Sunday, November 10, 2013

Evolusi Kakula di Tangan Amin Abdullah

Mozaik budaya di Indonesia penuh warna-warni.  Kakula, alat musik sejenis gong berukuran sedang atau kolintang, adalah salah satunya yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat Kaili (masyarakat asli Kota Palu, Sulawesi Tengah-Sulteng).

Kakula adalah alat musik sejenis gong berukuran kecil dan sedang, yang iramanya sangat khas, dan hanya biasa diperdengarkan pada pesta-pesta perkawinan atau pesta-pesta adat masyarakat setempat.


Meski termasuk alat musik dan jenis musik tradisional, tapi Kakula adalah  budaya gong yang menyebar di Asia Tenggara mulai dari Filipina bagian selatan hingga Sumatra bagian selatan.

Selain di Sulawesi Tengah, instrumen Kakula ini dapat pula ditemukan di Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara, Kalimantan, Sumatra, Maluku, Sabah, Serawak Malaysia dan Brunei Darussalam.

Amin Abdullah, salah seorang pekerja seni di Kota Palu yang menyelesaikan pendidikan magisternya di Asian Studies, University of Hawaii di Manoa, terus  mengembangkan Kakula ini menjadi sangat menarik. Ia memadukan musik tradisional ini menjadi lebih lebih ngepop. Di Palu ia membentuk group musik kakula dengan nama Ensamble Modero Palu.

Di tangan Amin Abdullah,  Kakula tidak hanya dikembangkan di Palu, tapi juga diperkenalkan di Amerika, Amerika Latin dan Asia. Dengan penuh kesabaran, Amin Abdullah berhasil mengajak beberapa pekerja seni asal  Amerika, Argentina, Jepang, Vietnam dan juga Indonesia.

“Saya berhasil mengajak mereka memainkan Kakula yang saya beri nama  The Hawai Kakula Ensemble,” kata Amin Abdullah.

Merekapun sukses dalam konser Kakula di  University of Hawai dengan dengan  Gamelan Ensemble Concert, Honolulu, Hawai. Peristiwa yang terjadi pada November 2005 ini, untuk mencari  dana pelestarian orang utan Rusty, termasuk untuk korban tsunami di Aceh kala itu.

Amin Abdullah membuat Kakula kreasi baru, namun tidak menggantikan kakula tradisi. Istilah kreasi baru digunakan untuk mengidentifikasi karya-karya baru yang diciptakan oleh komposer Indonesia.

“Dengan menggunakan musik tradisi sebagai ide dasar, kreasi baru menyimbolkan tradisi dan sekaligus modernitas. Kreasi baru adalah sebuah proses mentransformasi musik yang dimainkan dalam kehidupan sehari-hari ke atas pentas,” katanya.

Menghipnotis Publik Maasin, Filipina

Kota Maasin Provinsiilo-Ilo, Filipina menjadi saksi kemampuan Ensamble Modero Palu memainkan irama Kakula yang modern. Februari 2013 lalu, Ensamble Modero Palu ini sukses menghipnotis publik setempat dalam acara Festival Tuonog Tugan.

Loen M Vitto, koordinator umum festival ini mengatakan, pihaknya sengaja mengundang Ensamble Modero Palu,  untuk   memberi kesempatan kepada pelajar-pelajar di tiga kota di Filipina, yaitu Dipolog, Maasin dan Iloilo, untuk dapat mengenal musik tradisi Indonesia dari Sulawesi Tengah.

“Partisipasi Ensamble Modero Palu di Festival Tuonog Tugan ini, memberi warna yang lain. Biasanya orang luar negeri mengenal musik Indonesia hanya dengan gamelan Jawa dan Bali. Tapi ternyata ada juga dari Sulawesi Tengah yang dikreasikan dengan lebih modern,” katanya.

Itulah sebabnya ketika Mayco Santaella, manager internasional Ensamble Modern Palu, mengatakan saat mendengar musik yang dimainkan Amin Abdullah dan kawan-kawan dengan, nyata sekali bahwa Ensamble Modero Palu  telah berhasil menghubungkan musik tradisi dengan modern.

“Group Anda tidak menempatkan tradisi sebagai sesuatu yang terpisah, namun menghubungkannnya dengan penonton.  Sebagai contoh, Anda mengundang mereka untuk ikut bermain bersama. Itu luar biasa,” puji Mayco Santaella.

Memang, Amin Abdullah dan kawan-kawan dalam nomor pompaura (judul lagu),  mengundang empat orang audiens untuk bermain musik bersama dengan memainkan pare’e (instrument dari bambu yang bergetar bila dipukulkan ke tangan).

“Saya sering  berpikir bahwa kalau kita berbicara tradisi, kita berbicara tentang masa lalu, tua (kuno). Tetapi dengan musik Anda, tradisi tidak terpisah (dengan kondisi saat ini). Ensamble Modero Palu menggabungkannya secara bersama-sama. Penonton bukan sesuatu yang terpisah. Ini yang sangat penting yang saya lihat dari group Anda” kata  perempuan muda yang menjadi salah satu koordinator festival ini.

Karena kekaguman itulah, Ensamble Modero Palu  mendapat jamuan makan malam dari Walikota Maasin, IloIlo, Mariano M Malones. Dalam jamuannya Walikota Maasin tak henti-hentinya berterima kasih atas kedatangan delegasi Indonesia ke kota tersebut.

“Ini festival internsional pertama yang kami gelar di sini. Kami sangat senang, penampilan Anda sangat menghibur masyarakat di kota saya,” kata Walikota  Maasin.

Bahkan, ada seorang  guru Sekolah Dasar setempat, secara khusus datang ke hotel tempat Amin Abdullah dan kawan-kawan menginap, hanya untuk meminta copyan  compact disk  yang diproduksi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palu, untuk  diperdengarkan pada murid murid sekolahnya.

“Saya akan menjadikan instrumen musik Anda sebagai musik wajib sebelum anak-anak mulai belajar di kelas,” kata guru itu.

Setelah selesai di kota itu, Ensamble Modero Palu tak langsung pulang ke Tanah Air. Mereka harus memenuhi undangan dadakan dari tiga universitas di Manila, yaitu University of the East-Caloocan, St. Paul University-Manila dan University of Asia and the Pacific.

Prof. Ramon P Santos, Ph. D Director festival Presiden/Excecutive Director, University of the Philippines Center for Ethnomusicology, mengatakan musik di Filipina telah menjadi barat atau sangat berkiblat ke musik Barat. Sebaliknya, pada musik tradisi seperti Kakula, di Filipina hanya  tradisi saja yang ditonjolkan dan terbatas  komunitasnya sendiri atau untuk kepentingan tradisi itu sendiri seperti di upacara ritual dan  bukan untuk orang lain.

“Sangat berbeda dengan Anda. Anda berhasil memadukan musik tradisi dengan musik modern, yang kemudian bisa diterima oleh publik. Itu luar biasa,” puji Prof. Ramon.

Perkembangan Kakula Kreasi Baru


Sejak 1997, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mensponsori perkembangan gaya musik Kakula Kreasi Baru yang diprakarsai Amin Abdullah. Musik ini kemudian menjadi identitas orang Kaili.

 
Perubahan dari Kakula tradisi menjadi kreasi baru, dapat diketahui melalui tangga nadanya berubah dari locational tunning (tangga nada tidak tetap) menjadi absolute tuning (tangga nada yang tetap) dengan meniru tangga nada barat (well tempered) namun ide dari pentatonic masih dipertahankan.

 
Beberapa Instrumen lainnya juga ditambahkan seperti tambourine, cymbal, lalove (seruling tradisional masyarakat Kaili di Sulteng), gendang besar dan rebana.


Terkadang memainkannya dengan duduk di lantai (secara tradisi dimainkan dengan duduk di kursi. Laki-laki menggantikan posisi perempuan sebagai pemain kakula dan perempuan  menjadi penyanyi (seperti pesinden dalam gamelan Jawa), dan menggunakan paduan suara pemusik pria (seperti gerongan pada gamelan Jawa).


Kakula, berarti instrumen yang terdiri dari tujuh buah gong kecil yang berderet. Bilah-bilah kakula diletakkan dalam penampang satu baris, di mana bagian bawahnya diberi tali. Di samping itu istilah kakula juga untuk menyebut musik yang dihasilkan oleh instrumen tersebut.


Perkembangan Kakula di Sulawesi Tengah menjadi menarik, terutama setelah zaman kemerdekaan. Pemerintah melalui Instansi Kebudayaan mengembangkan fungsi kakula tradisi, bukan hanya dalam fungsinya pada upacara perkawinan, namun untuk mengiringi tari dan lagu daerah serta komposisi baru. Oleh Amin Abdullah, Kakula ini disebut kakula kreasi baru.


Beberapa perubahan yang terjadi dapat ditengarai sebagai pengaruh Barat, dinamika gender, gamelan Jawa dan Bali. Pengaruh Barat dapat dilihat dari berubahnya tangga nada dari locational tunning (penyeteman berdasarkan kebiasaan pemain lokal di mana tidak ada jarak nada yang tetap) menjadi mengacu pada well-tempered Barat.


Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengiringi lagu daerah dengan memainkan pergerakan triad chord secara arpeggio. Di sini kita melihat pengaruh musik Barat yang sederhana erat mempengaruhi perkembangan kakula kreasi. Apapun itu, Amin Abdullah telah sukses membawa Kakula ke pentas Internasional, dan pemerintah harus tetap mendorongnya menjadi salah satu daya tarik wisatawan ke Sulawesi Tengah. ***

No comments: