Palu adalah ibukota Provinsi Sulawesi Tengah yang secara geografis terletak
di bagian utara wilayah ini. Kota yang jarang turun hujan ini dikenal sebagai salah
satu kota terkering di Indonesia dengan udara yang panas pada siang hari dan
sejuk pada malam hari. Kota ini memiliki sejuta keindahan yang layak dinikmati.
Dalam sejarahnya, Palu pernah diduduki tentara Jepang dalam perang dunia ke-2. Pada umumnya wisatawan singgah di Palu karena ingin treking ke Taman Nasional Lore Hindu yang berada di selatan Palu atau Tanjung Karang yang berada di utara.
Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Palu memberikan informasi dan menyediakan berbagai brosur wisata dan peta kota Palu. Wisatawan juga akan mendapatkan informasi yang berguna mengenai Taman Nasional Lore Lindu jika mendatangi Balai Taman Nasional Lore Lindu. Kantor ini berlokasi di Jalan Muhammad Yamin atau yang dikenal dengan Jalur Dua.
Tempat ini mengeluarkan surat ijin bagi wisatawan yang akan masuk ke taman nasional. Jika berada di Palu mungkin Anda dapat mengunjungi Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah yang menyimpan sekitar 7000 koleksi. Sebagian koleksi ditata dalam dua gedung pameran tetap dan sebagian lainnya tersimpan dalam gedung penyimpanan koleksi.
Dalam gedung pameran bisa disaksikan aneka kebudayaan dari 12 etnis seperti upacara Daur Hidup, pembuatan kain tenun Donggala, meramu sagu dan pembuatan kain kulit kayu.
Rumah tradisional Sou Raja juga tempat yang perlu dikunjungi. Rumah Raja atau Sou Raja ini juga disebut Banua Mbaso yang berarti rumah besar. Rumah berbentuk panggung ini merupakan warisan nenek moyang keluarga bangsawan dari suku Kaili. Di dalam kota Palu, Sou Raja bisa ditemukan di Kampung Lere.
Bangunan ini masih terawat baik dan sering dikunjungi sebagai obyek wisata. Di kampung ini pula terdapat makam Datuk Karamah. Yang merupakan saksi sejarah masuknya agama Islam pertama di Sulawesi Tengah. Nama asli Datuk Karamah adalah Abdullah Raqie, seorang tokoh agama Islam asal Minangkabau, Sumatra Barat. 552
Sekitar abad 17 Abdullah Raqie tiba di Palu untuk menyebarkan agama Islam dan dia diberi gelar karena memiliki kesaktian. Masyarakat mengaguminya lalu memeluk agama Islam termasuk Raja Kabonena bernama I Pue Njidi.
Datuk Karamah menikah dengan Ince Jille dan memiliki dua anak. Karena kesaktiannya maka banyak peziarah yang datang sambil melepaskan nazar. Lokasi wisata pantai juga terdapat tidak jauh dari kota Palu, antara lain Pantai Taman Ria, Pantai Talise, Pantai Tumbelaka, Pantai Buluri, Pantai Mamboro, Pantai Talise yang membentang di Jl. Rajamoili dan Cut Mutia merupakan obyek wisata bahari yang memiliki panorama indah. Cocok untuk olahraga selancar angin, sky dan sebagainya.
Di pantai ini juga pengunjung dapat menikmati terbenamnya matahari terbenam di sla-sela Gunung Gawalise sambil menyaksikan para nelayan menjala ikan. Gunung Gawalise berjarak 34 km dari Palu merupakan obyek wisata alam dan budaya yang menarik. Di Gunung Gawalise ada Desa Dombu yang berada di atas ketinggian dan berhawa sejuk.
Desa lainnya adalah Desa Matantimali, Desa Panasi baja, Desa Bolobia dan Desa Rodingo. Desa-desa ini didiami oleh suku Da’a, satu-satunya etnis suku kaili yang mendiami daerah pegunungan.
Obyek wisata alam lainnya yang menjadi andalan Sulawesi Tengah adalah Taman Nasional Lore Lindu, salah satu lokasi perlindungan hayati Sulawesi. Letaknya sekitar 60 km Selatan kota Palu dengan luas taman 217.991 hektar dan ketinggian yang bervariasi antara 200 - 2610 meter di atas permukaan laut.
Taman nasional ini memiliki fauna dan flora endemik Sulawesi serta panorama alam yang menarik karena terletak di garis Wallacea yang merupakan wilayah peralihan antara zona Asia dan Australia. Taman ini terletak di Selatan Kabupaten Donggala dan bagian Barat Kabupaten Poso yang menjadi daerah tangkapan air bagi tiga sungai besar di Sulawesi Tengah yaitu Sungai Lariang, Sungai Gumbasa dan Sungai Palu.
Kawasan Taman Nasional ini merupakan habitat mamalia asli terbesar di Sulawesi seperti Anoa, babi rusa, rusa, kera hantu, kera kakaktonkea, kuskus marsupial dan binatang pemakan daging Civet hidup di taman ini. Taman ini juga memiliki sedikitnya 5 jenis bajing dan 31 dari 38 jenis tikus yang ada.
Sedikitnya ada 55 jenis kelelawar dan lebih dari 230 jenis burung termasuk Maleo, enggang atau disebut juga rangkong atau burung Allo yang menjadi penghuni taman nasional ini. Ribuan serangga yang cantik dan berbentuk aneh juga bisa dijumpai di sini, termasuk kupu-kupu dengan warna yang mencolok yang terbang di sekitar jalan setapak atau di daerah aliran sungai.
Kawasan taman nasional juga menjadi tempat hunian sejumlah penduduk asli setempat dengan pakaian adat mereka yang berwarna-warni dan biasanya dipakai pada pelaksanaan acara adat. Daya tarik lainnya di taman nasional ini adalah bendabenda (relik) yang dibuat oleh manusia pra-sejarah dari zaman megalit yang menghuni wilayah ini ribuan tahun yang lalu. Sejumlah relik dapat ditemui di lembah Bada, Besoa dan Napu.***
No comments:
Post a Comment