Wednesday, February 11, 2009

TNLL Sulteng Hanya Dijaga Tiga Petugas

PALU - Kepala Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL) Sulawesi Tengah, Widagdo mengeluhkan minimnya petugas penjaga Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Padahal, kawasan yang mesti dijaga itu seluas 13 ribu hektar.


“Anda bayangkan saja, lokasi seluas itu tapi hanya dijaga oleh tiga petugas polisi kehutanan. Bagaimana kawasan itu bisa aman kalau kenyataannya demikian,” kata Widagdo, Jumat (30/1) pagi.

Oleh karena itu, menurut Widagdo, sangat tidak mengherankan kalau sering terjadi penjarahan hutan di kawasan itu. Dalam setiap minggu, selalu saja ada penangkapan kayu tanpa dokumen yang keluar dari kawasan TNLL.

Lantaran itu, kata Widagdo, pihaknya terus berupaya memberikan pengertian kepada masyarakat di sekitar kawasan TNLL, agar ikut bersama-sama petugas menjaga kawasan itu dari aksi penjarahan kayu yang makin marak akhir-akhir ini.

“Kalau masyarakat tidak ikut berpartisipasi, saya yakin kerusakan hutan di TNLL itu makin parah. Jadi, saya hanya bisa berharap agar masyarakat setempat bisa membantu kami demi kebaikan bersama,” ujarnya.

TNLL terletak di dua wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Sigi (Kecamatan Kulawi, Sigi Biromaru, Palolo, Pipikoro) dan di Kabupaten Poso (Kecamatan Lore Utara, Lore Selatan, Lore Tengah). Di tujuh kecamatan tersebut terdapat tiga kawasan lindung, yaitu Suaka Margasatwa Lore Kalamanta, Hutan Wisata dan Hutan Lindung Danau Lindu, dan Suaka Margasatwa Lore Lindu yang kemudian bergabung menjadi Taman Nasional Lore Lindu.

Penetapannya dilakukan pada saat berlangsungnya Kongres Taman Nasional Sedunia, Denpasar, Bali, 1982. Saat ini luas kawasan taman nasional tersebut sekitar 217.991,18 hektare.

Banyak yang mengakui, bahwa TNLL itu memiliki keunikan tersendiri, karena banyak fauna dan flora tidak ditemukan di taman nasional lain di dunia, tapi dengan mudah ditemukan TNLL. Bahkan, kanguru yang selama ini dikenal di Australia, bisa dilihat di TNLL. Tidak hanya itu, masih ada juga jenis tanaman yang bernama Wanga (Figafeta filaris Sp.). Tanaman ini merupakan jenis palma endemik Sulawesi yang tumbuh pada ketinggian 300-1000 meter di bawah permukaan laut.

Jenis tanaman lain yang oleh masyarakat lokal menyebutnya dengan Leda (Eucalyptus deglupta) yang banyak dijumpai di Australia, banyak bertebaran di hutan TNLL. Tanaman ini memiliki bau yang harum sehingga seringkali dijadikan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kosmetik.

Sementara potensi fauna di Taman Nasional Lore Lindu juga tidak kalah kayanya dengan potensi floranya. Sejumlah satwa yang dapat kita jumpai di kawasan lindung tersebut, di antaranya anoa (Anoa quarlesi, anoa depressicornis), babi rusa (Babyrousa babyrusa), babi sulawesi (Sus celebensis), Macaca tonkeana, Phalanger ursinus, kus-kus sulawesi (P. celebencis), tarsius sulawesi (Tarsius spectrum) dan rusa (Cervus timorensis).

Anoa, binatang yang nyaris mirip dengan kerbau ini berbulu lebat, warnanya cokelat muda sampai cokelat tua atau hitam. Populasi anoa ini sedang menuju kepunahan akibat diburu oleh masyarakat. Tarsius atau kera hantu, merupakan salah satu primata terkecil di dunia, beratnya hanya 100 gram dengan panjang badan 10 centimeter dari kepala dan panjang ekor 20 centimeter. Tarsius ini memiliki banyak jenis, salah satunya tarsius dianae yang diidentifikasikan sebagai satwa asli (endemik) kawasan Taman Nasional Lore Lindu.

Pihak The Nature Conservancy (TNC) Sulawesi Tengah menyebutkan, selain hewan mamalia, di kawasan lindung tersebut juga hidup bermacam-macam reptil, ikan, burung, dan amfibi. Pun dengan serangga, ribuan jenis serangga. Sayangnya, kebanyakan dari serangga ini belum berhasil diidentifikasi.

"TNLL memang kaya akan flora dan fauna. Itulah yang membuat kawasan konservasi alam ini menjadi yang terbesar di dunia," kata Ismet Khaeruddin, direktur TNC Sulawesi Tengah.

Selama ini, kawasan TNLL masih sebatas wisata ilmiah saja berupa penelitian sejumlah LSM dan para calon doktor serta magister Biologi baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan, Universitas Tadulako Palu, bekerjasama dengan STORMA dari Jerman untuk melakukan penelitian di kawasan ini. STORMA merupakan kerja sama penelitian bidang stabilitas pinggiran hutan tropis yang didanai oleh Deutsche Forschungsgemeinschaft (DFG) atau masyarakat peduli lingkungan di Jerman.***

No comments: