliar atau 50 persen. Kepada Puskud Sulteng sebesar lebih Rp 28,8 miliar (30 persen), dan kepada Induk Koperasi Unite Desa (Inkud) sebesar lebih Rp 19,2 miliar atau sekitar 20 persen.

Ambo Dalle menjelaskan, dari total dana penyertaan modal petani cengkeh itu, telah diterima sebesar lebih Rp 48,8 miliar dan telah dibayarkan kepada petani cengkeh se Sulawesi Tengah pada tahun 1998 silam. Sedangkan untuk Kabupaten Tolitoli dan Buol lebih Rp 19 miliar. Sedangkan dana yang menjadi hak Puskud dan masih utuh saat ini adalah Rp 4,1 miliar.

Menurut Ambo Dalle, masih ada 50 persen dana penyertaan modal petani cengkeh yang saat ini berada di Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) di Jakarta. Berdasarkan hasil Rapat Anggota Tahunan (RAT) 17 Juli 2007 lalu di Denpasar, disepakati bahwa semua sisa dana penyertaan modal petani cengkeh itu akan dibayarkan, setelah pihak Puskud dan Induk menjual sejumlah asset, termasuk dari usaha lain dan keuntungan dari sisa hasil usaha (SHU).

"Asset yang akan dijual itu antara lain seperti lahan perkebunan di Lampung dan penjualan PT Goro. Saat ini kita sedang mencari pihak-pihak yang mau membeli asset tersebut," kata Ambo Dalle.

Artinya, menurut Ibrahim Timumun, sampai kapan asset itu akan terjual. Dan jika asset itu tidak terjual, maka dengan sendirinya dana penyertaan modal petani cengkeh itu tidak dibayarkan. "Nah, kalau tidak dibayarkan, kemanakah para petani itu akan menuntut haknya,' kata Ibrahim Timumun.

Dana penyertaan modal petani cengkeh itu, mulai berlaku sejak tahun 1991 ketika adanya penyeragaman harga cengkeh di Indonesia melalui Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC).

Sebelum ditetapkan BPPC, harga cengkeh di Sulawesi Tengah berkisar antara Rp 12 ribu hingga Rp 17 ribu per kilogram. Tapi kemudian BPPC menetapkan harga menjadi Rp 7.900 per kilogram. Namun oleh Koperasi Unit Desa, hanya membayar kepada petani sebesar Rp 5.900 per kilogram. Dengan demikian, sisa uang sebesar Rp 2 ribu itu menjadi dana penyertaan modal bagi petani cengkeh.

"Nah dana itu yang kita tuntut sekarang. Maka Puskud atau pun Inkud harus segera membayarnya, karena itu adalah hak petani. Dana itu adalah hasil keringat petani yang harus segera dibayarkan secepatnya," tandas Timumun. ***

No comments: